Briella kemudian menatap ke arah mamanya. Dengan tatapan tajam, ia memandangi mamanya yang kini usianya tak lagi muda.
"Masih saja kamu membantah kata-kata Mama, Briella. Sudah jelas-jelas tidak berdaya, masih saja melawan," ucap Sandera.
Briella hanya bisa menghela napas. Meladeni mamanya untuk bertengkar ternyata percuma. Sebab Sandera hanya akan menyanggah semua perkataannya.
"Sudahlah, Tante. Jangan berantem sama Briella. Sini, biar Aden yang bawa Briella jalan-jalan," sela Aden.
Aden kemudian mengedipkan sebelah matanya pada Briella. Seolah mengisyaratkan kepada Briella untuk mengikuti arahnya pergi. Tidak punya pilihan lain, Briella pun mengikuti arah Aden pergi.
Setelah jauh dari Sandera, Briella kemudian menghentikan langkah kakinya. Menyadari bahwa Briella berhenti, Aden langsung menoleh.
"Kenapa kau berhenti, Briella? Bukannya tujuan kita masih jauh," ucap Aden.
Dengan sekali helaan napasnya, Briella menggeleng. Rupanya Briella sudah kehabisan tenaga untuk mengikuti langkah Aden.
"Aku capek, Aden. Sebenarnya kita mau ke mana?" tanya Briella.
"Tentu kita akan jalan-jalan ke tempat yang kamu mau, Sayang," ucap Aden.
Briella berdecak. Sebal lantaran mendengar ucapan Aden. Tidak karuan perasaan yang ia rasakan di hatinya. Ia kemudian menatap Aden dengan tajam.
"Aku tidak mau, Aden. Bukannya siang tadi kulihat kau jalan dengan perempuan lain," ujar Briella.
"Masih kau bahas pertemuanku dengan dia, Sayang? Bukannya sudah gamblang kuceritakan jika dia adikku," kata Aden.
"Aku tidak percaya, Aden. Selama ini kau selalu berbohong," kata Briella.
Aden mendecak untuk sementara waktu. Dia menatap Briella dengan penuh sayang lalu mengecup dahinya. Awalnya Briella memang tidak mengelak, namun hatinya semakin sesak karena ulah Aden yang sesuka hati.
Usai dikecup, Briella kemudian memandangi wajah Aden. Tunangannya itu hanya tersenyum dengan wajah polosnya. Semakin gemas saja Briella dengan tingkah laku Aden yang merasa tidak punya salah padanya.
"Sudahlah, Aden. Aku kemari juga karena ulahmu," kata Briella.
Briella kemudian membalikkan badannya dan lantas pergi meninggalkan Aden. Tanpa mempedulikan lagi Aden, Briella terus berjalan menuju taman belakang rumah.
Sesampainya di sana, Briella langsung duduk di dekat kolam ikan. Briella menatap luruh keruh ke dalam air kolam. Tampaknya sudah lelah untuk menjalani hari-harinya.
"Enak saja dia mau menipuku lagi. Aku tidak akan termakan dengan rayuannya kali ini," gerutu Briella.
Briella mengembus napas panjangnya. Tatapannya berubah menjadi berkilat karena emosi. Namun sebuah suara meneriakkan namanya, membuat Briella harus menoleh ke belakang.
Seorang perempuan dengan tubuh yang ramping sedang tersenyum padanya. Briella melambaikan tangan dan membalas senyuman perempuan tersebut. Tanpa ragu-ragu lagi Briella segera bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Gietta.
"Long time no see, Dear. How are you?" sapa Gietta.
Gietta langsung mendekap erat tubuh Briella. Sudah lama perempuan bertubuh ramping itu tidak berjumpa dengan kawannya, Briella.
"Kabarku baik, Giet. Kamu datang ke sini tidak bilang-bilang padaku," ujar Briella.
"Sengaja aku datang tanpa memberimu kabar. Tujuanku adalah untuk melihat kondisimu, Briella," kata Gietta.
