“Papa tahu darimana kalau Devan sudah menikah dan hidup berbahagia dengan istrinya?” tanya Nadya dengan tatapan menyelidik ke arah ayahnya.“Papa menyuruh orang untuk mengikuti gerak-gerik Devan. Dan hasilnya sudah jelas dia hanya ingin mempermainkan kamu saja. Selain mempermainkan kamu, dia ingin mengincar harta yang kamu miliki. Dan sudah jelas kalau David lebih baik dari pria yang selalu kamu puja itu.” Indra tersenyum mengejek seolah memberitahukan bahwa selama ini penilaian-nya terhadap Devan benar adanya.“Kalau begitu beritahu aku kapan pastinya Devan menikah dan menikah dengan siapa?” tanya Nadya lagi yang ingin mengetahui kebenaran dari ucapan ayahnya.“Mana Papa tahu siapa istrinya? dan menurut Papa itu tidak penting karena dia juga sudah putus sama kamu. Dia sendiri yang berkirim surat ke kamu dan memutuskan hubungan, lalu menikah dengan wanita lain, bukan?” Indra menatap anaknya dengan senyum penuh kemenangan.Sedangkan Nadya, menatap ayahnya dengan tatapan penuh kecurigaa
“Mau kemana kamu?” tanya Indra saat dilihatnya Nadya yang bersiap akan pergi setelah bercengkrama dengan ibunya.“Pulang, nanti aku kemari lagi,” ucap Nadya. Dia lalu meraih kopernya, kemudian melangkah ke arah pintu. Namun, saat akan membuka handle pintu, tampak pintu itu terbuka dari luar dan menampilkan sosok pria yang berperawakan tinggi tegap dan memiliki sorot mata yang tajam.“Hai, Nad!” sapa pria itu sopan.Nadya seketika merotasi matanya malas, kala tatapannya bertemu dengan pria yang sangat tidak dia harapkan kedatangannya.“Hai, mau bertemu Papa? Itu Papa sedang duduk di sofa,” ucap Nadya. Dia lalu menunjuk Indra dengan dagunya.“Tidak, aku kesini mau ketemu sama kamu. Cukup lama juga kita tidak bertemu,” sahut pria itu yang membuat Nadya tiba-tiba merasa mual.“Tapi, aku mau pulang, mau istirahat. Aku baru saja pulang dari Yogyakarta, jadi aku lelah.” Nadya kemudian melangkah keluar melewati pria itu.Pria itu kemudian berusaha untuk mensejajarkan langkah Nadya. Dia mengik
Nadya termenung di dalam taksi yang membawa dia kembali ke apartemennya. Hari ini merupakan hari yang penuh kejutan untuknya. Pertama, dia mengetahui alasan ayahnya menjodohkan dirinya dengan David, yang ternyata adalah sebuah kesepakatan bisnis antara ayahnya dan keluarga David. Dia sangat kecewa dengan ayahnya yang menjadikan dirinya sebuah alat tukar dari saham yang diinvestasikan perusahaan David di perusahaan ayahnya. Kedua, dia berkenalan dengan seseorang yang sangat mirip dengan kekasihnya, Devan. Kemiripannya itulah yang membuat mereka pernah ditangkap oleh sekelompok orang, saat mereka sedang mencari keberadaan Amelia. Mereka ditangkap karena Devan sangat mirip dengan orang yang mereka cari, yang mereka dengar bernama Kayden. Dan kini dia bertemu bahkan berkenalan dengan orang yang bernama Kayden itu, yang ternyata memang sangat mirip dengan Devan.Nadya menghela napas, menyadari kebodohannya yang tidak bertukar nomor telepon dengan Kayden. Bukannya dia ingin mengenal lebih j
“Halo, Mas.” Nadya menyapa sambil menaikkan handuk yang membungkus tubuh rampingnya.“Halo, kamu lagi ngapain itu, Nad?” tanya Devan yang seketika mengernyitkan keningnya, kala melihat Nadya yang bergerak-gerak sambil menaikkan handuk yang dipakainya.“Aku baru saja mandi. Dan tadi waktu Mas telepon, aku masih di kamar mandi. Saat aku akan mengangkat teleponnya, sudah Mas tutup.” Nadya tersipu-sipu ketika dilihatnya Devan hanya diam, tapi matanya tertuju pada handuk Nadya.“Mas! ngapain sih bengong gitu?” tanya Nadya yang langsung menutup layar telepon genggamnya dengan telapak tangannya.Devan seketika tertawa melihat ulah Nadya. Dia jadi rindu pada gadisnya itu, padahal baru beberapa jam tidak bertemu. Kebersamaan mereka selama di Yogyakarta membuatnya seperti ketergantungan pada wanita itu. Dia sepertinya tidak bisa jauh dari wanita cantik yang sudah sukses mencuri hatinya.“Aku terkesima dengan handuk kamu, Nad.” Devan terkekeh kala melihat mata Nadya seketika membulat ketika dia
