Nadya memandang ke arah pria yang dimaksud oleh Keisha dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia melihat saat ini Keisha tersenyum simpul saat memandang pria tampan itu mulai duduk di kursi yang berjarak tidak jauh dari mejanya. Seketika ada perasaan tidak rela saat sahabatnya ini memuja pria itu yang ternyata adalah Devan, mantan kekasihnya.Nadya terus menatap Devan. Hingga akhirnya tatapan mereka bertemu ketika secara tak sengaja, Devan menoleh ke arah tempat Nadya duduk.Devan tersenyum kala melihat Nadya yang ternyata juga ada di tempat yang sama dengan dirinya. Dia lalu beranjak dari kursi dan berjalan ke arah wanita cantik yang telah menghuni hatinya."Hai, Nad!" sapa Devan ramah ketika dia sudah sampai di meja Nadya."Hai, Mas!" balas Nadya menyapa Devan.Interaksi mereka berdua sontak membuat Keisha membulatkan matanya, apalagi saat ini Devan terlihat sangat ramah terhadap Nadya. Sikap Devan terlihat sangat jauh berbeda ketika bertemu dengan dirinya beberapa waktu yang lalu di
Devan sudah selesai berdiskusi dengan temannya ketika dia melihat Nadya dan Keisha masih ada di mejanya. Dia lalu mendekati wanita itu untuk berdiskusi tentang rencana kepergian mereka. “Nad! besok pagi kamu siap-siap, ya. Kita mulai melakukan perjalanan. Aku akan pesan tiket pesawat untuk besok dan aku akan menjemput di rumah kamu besok pagi,” ucap Devan saat dia sudah berada di meja Nadya. “Aku sekarang tinggal di apartemen, tidak tinggal di rumah orangtua lagi, Mas.” Nadya menjelaskan sambil melirik sekilas ke arah Keisha yang mencuri pandang ke arah Devan . Senyum mengembang dari bibir Devan, saat mengetahui kalau Nadya sudah tidak tinggal bersama dengan orangtuanya lagi. Dia sebenarnya malas kalau harus menjemput Nadya ke rumah orangtuanya dan bertemu dengan orangtua Nadya. Tapi, rupanya keberuntungan masih berpihak padanya karena ternyata Nadya sudah tinggal sendiri saat ini. “Aku akan info alamat apartemenku melalui pesan ya, Mas,” ujar Nadya yang diangguki oleh Devan. Pi
Mereka sampai di Hotel A tiga puluh menit kemudian. Devan dan Nadya berjalan menuju meja resepsionis, untuk meminta kunci kamar yang telah Doni pesan untuk mereka.“Mbak, saya mau kasih informasi kalau Pak Doni sudah memesan kamar atas nama Devan di hotel ini. Dan sekarang saya mau check in kamar yang sudah di pesan oleh beliau, ini kartu identitas saya,” ucap Devan. Dia lalu meletakkan kartu identitasnya di atas meja resepsionis itu.“Oh, Pak Devan. Kemarin memang Pak Doni telah memesan kamar paket bulan madu untuk Bapak dan Istri. Ini kunci kamarnya, Pak. Selamat menikmati fasilitas yang ada di hotel kami ini dan selamat berbulan madu,” tukas resepsionis itu dengan tersenyum ramah.Devan dan Nadya saling berpandangan. Mereka lalu tersenyum dan kemudian melangkahkan kaki ke kamar yang telah Doni pesan untuk mereka.Sesampainya di kamar, mereka kembali dikejutkan oleh suasana kamar yang terkesan romantis. Kamar itu dihiasi oleh beraneka macam bunga yang tersebar di lantai dan di atas
Devan dan Nadya kini telah tiba di rumah sakit X. Mereka langsung menuju ke customer service rumah sakit itu."Selamat siang, Mbak. Apa saya bisa bertemu dengan dokter Reza Wicaksana?" tanya Devan ramah."Dokter Reza Wicaksana diminta perbantuannya di puskesmas yang ada di salah satu kabupaten, Pak," jelas customer service tersebut.Devan dan Nadya saling berpandangan. Mereka tidak percaya bahwa Reza pindah ke tempat lain. Padahal sebelumnya mereka sudah berharap akan segera menemukan Amelia. Tapi, sekarang mereka sepertinya harus memulai dari awal lagi."Bisa minta alamat dokter Reza, Mbak?" Devan bertanya dengan tatapan penuh permohonan."Kalau boleh tahu, Bapak ini siapa?" tanya customer service itu memicingkan mata."Saya sepupunya. Kami sudah lama tidak bertemu. Dia sudah pindah dari alamatnya yang lama, jadi saya mencari dia kemari." Devan sedikit berbohong tentang identitasnya."Sebentar ya, Pak, saya tanyakan dulu ke atasan saya. Apakah bisa memberikan alamat dokter Reza?" Cus
