Share

Rinai Temaram

Penulis: Wisya Kiehl
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-22 08:41:44

Aden tertegun sejenak melihat perhatian Briella yang romantis. Jarang-jarang terlihat kalau Briella bisa bersikap seperti ini padanya. Briella bahkan bisa sangat hangat pada dirinya, membuat Aden terkesima.

"Kalau kau capek, kita batalkan saja jalan-jalannya," ujar Briella.

Seketika itu juga Aden langsung menggeleng keras-keras. Dia bersikukuh ingin mengajak Briella jalan-jalan keluar.

"Tidak. Tadinya aku sudah berniat untuk mengajakmu jalan-jalan. Masa iya tidak jadi," ujar Aden.

"Barangkali saja kau kecapekan. Aku kan tidak ingin membuat tunanganku sendiri kerepotan," kata Briella.

"Kau ini menyindirku ya, Briell," ujar Aden.

Briella tertawa begitu mendengar ujaran sengit dari Aden. Apalagi jika melihat wajah Aden yang sudah kesal, makin menjadilah tawa Briella.

"Ada apa, Sayang? Apa ada yang terjadi di kantor?" tanya Briella.

"Nanti saja akan kuceritakan. Sekarang bersiaplah, akan kuajak kamu pergi," kata Aden.

Briella berdeham. Ia tidak langsung menjawab perkataan Aden. Sengaja mengulur waktu agar semakin lama. Melihat wajah masam Aden yang semakin tertekuk, Briella pun lekas memutuskan.

"Baiklah. Tunggu di sini sebentar. Aku akan berganti pakaian terlebih dahulu," kata Briella.

Aden pun mengangguk. Kini sorot matanya tampak berbeda. Senyum mulai sedikit mengembang di sudut bibirnya.

"Jangan lama-lama, Briel. Kau tahu, aku tidak suka menunggu," kata Aden.

"Iya, aku tahu. Tunggu dulu di sini ya," ujar Briella.

Setelah itu, Briella pun berlalu. Sekitar sepuluh menit kemudian, Briella berjalan menghampiri Aden. Dirinya sudah siap dengan balutan dress berwarna kuning cerah. Rambutnya yang panjang, ia gelung ke atas agar tidak gerah.

"Yuk berangkat!" seru Briella.

Menyaksikan tampilan Briella yang sangat segar dan cerah di mata, Aden langsung tersenyum. Sangat senang Aden bisa melihat tunangannya merias diri sesederhana itu.

"Kau seperti bunga matahari saja," kata Aden.

"Kenapa bisa mirip bunga matahari? Kau yang ada-ada saja," ujar Briella.

"Habisnya kuning-kuning begitu. Sudahlah, kita langsung berangkat saja," kata Aden.

Aden pun menggandeng tangan Briella. Mereka segera masuk ke dalam mobil. Setelahnya, Aden segera melajukan mobilnya ke jalanan.

"Kita mau ke mana?" tanya Briella.

"Taman pinggiran kota. Tempat kita biasa menghabiskan waktu senja bersama," jawab Aden.

"Tidak bosan ke sana?" tanya Briella.

Aden lantas menggeleng. Gelengan yang kuat ditunjukkan oleh Aden. Briella pun menekuk wajahnya. Cenderung masam dengan keputusan dari Aden.

"Apa kamu tidak suka kuajak ke sana?" tanya Aden.

"Siapa tahu saja kau sudah bosan," kata Briella.

Aden segera menghentikan laju mobilnya. Kini mereka berdua saling berdiam diri. Tak lama, Aden menoleh dan menatap pada Briella.

"Jangan memulai pertengkaran denganku, Briel. Mana mungkin aku bosan dengan tempat kita," kata Aden.

"Kau kan punya banyak pilihan lain. Mana mau terus-terusan setia di tempat yang sama," ujar Briella.

Aden berkeluh lalu mendengkus. Ditatapnya Briella dengan pandangan yang penuh. Aden jenuh melihat kelakuan Briella yang terus saja menuduhnya yang bukan-bukan.

"Mau kucium?" tanya Aden.

Briella tidak menjawab. Justru yang ada, dirinya hanya terpaku dalam posisinya menatap Aden. Tanpa menghabiskan banyak waktu lagi, Aden segera mendekatkan tubuhnya ke arah Briella.