“Kamu mau ajak aku kencan kemana, Mas?” tanya Nadya yang kini bergelayut mesra di pelukan Devan. Matanya menatap manik mata Devan yang sedang menatap dirinya dengan tatapan mendamba. “Aku mau ajak kamu nonton. Tapi, sebelumnya aku akan ajak kamu makan malam terlebih dahulu di restoran yang tidak jauh dari gedung bioskop,” sahut Devan. Dia lalu mengecupi bibir ranum milik Nadya dengan lembut. “Ya sudah sekarang saja kita jalannya, yuk!” ajak Nadya, yang tiba-tiba mencium pipi Devan. “Katanya mau jalan sekarang, tapi kalau mencium terus begini kapan kita jalannya?” ucap Devan tersenyum ketika melihat wajah Nadya yang merona. “Habis kamu dari tadi mengecupi bibir aku terus. Jadi aku juga ingin mencium kamu,” sahut Nadya tekekeh. Devan ikut terkekeh mendengar pengakuan Nadya. Dia kemudian mengangkat tubuh Nadya untuk turun dari pangkuannya. Lalu mereka keluar dari unit apartemen dan menuju lift yang akan membawa mereka turun ke lobby. Mereka kemudian berjalan sambil bergandengan tanga
Mereka sudah tiba kembali di apartemen Nadya ketika waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Nadya bergelayut manja di lengan Devan. Dan ketika mereka berjalan menuju lift, seorang security menghampiri mereka sambil membawa sesuatu di tangannya.“Ibu Nadya! tunggu dulu, Bu!” panggil security apartemen ketika melihat Nadya akan masuk ke dalam lift.Nadya kemudian menoleh ke arah sumber suara. Dan dilihatnya security apartemen tergopoh-gopoh menghampirinya.“Ada apa, Pak?” tanya Nadya kebingungan.“Tadi sekitar jam tujuh, ada seorang pria yang menitipkan ini pada saya, dan meminta saya untuk menyerahkannya kepada Ibu.” Security itu kemudian menyerahkan bingkisan yang ada di tangannya kepada Nadya.“Terima kasih, Pak,” tukas Nadya, lalu menganggukkan kepalanya dan tersenyum ramah.“Sama-sama, Bu.” Security itu kemudian undur diri dan berlalu dari hadapan Nadya. Kini Nadya tengah kebingungan menerka siapa pengirim bingkisan tersebut. Dia melihat di sekeliling bingkisan itu, tapi tidak dia t
“Kamu serius?” tanya Devan memastikan. Dia lalu membawa Nadya ke atas pangkuannya dan memeluk erat tubuh gadisnya itu.Nadya menganggukkan kepalanya, “Iya, hingga aku merasa aman dan tidak ada orang yang berusaha untuk meneror aku lagi.”“Ok, kalau begitu besok kamu bawa barang-barang kamu yang penting saja dulu. Seandainya nanti ada yang kurang, kita akan ambil lagi kesini,” tukas Devan.Devan merasa kalau ada pihak lain yang sengaja membuat Nadya ketakutan dan merasa tidak nyaman, sehingga menerornya dengan mengirimkan bunga yang sudah layu. Seketika dirinya teringat kalau tadi Nadya bilang, hari ini dia bertemu dengan seseorang yang bernama Kayden. Lalu apakah ada hubungannya pertemuan itu dengan pengiriman bunga yang sudah layu?“Nad!” panggil Devan yang seketika membuat gadis itu mendongakkan kepala ke arahnya.“Ya,” jawab gadis itu.“Tadi kamu bilang kalau hari ini, kamu bertemu dengan seseorang yang bernama Kayden. Bisa ceritakan kronologis pertemuan kamu dengan dia?” tanya Dev
"Hari ini kamu sudah mulai kembali ke kantor?" Devan menatap manik mata kekasihnya dengan lekat.Nadya menganggukkan kepalanya. Dia sibuk menyiapkan sarapan untuk mereka berdua."Tolong taruh piring ini di meja makan, Mas. Aku buatkan sarapan kesukaan kamu nih," ujar Nadya sambil tersenyum."Terima kasih ya, Sayang." Devan mengecup pipi kanan Nadya setelah dia meletakkan piring di atas meja."Kamu sendiri sudah masuk kantor hari ini?" tanya Nadya ketika dia menikmati sarapannya."Sudah, tapi agak siangan. Rencananya aku akan mengantarmu ke kantor dulu dan membawa barang-barang kamu ke apartemenku. Setelah itu, aku kembali ke apartemen kamu dengan naik taksi untuk mengambil mobil kamu, dan menaruh mobil kamu di apartemenku. Setelah itu baru aku ke kantor."Nadya tergelak ketika mendengar rencana Devan yang sangat rinci. Jadi terkesan seperti buang-buang waktu."Nggak usah gitu, Mas. Kasihan nanti Mas Devan bolak-balik. Nanti aku suruh sopir kantor untuk mengambil mobil di apartemen. J