"Ada apa, As?" tanya Devan saat dia menoleh ke arah sumber suara."Aku mau mengundang kalian untuk makan malam. Mudah-mudahan tidak mengganggu acara kalian, aku hanya ingin reuni dengan teman lama." Astuti menatap Devan dan Nadya bergantian. Dia berharap mereka menerima undangan makan malam darinya.Devan menatap Nadya dengan tatapan penuh tanya. Nadya hanya mengangkat kedua bahu seraya berucap perlahan, "Terserah."Devan sebenarnya ingin makan malam hanya berdua dengan Nadya. Tapi, dia merasa tidak enak kalau menolak tawaran Astuti. Apalagi tadi Astuti berkata, kalau undangannya itu merupakan reuni dengan teman lama."Ok. Jam berapa makan malamnya?" tanya Devan."Jam tujuh malam, bagaimana? lokasi restorannya nanti aku kirim, ya. Nomor telepon kamu masih sama, kan?" tanya Astuti memastikan."Iya. Masih sama," sahut Devan singkat.Nadya yang mendengar percakapan mereka, merasa tidak nyaman. Seketika dia menyesal menyebutkan kata terserah, ketika Devan menanyakan pendapatnya mengenai u
Devan mengarahkan wajahnya semakin dekat ke wajah Nadya. Dan Nadya saat ini memejamkan matanya, seolah dia menunggu Devan untuk semakin mendekat. Wajah Devan hanya berjarak beberapa sentimeter dari wajah Nadya, ketika tiba-tiba telepon genggam milik Nadya berdering.Nadya membuka matanya dan meringis kesal ketika dering telepon genggamnya menggagalkan niat mereka. Begitu juga dengan Devan yang terlihat kesal, karena niatnya untuk mencium Nadya gagal total akibat dering telepon itu.“Sial,” umpat Devan kesal.Nadya meraih telepon genggamnya yang dia letakkan di atas nakas. Dia melihat nama ayahnya terpampang di layar telepon genggamnya. Tidak perlu menunggu lama lagi, Nadya langsung mengangkat panggilan telepon itu.“Halo, Pa!” sapa Nadya.“Halo, Nad. Bagaimana, apa sudah ada kabar tentang adikmu?” tanya Indra di seberang sana.“Belum, Pa. Nanti kalau sudah ada kabar tentang Amelia aku akan langsung kabari Papa, ya,” sahut Nadya.“Ok, Papa tunggu. Oh ya, kamu sendiri di sana bagaimana?
“Suka?” tanya Devan saat mereka menikmati menu makan malam yang menggugah selera.“Iya, suka sekali. Terima kasih atas makan malam yang...” Nadya menghentikan ucapannya. Dia malu saat akan mengutarakannya, mengingat mereka bukan lagi sepasang kekasih.“Yang apa?” tanya Devan mengernyitkan dahinya. Dia bingung saat melihat Nadya tiba-tiba salah tingkah dan mengulum senyumnya.“Yang apa sih, Nad?” tanya Devan lagi. Dia semakin bingung karena Nadya belum mau bicara dan masih menggantung ucapannya tadi.“Yang romantis, Mas.” Nadya tertawa kecil saat mengucapkannya. “Ini Mas Devan memang pesan candle light dinner, ya?”Devan terkekeh saat mendengar ucapan Nadya dan raut wajah wanita itu yang kini merona. Dan hal itu membuat Devan ingin mengecup pipi Nadya, tapi dia urungkan niatnya itu karena status mereka saat ini yang bukan sepasang kekasih lagi.“Aku senang kalau kamu suka dengan makan malam ini,” ucap Devan. Dia tersenyum dan menatap wanita cantik yang sedang mengunyah makanan dengan
"Selama dua tahun ini kita tidak saling berhubungan, lalu Mas Devan ngapain aja?" tanya Nadya menatap wajah Devan dengan tatapan menyelidik."Aku kerja lah, Nad!" sahut Devan yang kini terkekeh melihat Nadya seperti seorang istri, yang tengah menginterogasi suaminya yang pulang terlambat."Bukan itu maksudku, Mas!" ucap Nadya gemas mendengar jawaban Devan."Lalu apa?" Devan bertanya di sela tawanya."Maksudku, selama dua tahun ini Mas Devan berhubungan sama siapa?" tanya Nadya mencoba santai. Dia tahu saat ini sepertinya Devan berusaha untuk menggodanya."Sama Doni," jawab Devan polos. Dia mengulum senyumnya dan menatap wajah Nadya lekat.Nadya seketika membulatkan matanya mendengar jawaban Devan yang asal."Mas, bukan itu maksudku! maksudku selama dua tahun ini Mas berhubungan sama cewek bukan Doni. Eh, tapi apa selama dua tahun ini orientasi Mas berubah?" Pertanyaan Nadya yang baru saja tercetus seketika membuat Devan tersedak."Uhuk...uhuk." Devan segera menepuk dadanya untuk mered