Tangan Aden segera memegangi kedua pipi Briella. Didekatkannya wajah Briella ke arah wajahnya. Sekarang mereka sangat dekat. Bahkan embusan napas saja bisa dirasakan bersama.

Perlahan namun pasti, bibir mereka berdua saling bertemu. Aden mendaratkan ciumannya kepada Briella. Seketika itu pula, badan Briella terasa panas. Kedua pipinya merona merah.

"Aku tidak akan pernah bosan denganmu, Briel. Kau lah tunanganku. Kau yang akan jadi pengantinku kelak," kata Aden.

Aden menyudahi adegan mesranya bersama Briella. Seketika itu pula Briella langsung terdiam. Jantungnya berdegup saat menatap wajah Aden.

Karena tidak sanggup berlama-lama memandang Aden, Briella pun memalingkan pandangannya. Kini tatapannya tertuju lurus ke depan. Memperhatikan bias senja yang sudah semakin oranye.

"Kenapa kau palingkan wajahmu dariku, Briel? Apa kau tidak suka melihatku?" tanya Aden.

Briella menggeleng dengan keras. Gelengan dari kepalanya terasa kuat hingga membuat Aden mengernyit.

"Lantas kenapa?" tanya Aden.

"Jantungku. Jantungku berdegup tidak beraturan, Aden," kata Briella.

Briella lalu mengarahkan pandangannya kepada Aden. Sekarang mereka berdua saling bertatapan satu sama lainnya.

"Jangan membuat napasku tersengal lagi, Aden. Kau tahu aku membencinya," sambung Briella.

"Apa kau tidak bisa bernapas sekarang, Briel?" tanya Aden.

Briella tidak lekas menjawab pertanyaan Aden. Ia mencoba melatih pernapasannya dengan menghirup udara dan lalu mengeluarkannya. Setelah dirasa lancar, akhirnya Briella tersenyum ke arah Aden.

"Aku bisa bernapas. Terima kasih Tuhan tidak mengambil napasku," kata Briella.

Aden pun lantas tersenyum lega. Sebuah kecupan lembut dari Aden mendarat di kening Briella.

"Kita lanjutkan perjalanan kita ya, Briel," kata Aden.

Briella mengangguk. Setelah saling melempar senyum, Aden pun langsung berpaling. Dia memandang ke arah depan. Tak lama setelahnya, Aden segera melajukan mobilnya.

Tibalah mereka di taman pinggiran kota. Suasana senja yang temaram menambah syahdu momen di antara mereka. Briella melihat beberapa orang mengunjungi taman. Terasa ramai dan damai sekali.

"Apa kau bosan dengan tempat ini?" tanya Aden seolah menyindir Briella.

Dalam sekejap, senyum di bibir Briella langsung menghilang. Ia kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Aden.

"Tentu saja tidak. Bagaimana mungkin aku bosan saat tempat ini memberiku kenyamanan," kata Briella.

"Same here, Briella. Aku juga tidak akan bosan jika kau selalu memberikanku kehangatan," ujar Aden.

Briella pun tersipu. Mulutnya terbungkam untuk beberapa detik. Setelah memandang Aden, Briella pun kembali berceletuk.

"Sudahlah, jangan merayuku. Tidak ada jengahnya kau merayuku, Aden," kata Briella.

"Masih mending aku merayu tunanganku sendiri. Daripada aku merayu kekasih orang," ujar Aden membela diri.

Memang tidak salah apa yang dikatakan Aden. Karena itulah Briella tersenyum simpul. Rupa-rupanya Briella sudah sangat menyayangi Aden. Hingga ke dalam hatinya.

Sepanjang jalan setapak taman, Aden dan Briella saling bergandengan tangan. Walaupun tatapan mereka tak sama namun langkah kaki mereka senada.

Aden menghadap ke sisi kanan dan Briella memandang lurus ke depan. Mereka begitu menikmati suasana temaram di taman pinggiran kota. Hingga setelah lama berjalan, Briella akhirnya merasakan lelah.

Napasnya memburu dan tersengal. Sepertinya Briella sudah tidak kuat lagi untuk meneruskan langkahnya.

"Tunggu, Aden. Aku sudah tidak sanggup berjalan lagi," kata Briella.