Briella lalu melepaskan dekapan Gietta. Tangan Briella masih menempel pada pundak temannya itu. Dengan senyum yang mengambang, Briella menatap Gietta.
"Seperti yang kau lihat, Giet. Aku sempurna tanpa satu gangguan pun," ucap Briella.
"Tapi kata tante Sandera, kemarin kau habis keluar dari rumah sakit. Apa kau masih belum sembuh, Briel?" tanya Gietta.
Briella menelan ludahnya. Pasalnya mamanya itu telah menceritakan yang sebenarnya pada kawan lamanya yang jarang berjumpa. Briella memasang wajah yang kaku dan kemudian beringsut bicara.
"Memang, Giet. Tapi sekarang kondisiku sudah benar-benar sehat. Jadi kau tidak perlu merisaukan keadaanku," kata Briella.
"Baguslah kalau memang demikian adanya," ujar Gietta.
"Kemarilah. Akan aku ajak kau berkenalan dengan tunanganku," ucap Briella.
Briella kemudian merengkuh tangan Gietta. Ia mengajak Gietta untuk menemui Aden. Begitu tiba di depan Aden, pipi Gietta langsung merona. Briella tidak mengetahui hal ini, ia lekas memanggil Aden, tunangannya tersebut.
"Aden!" seru Briella.
Sontak saja Aden menoleh. Dia mengerutkan keningnya dan mengangkat alisnya ke atas. Tampak asing melihat sosok yang berdiri di sebelah Briella.
"Kemarilah. Akan aku ajak kau berkenalan dengan seseorang," ucap Briella.
Aden lekas berdiri. Dia lalu berjalan menuju ke arah Briella. Begitu sampai di dekat Briella, Aden menghentikan langkahnya. Kedua mata Aden menatap ke arah Briella dengan canggung. Dia pun lekas menggaruk lehernya.
"Siapa dia, Briella? Aku baru pertama kali ini bertemu dengannya," kata Aden.
"Dia Gietta. Teman lamaku semasa sekolah dulu," ujar Briella.
Briella kemudian mengalihkan perhatian kepada Gietta. Ia memasang senyum lebar kepada Gietta, lantas beberapa saat kemudian Briella kembali bicara.
"Ini tunanganku, Giet. Namanya Aden," ucap Briella.
Sontak saja Gietta lekas mengulurkan tangan kanannya. Ia mengajak Aden untuk bersalaman, dan Aden pun menerima uluran tangan dari Gietta. Mereka berdua saling menjabat tangan hingga sama-sama tersenyum satu sama lain.
Setelah cukup lama bersalaman, akhirnya Gietta dan Aden menyudahinya. Aden memandang ke arah Briella, namun yang di luar dugaan ternyata Gietta malah memperhatikan Aden.
"Bukannya tadi kamu ngambek? Sekarang kenapa kamu malah cengar-cengir nggak jelas begitu," kata Aden.
"Tidak apa-apa. Aku hanya senang bisa mengenalkanmu dengan teman lamaku," balas Briella.
Aden langsung membungkam mulutnya. Tidak disangka kejadian kecil bisa membuat hati Briella senang. Itupun baru pertama kalinya Aden melihat Briella tersenyum sedemikian rupa. Sungguh manis sekali.
"Oh iya, aku lupa. Giett, aku mau masuk ke dalam rumah dulu. Ada sesuatu yang harus kutunjukkan ke kamu," kata Briella.
Briella lalu mengarahkan pandangannya ke arah Aden. Ia lantas mengembangkan senyumnya dengan lebar. Aden yang melihat gelagat aneh dari Briella lantas menggendik.
"Titip Gietta dulu ya, Aden. Aku mau ke dalam ambil sesuatu," ujar Briella.
Aden yang melihat Briella senang, hanya bisa mengangguk dengan pasrah. Sesaat kemudian, Briella lekas masuk ke dalam rumahnya. Ia berlari-lari kecil menuju kamarnya.
Briella membuka laci meja. Ia asyik mencari surat-surat berharga. Ada secarik kertas yang harus ia berikan kepada Gietta, teman lamanya tersebut.
