Takdir Cinta Sejati

Takdir Cinta Sejati

Oleh:  Ae-ri Puspita  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
21Bab
968Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Sudah tiga tahun Airah dan Bagas menjalin cinta, hingga di Anniversary yang ke-4, Airah memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Bagas sosok pria yang keras kepala tidak menerima keputusan sang kekasih, hingga ia meminta alasan dibalik keputusan kekasihnya. "Jika aku memberitahumu alasannya, apa kamu mau mengakhiri hubungan ini?" "TIDAK. Aku tidak akan pernah melakukannya." Airah meneguk ludahnya, takut. Mengambil tangan kanan Bagas seraya membawanya ke perutnya yang masih terlihat rata. "Ada sosok yang butuh ayah di sini." Bagas mengerutkan keningnya." Apa maksudmu?" "Aku hamil, sudah satu bulan. Dan pria itu adalah Ayah dari bayi ini."

Lihat lebih banyak
Takdir Cinta Sejati Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
21 Bab
Keputusan
Cinta terdengar indah, tapi kadang menyakitkan. Apalagi jika cinta itu sudah tak dapat dipertahankan lagi. Ego dalam menjalani sebuah percintaan, hanya akan berakhir dengan kepedihan. Berbohong dalam menjalani percintaan hanya akan berakhir dengan penyesalan. Terus apa yang harus dilakukan? Jawabnya, hanya satu MENGAKHIRI. *** Berkali-kali ia menghembuskan napas gusar. Bukankah itu sebuah pilihan yang berat? Sebuah keputusan yang sama sekali tak ingin ia putuskan, ada ribuan rasa yang tengah berkecamuk dalam rongga dadanya kini. Haruskah ia mengambil langkah itu? Tak adakah pilihan lain selain itu? Atau itu adalah teguran untuknya dari Yang Maha Kuasa atas perbuatannya selama ini? Airah menggelengkan kepala. Bukankah semua yang terjadi dan yang akan terjadi adalah ketetapan dari yang Maha Kuasa? Tak ada yang bisa menolak barang satu pun. Termasuk dirinya. [ Aku sudah ada di luar] Satu pesan masuk. Airah membereskan segala peralatan tulisnya, memasukkan ke dalam tas ransel
Baca selengkapnya
Maaf
Tak ada satu pun yang dapat menolak, ketika takdir sudah menetapkan dua hati untuk berpisah. (Airah~ Bagas) **** Pagi menjelang siang, wanita itu masih bergeming menatap kosong di balik jendela. Menatap pepohonan yang tumbuh segar di area dekat kamarnya dengan buku yang berada dalam pangkuannya. Perdebatannya dengan Bagas tadi malam membuat rasa bersalah bersemayam dalam dadanya. "Jika kamu ingin mengakhiri hubungan ini, silahkan kamu akhiri sendiri. Tapi ingat! Aku tidak akan pernah mau mengakhiri hubungan ini apa pun yang terjadi!" "Bahkan jika aku sudah menikah? Bahkan jika aku sudah menjadi istri orang lain, Gas?" "Arrrggg." Bagas menjambak rambutnya frustasi. "Beri aku alasan kenapa kamu ingin menikah dengan pria itu? Aku bahkan tidak mendapat jawaban apa pun dari Ayah dan Ibumu. Jangan membuatku semakin gila dengan keputusan tiba-tibamu ini." Bagas menatap Airah dengan wajah dan mata yang terliha
Baca selengkapnya
Sama Terlukanya
Alhubbu kal harbi, minas sahli an tus’ilaha, walaakin minas sha’bi an tukhmidaha. (Cinta itu laksana sebuah perang, amat mudah mengobarkannya, namun amat sulit untuk memadamkannya) Anonim *** Lebih dari setengah jam menunggu, hingga pintu bercat coklat susu di depan mereka, akhirnya terbuka. Tiga orang yang tengah duduk di kursi panjang depan ruangan tersebut bergegas berdiri dan menghampiri sosok pria berbadan gempal itu. "Bagaimana keadaan anak saya dok?" Kekhawatiran tampak jelas di kedua bola mata paruh baya tersebut. "Dia baik-baik saja, untunglah lukanya tidak terlalu dalam, " balas pria ber-snelli putih panjang di depannya sambil mengulas senyuman. "Bisa saya lihat anak saya, Dok?" tanya Nia. "Silahkan, kalau begitu saya pamit diri, kalau ada apa-apa Bapak Ibu bisa panggil saya. " Mereka mengangguk, tak lupa mengucapkan terima kasih. Ketiganya memasuki ruangan, menghampiri sosok yang tengah