"Kita duduk saja di sana, Briel. Sambil mengistirahatkan diri sejenak," ujar Aden.

Dia menunjuk ke arah bangku taman bercat hitam yang sudah luntur. Briella mengangguk untuk menyetujui ajakan Aden. Mereka berdua pun segera berjalan dan duduk di bangku taman.

Briella merogoh tas kecilnya. Ia mengambil handphone dan begitu terkejut melihat ada foto terbaru Aden. Jelas terpampang di sana Aden bersama sekretaris pribadinya.

Briella lekas menoleh kepada Aden. Lagi-lagi gosip foto terbaru yang diunggah di media sosial mengenai kabar Aden dan beberapa wanita yang dekat dengannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Takdir Cinta untuk Briella   Pembuktian Aden untuk Briella

    Setelah mendengar kata-kata Aden, Briella bisa bernapas lebih lega. Tadi yang semula dadanya sesak bagaikan terikat oleh ucapan Gietta, kini menjadi leluasa dan ringan.Memang Aden adalah laki-laki yang bisa menjaga diri Briella agar tetap tenang seperti semula. Meskipun kadang Aden dapat membuat Briella merasa ragu akan cintanya karena perbuatan Aden sendiri."Aku juga tidak percaya sepenuhnya kepadamu, Aden. Bukankah kamu ini yang selalu membuatku bimbang dengan ketulusan cintamu," kata Briella."Kamu ini bagaimana sih, Briel. Kita ini sudah bertunangan, tetapi kamu masih meragukan diriku," kata Aden, tidak kalah sengit dari kata-kata Briella."Lalu apa aku harus mempercayai semua ucapanmu itu, Aden?" tanya Briella."Kamu percaya boleh, tidak juga tak masalah. Tapi satu yang perlu kamu ingat, Briel. Bahwa aku telah memilih kamu sebagai pasanganku," kata Aden."Itu tidak ada hubungannya dengan perkara saat ini," ujar Briella.Aden lantas mengalihkan perhatiannya dari Briella. Tatapan

  • Takdir Cinta untuk Briella   Pengakuan Gietta

    Gietta hanya memasang senyum kaku setelah mendengar perkataan Briella. Terlihat dengan jelas bahwa saat ini teman lamanya itu sedang menunjukkan wajah yang kesal.Tetapi demikian, Gietta tidak tertawa untuk meluapkan perasaan puas yang dia rasakan. Kedua matanya masih tertuju ke Briella dan Aden secara bergantian."Aku tidak bermaksud untuk membuatmu jengkel, Briel. Tapi apa yang aku katakan memang benar, sekali-kali coba memahami Aden sebelum pasanganmu diambil perempuan lain," kata Gietta."Apa yang kamu bilang, Giet? Aku tidak ingin menentang kata-katamu. Apa yang kurang dariku, aku sudah mengerti Aden lebih dari yang kamu tahu, sudah bersabar untuk setiap kelakuannya," ujar Briella."Mungkinkah benar begitu? Ketika kulihat kamu dan Aden hampir setiap hari bertengkar karena masalah yang tidak terlalu penting," kata Gietta."Sebab aku ini jengkel, Giet. Kamu tahu tidak, kalau Aden ini terlalu menyepelekan perempuan-perempuan yang menyukai dia. Tentu semua gosip yang beredar tentang

  • Takdir Cinta untuk Briella   Menyambut Cinta

    Setelah mengetahui apa yang dikatakan Aden adalah agar dirinya dapat mempersiapkan diri, Briella membulatkan mata. Tidak menyangka sedikitpun bahwa akan ada masa di mana mereka berdua tidak dapat menghabiskan waktu bersama.Briella sama sekali tidak menduga bahwa Aden memilih untuk menyibukkan diri di kantor, ketimbang bersamanya. Karena itulah, saat ini Briella hampir tidak akan menerima alasan apapun yang akan diucapkan Aden padanya."Jadi begitu kamu sekarang, Aden. Kamu lebih memilih untuk tidak menyisakan sedikitpun waktu bersamaku," kata Briella."Bukan begitu, Briell. Aku mendapat tugas untuk memeriksa seluruh perkembangan di kantorku. Tidak mungkin aku mengabaikan urusan penting semacam ini," kata Aden, menjelaskan yang terjadi sesungguhnya kepada sang tunangan.Meskipun Briella sudah mendengar alasan yang dikatakan Aden adalah benar, tetap saja hati perempuan itu tidak mau menerima. Rasanya dia masih tidak terima jika jatah waktu untuk bersama sang kekasih menjadi berkurang.