Setelah cukup lama mencari, akhirnya Briella menemukan kertas yang ia cari. Kertas itu berisikan tulisan-tulisan penting yang harus dibaca Gietta.
Usai menemukan kertas, Briella langsung berdiri. Ia melangkahkan kakinya kembali ke arah Gietta yang ada di halaman belakang rumah. Begitu tiba di hadapan Gietta, Briella lekas memberikan kertas tersebut.
"Ini surat yang ditulis oleh sepupuku. Bacalah, surat ini memang ditujukan kepadamu, Giett," ucap Briella.
"Untukku?" tanya Gietta.
"Ya, untukmu. Baca saja. Nanti kamu akan suka," kata Briella.
Mulanya Gietta ragu akan membaca secarik kertas yang diberikan oleh Briella. Namun setelah memperhatikan keseriusan di wajah Briella, Gietta akhirnya membacanya.
Setelah mendengar kata-kata Aden, Briella bisa bernapas lebih lega. Tadi yang semula dadanya sesak bagaikan terikat oleh ucapan Gietta, kini menjadi leluasa dan ringan.Memang Aden adalah laki-laki yang bisa menjaga diri Briella agar tetap tenang seperti semula. Meskipun kadang Aden dapat membuat Briella merasa ragu akan cintanya karena perbuatan Aden sendiri."Aku juga tidak percaya sepenuhnya kepadamu, Aden. Bukankah kamu ini yang selalu membuatku bimbang dengan ketulusan cintamu," kata Briella."Kamu ini bagaimana sih, Briel. Kita ini sudah bertunangan, tetapi kamu masih meragukan diriku," kata Aden, tidak kalah sengit dari kata-kata Briella."Lalu apa aku harus mempercayai semua ucapanmu itu, Aden?" tanya Briella."Kamu percaya boleh, tidak juga tak masalah. Tapi satu yang perlu kamu ingat, Briel. Bahwa aku telah memilih kamu sebagai pasanganku," kata Aden."Itu tidak ada hubungannya dengan perkara saat ini," ujar Briella.Aden lantas mengalihkan perhatiannya dari Briella. Tatapan
Gietta hanya memasang senyum kaku setelah mendengar perkataan Briella. Terlihat dengan jelas bahwa saat ini teman lamanya itu sedang menunjukkan wajah yang kesal.Tetapi demikian, Gietta tidak tertawa untuk meluapkan perasaan puas yang dia rasakan. Kedua matanya masih tertuju ke Briella dan Aden secara bergantian."Aku tidak bermaksud untuk membuatmu jengkel, Briel. Tapi apa yang aku katakan memang benar, sekali-kali coba memahami Aden sebelum pasanganmu diambil perempuan lain," kata Gietta."Apa yang kamu bilang, Giet? Aku tidak ingin menentang kata-katamu. Apa yang kurang dariku, aku sudah mengerti Aden lebih dari yang kamu tahu, sudah bersabar untuk setiap kelakuannya," ujar Briella."Mungkinkah benar begitu? Ketika kulihat kamu dan Aden hampir setiap hari bertengkar karena masalah yang tidak terlalu penting," kata Gietta."Sebab aku ini jengkel, Giet. Kamu tahu tidak, kalau Aden ini terlalu menyepelekan perempuan-perempuan yang menyukai dia. Tentu semua gosip yang beredar tentang
Setelah mengetahui apa yang dikatakan Aden adalah agar dirinya dapat mempersiapkan diri, Briella membulatkan mata. Tidak menyangka sedikitpun bahwa akan ada masa di mana mereka berdua tidak dapat menghabiskan waktu bersama.Briella sama sekali tidak menduga bahwa Aden memilih untuk menyibukkan diri di kantor, ketimbang bersamanya. Karena itulah, saat ini Briella hampir tidak akan menerima alasan apapun yang akan diucapkan Aden padanya."Jadi begitu kamu sekarang, Aden. Kamu lebih memilih untuk tidak menyisakan sedikitpun waktu bersamaku," kata Briella."Bukan begitu, Briell. Aku mendapat tugas untuk memeriksa seluruh perkembangan di kantorku. Tidak mungkin aku mengabaikan urusan penting semacam ini," kata Aden, menjelaskan yang terjadi sesungguhnya kepada sang tunangan.Meskipun Briella sudah mendengar alasan yang dikatakan Aden adalah benar, tetap saja hati perempuan itu tidak mau menerima. Rasanya dia masih tidak terima jika jatah waktu untuk bersama sang kekasih menjadi berkurang.