Baca selengkapnya
Gundah
Aku merindukanmu seperti matahari yang merindukan bulan. ~ Airah~ *** Hampir mendekati dua belas bulan wanita itu meninggalkan kota metropolitan, dengan berbagai perasaan yang berkecamuk dia kembali menginjakkan kakinya di kota itu. Kota yang membawanya pada kenangan masa silam. Airah menatap Arunika dengan bulir bening yang berjatuhan, cahayanya memancarkan warna ke orengan dari ufuk timur hingga mengenai dinding kaca kamarnya. Sejuknya udara pagi tak dapat menyejukkan hatinya yang tengah dilipat gejolak yang berkecamuk. "Jadi kapan berangkat ke kampusnya, Ra?" Wanita itu terperanjat kaget saat Sintia tiba-tiba sudah berada di dalam kamarnya. Berjalan mendekat dan menyimpan nampan makanan dan minuman yang ia bawa di atas nakas. Airah menoleh sekilas. "InsyaAllah besok, Bu," balasnya, kembali menatap pepohonan di balik jendela. Sintia menghampirinya. Membalikkan tubuh Airah kemudian menggenggam tangan sang anak dengan lembut dia berujar, "Apa kamu yakin dengan keputusanmu in
Baca selengkapnya
Bertemu
Tak ada kenangan yang dapat dilupakan dengan mudah, apalagi jika kenangan itu menimbulkan jejak luka yang membekas. (Bagas~Airah) "Ketika kita bertemu tragedi nyata dalam hidup, kita dapat bereaksi dengan dua cara—entah dengan kehilangan harapan dan jatuh ke dalam kebiasaan merusak diri sendiri, atau dengan menggunakan tantangan untuk menemukan kekuatan batin kita."~ Anonim. *** Airah menghembuskan napas panjang saat setelah sampai di depan gerbang kampus. Setelah sekian lama, akhirnya dia menjejakkan kakinya kembali di kampus tersebut. Dengan mengucap Bismillah ia melangkahkan kakinya menuju kelas. Melewati koridor demi koridor dan tatapan aneh orang-orang yang tertuju padanya. Hingga langkahnya sampai ke ruang kelasnya. Terlihat beberapa pasang mata yang menatapnya heran. Mungkin karena busana yang kini ia kenakan. "Airah?" Wanita itu menoleh. Tersenyum mendapati Anya (sahabatnya) yang juga melihatnya heran. "MasyaAllah, kamu berhijab sekarang?"
Baca selengkapnya
Frustasi
"Jika melukaiku adalah jalan untuk menebus kesalahan dan rasa sakit hatimu, maka lukai dan sakiti saja hatiku. Tapi, ku mohon jangan melukai dirimu sendiri, karena itu sama saja kamu menambah rasa bersalahku padamu." Nur Airah Nih 🥀🥀🥀 Jam berdenting menunjukkan pukul dua dini hari. Airah melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Mengambil wudhu dan melaksanakan sholat dua rakaat sebagai penutup malam ini. Air matanya tak dapat ia bendung kala masa lalu muncul silih berganti dalam memori. Bahu wanita itu terguncang oleh tangis. Wajahnya, wajah sosok yang sangat dia cintai. Wajah pria yang ingin dia bersamai hingga ajal menjemput. Wajah sosok yang selalu dia harapkan menjadi imam dalam sholatnya. Kini, hanya dapat ia kenang dengan doa yang terus dia langitkan. Airah merindukan pria itu. Sangat. Hampir dua belas bulan wanita itu menjauh berharap agar dapat melupakan sosoknya, melupakan semua kenangan yang telah mereka raju
Baca selengkapnya
Apa Mas Masih Merindukannya?