  • Takdir Cinta untuk Briella   Rasa Abai Aden kepada Gietta

    Gietta mengangguk, tetapi dalam hatinya enggan untuk menggubris kata-kata Briella. Kedua matanya menjelajah ke seisi ruangan, seolah tidak bisa diam."Padahal aku sangat menantikan kedatangan Aden, Briel," kata Gietta."Kamu tunggu saja. Pasti nanti dia datang kemari," balas Briella.Gietta kemudian menunduk. Tangannya lekas menyodorkan sebungkus oleh-oleh yang sedari tadi dibawanya."Ini ada kue krim keju untukmu, Briel. Aku tadi sengaja mampir ke toko kue untuk membelikan ini," kata Gietta.Briella memandang ke arah bungkusan kue yang disodorkan Gietta. Tanpa banyak bicara, Briella pun lekas menerima bingkisan kue tersebut."Duduklah, Giet. Akan aku buatkan teh lemon untukmu," kata Briella.Gietta mengangguk setuju. Ia lantas duduk di sofa yang berada tidak jauh di belakangnya. Briella tersenyum, sesaat kemudian ia mulai berjalan menuju dapur.Ketika sampai di dapur, Briella membuka lemari pendingin dan mengambil racikan teh. Tangannya yang ramping dengan terampil meracik semua baha

  • Takdir Cinta untuk Briella   Belum Ingin Menikah

    Mata Sandera mengekor pada kepergian Briella yang langsung masuk ke dalam kamar. Sandera hanya bisa menghela dengan kasar. Masih saja anak gadisnya satu itu tidak terketuk hati untuk segera melangsungkan pernikahan.Sandera berdiri dan menyusul Briella. Setelah tiba di depan pintu kamar Briella yang tertutup, Sandera mengetuk pintunya."Bukakanlah, Briel. Jangan membantah mama seperti ini," kata Sandera setengah berteriak agar Briella mendengar.Sandera masih mengetuk pintu kamar Briella. Hingga beberapa menit berlalu, Briella pun terusik dan membuka pintu kamarnya."Mari kita bicara. Ada banyak hal yang perlu kita bicarakan berdua," ujar Sandera.Meskipun awalnya Briella keberatan dan ingin menolak ajakan mamanya, tetapi Sandera langsung menarik lengan Briella. Inilah yang membuat Briella tidak punya pilihan lain selain mengikuti kemauan mamanya.Sandera mengajak Briella untuk duduk di tepi ranjang. Meskipun tampaknya wajah Sandera sangat tegas dan terlihat seolah akan membicarakan h

  • Takdir Cinta untuk Briella   Rencana Sandera

    "Perihal nikahan kalian berdua," ucap Sandera.Sekejap saja Aden membelalakkan matanya. Tiada angin tak ada hujan, tiba-tiba Sandera menanyakan tentang pernikahan mereka.Wajar saja jika Aden kaget. Dia lantas menatap kaku ke arah Briella yang sama kagetnya dengan dirinya."Pernikahan kami, Ma?" tanya Briella."Ya. Nikahan kalian. Bagaimana? Apa sudah terencana?" tanya Sandera.Briella spontan langsung terdiam. Ia menoleh ke arah Aden dan menatap calon suaminya tersebut. Briella menggeleng pelan."Kami masih belum ada rencana ke sana, Tante," ucap Aden."Bagaimana bisa? Kalian kan sudah lama bertunangan. Masa iya belum merencanakan pernikahan sama sekali," kata Sandera.Aden langsung terdiam seketika. Bibirnya menutup rapat sama seperti Briella. Tampaknya Aden dan Briella sama sekali tidak menyangka jika Sandera akan menanyakan tentang hal ini."Kalau kalian belum merencanakannya, mari kita bicarakan. Kebetulan Mama ada waktu senggang untuk kalian," kata Sandera.Aden menggaruk kepala

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status