Gietta mengangguk, tetapi dalam hatinya enggan untuk menggubris kata-kata Briella. Kedua matanya menjelajah ke seisi ruangan, seolah tidak bisa diam."Padahal aku sangat menantikan kedatangan Aden, Briel," kata Gietta."Kamu tunggu saja. Pasti nanti dia datang kemari," balas Briella.Gietta kemudian menunduk. Tangannya lekas menyodorkan sebungkus oleh-oleh yang sedari tadi dibawanya."Ini ada kue krim keju untukmu, Briel. Aku tadi sengaja mampir ke toko kue untuk membelikan ini," kata Gietta.Briella memandang ke arah bungkusan kue yang disodorkan Gietta. Tanpa banyak bicara, Briella pun lekas menerima bingkisan kue tersebut."Duduklah, Giet. Akan aku buatkan teh lemon untukmu," kata Briella.Gietta mengangguk setuju. Ia lantas duduk di sofa yang berada tidak jauh di belakangnya. Briella tersenyum, sesaat kemudian ia mulai berjalan menuju dapur.Ketika sampai di dapur, Briella membuka lemari pendingin dan mengambil racikan teh. Tangannya yang ramping dengan terampil meracik semua baha
Mata Sandera mengekor pada kepergian Briella yang langsung masuk ke dalam kamar. Sandera hanya bisa menghela dengan kasar. Masih saja anak gadisnya satu itu tidak terketuk hati untuk segera melangsungkan pernikahan.Sandera berdiri dan menyusul Briella. Setelah tiba di depan pintu kamar Briella yang tertutup, Sandera mengetuk pintunya."Bukakanlah, Briel. Jangan membantah mama seperti ini," kata Sandera setengah berteriak agar Briella mendengar.Sandera masih mengetuk pintu kamar Briella. Hingga beberapa menit berlalu, Briella pun terusik dan membuka pintu kamarnya."Mari kita bicara. Ada banyak hal yang perlu kita bicarakan berdua," ujar Sandera.Meskipun awalnya Briella keberatan dan ingin menolak ajakan mamanya, tetapi Sandera langsung menarik lengan Briella. Inilah yang membuat Briella tidak punya pilihan lain selain mengikuti kemauan mamanya.Sandera mengajak Briella untuk duduk di tepi ranjang. Meskipun tampaknya wajah Sandera sangat tegas dan terlihat seolah akan membicarakan h
"Perihal nikahan kalian berdua," ucap Sandera.Sekejap saja Aden membelalakkan matanya. Tiada angin tak ada hujan, tiba-tiba Sandera menanyakan tentang pernikahan mereka.Wajar saja jika Aden kaget. Dia lantas menatap kaku ke arah Briella yang sama kagetnya dengan dirinya."Pernikahan kami, Ma?" tanya Briella."Ya. Nikahan kalian. Bagaimana? Apa sudah terencana?" tanya Sandera.Briella spontan langsung terdiam. Ia menoleh ke arah Aden dan menatap calon suaminya tersebut. Briella menggeleng pelan."Kami masih belum ada rencana ke sana, Tante," ucap Aden."Bagaimana bisa? Kalian kan sudah lama bertunangan. Masa iya belum merencanakan pernikahan sama sekali," kata Sandera.Aden langsung terdiam seketika. Bibirnya menutup rapat sama seperti Briella. Tampaknya Aden dan Briella sama sekali tidak menyangka jika Sandera akan menanyakan tentang hal ini."Kalau kalian belum merencanakannya, mari kita bicarakan. Kebetulan Mama ada waktu senggang untuk kalian," kata Sandera.Aden menggaruk kepala