Kutitip dirimu hanya pada-Nya, karena Allah lah sebaik-baiknya penjaga. Nur Airah Nih *** Airah menatap pintu bercat biru dari jarak lima meter di hadapannya sambil mondar-mandir gelisah. Ia menoleh saat mendengar pintu ruang kuliah teknik informatika 101 tersebut terbuka. "Dani!" Pria itu menoleh. Airah lekas berlari menghampirinya, dan berdiri di hadapannya. "Bagaimana keadaannya, apa dia baik-baik saja?" "Dia baik-baik saja. Lu, nggak usah khawatir." Airah tersenyum tipis." Terima kasih banyak." Dani menganggukkan kepalanya seraya melanjutkan langkah kakinya. Kini dia bisa bernapas lega, walau tak sepenuhnya. Meminta bantuan kepada Dani adalah salah-satunya jalan yang bisa ia tempuh saat ini. Dia tidak ingin terjadi sesuatu terhadap Bagas diluar nalar kewarasannya. Airah menghembuskan napas lelah saat ia berbalik badan dan melihat Angel and the geng tengah berjalan lebar ke arahnya. "Ngapain Lu di
Baca selengkapnya
Rindu
Bisakah aku mendengar suaramu sebagai obat atas rinduku. ~Adnan Ghafi Shahzaib~ 🕊🕊🕊 Sejenak lenggang, hanya terdengar suara degup jantung dua insan yang tengah terpaku dalam pikiran mereka masing-masing. Adnan menghela napas berat, dia menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa sembari matanya menatap lurus plafon putihnya di atasnya. Pikirannya seakan tengah menerawang jauh ke belakang. Sedangkan wanita yang duduk tiga meter darinya tengah menatap lurus lantai granit putih polos di bawahnya. Menunggu jawaban atas pertanyaannya. Detik menit menunggu tapi tak kunjung pria itu menyahut apa pun. Adnan menutup matanya sejenak. Lagi helaan napas itu terdengar berat keluar dari bibirnya. "Jika aku mempertanyakan hal yang sama, apa kamu juga akan menjawabnya?" Adnan menoleh, menatapnya lamat. Kali ini Airah yang diam tak menjawab. Pria itu kembali mengalihkan tatapannya pada plafon di atasnya. "Tak ada seorang pun yang tak merindukan orang yang mereka cintai, Ra, " imbuhny
Baca selengkapnya
Masih Mencintai
Cinta adalah penyakit yang tidak ada kebaikan dan balasannya. Ali bin Abi Thalib. *** Lamat-lamat mata sendu wanita itu terbuka. Mengerjapkan, guna menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah plafon putih rumah sakit. “Alhamdulillah, akhirnya kamu sudah bangun.” Airah menoleh ke samping mendapati raut khawatir seorang pria. Kesadaran wanita itu belum pulih sepenuhnya. Ia memperhatikan sekitar, matanya seketika membulat saat menyadari akan sesuatu. Bagas. “Airah, kamu mau ke mana?” tanyanya saat melihat si wanita turun dari ranjang dan memakai sandal swallow miliknya. Adnan menahan tangannya saat ia hendak menarik handle pintu kamar. “Mas, apa yang kamu lakukan?” “Tubuhmu belum terlalu pulih. Kamu harus istirahat.” Airah menggeleng, bagaimana bisa ia istirahat disaat pria yang ia cintai tengah terluka parah. “Aku tidak apa-apa, Mas.” Airah melepas paksa cekala
Baca selengkapnya
Memori
Aku hanya bisa mengenang kisah kita bersama, disaat aku sudah tak bisa lagi menggapaimu. Bagas Gunawan Basri *** Kelopak mata itu perlahan terbuka. Mengerjap berulang kali guna menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk. Aroma obat-obatan langsung tercium oleh indera penciumannya. "IBU! Mas Bagas sudah sadar." Terdengar suara nyaring. "Bagas! Alhamdulillah, kamu sudah sadar, Nak." Pria itu diam masih mencerna."Airah, mana Bu?" tanyanya. "Wanita itu tidak ada, Bagas. Dia bahkan tidak mempedulikan bagaimana keadaanmu. Jadi, ibu mohon berhentilah mencarinya, ya?" Bagas tak menjawab. Dia merasa bahwa Airah baru saja datang menjenguknya dan berceloteh berbagai hal seperti biasanya. "Bagas, apa ada yang sakit? Yang mana yang sakit, Nak?" tanya Nia khawatir saat melihat setetes air mata jatuh dari pelupuk mata sang putra. "Bisa ibu panggilkan Airah untukku?" Rindu tampak jelas di kedua bola mata Bagas. Mata Nia berkaca
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status