Share

The Wedding

“Apakah arti dari sebuah pertemuan ulang? Apakah ini sebuah kesempatan untuk memperbaiki semuanya?”

"Sial mengganggu saja!" umpat Edric yang sesenti lagi bisa meraup bibir mungil Rossie. Tangan kekarnya merogoh ponsel yang tertaut di saku celana dan menerima panggilan itu. 

Rossie mengembuskan napas lega. Siapapun yang menghubungi Edric, ia sungguh berterima kasih. Sedari tadi pria itu tidak membiarkan Rossie untuk menyampaikan maksudnya. 

"Babe, aku harus terbang ke Vegas sekarang. Lagi ada masalah di Delight Demon. Lusa kita akan bertemu, kenakan gaun yang nanti akan kukirimkan, bersiaplah untuk memuaskanku," ucapnya sambil melepaskan kecupan tipis di bibir Rossie.

"Edric tapi ada yang---." Pria itu tidak menghiraukan ucapan Rossie. Ia terus berjalan menjauh hingga bayangannya tak terlihat. 

Akhir-akhir ini memang Edric sering bepergian, bisnis casino-nya sedang mengalami masalah. Sehingga ia harus turun tangan langsung. 

"Ish susah banget buat ngomong pu tus!" ucap Rossie sambil memasangkan kembali tautan tali pada gaunnya. Kali ini Edric memilihkan gaun dengan detail yang memperlihatkan keseluruhan punggungnya hingga ke pinggang. Bagian depan terbelah sampai ke pusarnya. Meskipun ia menyukai pakaian seksi, tapi gaun pilihan Edric, membuatnya terlihat nyaris telanjang. 

***

"Mom, ini tehnya." Kris memberikan secangkir teh kamomil kepada sang Mertua, sudah sejak pagi perutnya terasa begah. 

"Thank you, Kris," ucap Granny sambil menyesap tehnya hingga separuh. Rasa hangatnya terasa nyaman begitu mencapai lambung. 

"Tidak disangka kita bisa bertemu dengan Rossie lagi ya Kris. Dia wanita yang baik, aku rasa sangat cocok dengan kepribadian Chan," ujar Granny sambil menelan tegukan teh berikutnya. 

Kris menghela napas ringan, ia juga sangat menyukai Rossie. Chan dan Rossie terlihat serasi untuk satu sama lain. Insting seorang ibu berkata demikian. Pun ia sangat menyayangkan hubungan keduanya harus berakhir.

"Mom, gimana kalau kita jodohkan mereka berdua?" usul Kris.

"Kamu kan tau putramu itu sangat anti dengan yang namanya perjodohan. Pasti dia akan menolaknya." 

Kris mendekati ibu mertuanya, berbisik lirih di salah satu telinga. "Mom, kita pakai rencana lain." 

Granny terkikik lirih dengan beberapa rencana dari Kris. Tanpa berpikir dua kali, ia pun sangat menyetujui ide yang disampaikan oleh menantunya itu. 

***

Otot bisep tercetak jelas saat kedua dumbel itu mencapai bahu Chan. Sudah tiga tahun terakhir ini, ia rajin bermain dengan alat-alat fitnes. Tidak heran pahatan pada ototnya cukup menarik mata kaum hawa. 

Kris membawakan segelas jus jeruk untuk menghilangkan dahaga sang putra. "Nih minumannya." 

"Thank you, Mom," ucap Chan sambil meneguk jus jeruknya hingga separuh. Rasa dingin itu menjalar melewati kerongkongan, jus jeruk memang pilihan yang tepat usai berolahraga. 

"Rossie terlihat cantik ya, Mommy baru tahu kalau dia model, ambassador brand terkenal lagi," ucap Kris sambil membalikan lembaran majalah yang menampilkan paras Rossie.

Chan menyeka keringat yang membasahi keningnya, sedikit terheran. Sejak kapan sang Ibu tertarik dengan majalah fashion? Ah, lebih tepatnya tertarik pada Rossie. 

"Lihat nih, cantik banget ya? Andai bisa punya putri semenyenangkan Rossie." 

Jus jeruk itu terasa menyangkut di kerongkongan Chan, membuatnya tersedak. "Mam, apa selama ini aku kurang menyenangkan?" protesnya.

"Bukan begitu, kau sangat menyenangkan, my lovely son. Tapi ada rasa yang berbeda saat bersama seorang putri. Tentu kamu tidak mau menghabiskan waktu, untuk shopping, manicure pedicure, dan spa bareng Mommy kan?"

Chan hanya tersenyum masam. Ia memang masih sangat mencintai Rossie, tetapi kepergiannya yang seakan membuang Chan meninggalkan sedikit luka di hati. 

Tidak mungkin sang ibu tertarik hanya karena wajah cantiknya. Yah, tidak dipungkiri kalau wanita itu memang cantik. Tetapi dari sekian banyaknya wanita cantik di Beverly Hills, kenapa harus Rossie? 

***

Rossie memilin surai blonde-nya, sambil menikmati smoothies di balkon apartemen. Beverly Hills masih menawarkan pemandangan yang sama, gedung menjulang dan beberapa pohon palem yang tertata di sepanjang jalan. Hembusan angin sepoi- sepoi menyibakkan rambut terurainya, hingga memperlihatkan lekuk tubuh yang hanya berbalut lingerie transparan itu.

Dret... dret...dret …

Siapa yang mengganggu hari liburnya?! Dengan malas, Rossie meraih ponsel yang tergeletak bebas diatas meja kaca. 

Mam Kris_ : Sweetie, nanti malam Chan jemput kamu ya. Kita bersenang-senang di wedding party Thomas. 

Raut masam kini berganti dengan senyum merekah. Kehadiran Kris sedikit mengobati rasa rindu terhadap keluarganya. Sang Ayah dan Hugo kini menetap di Roma, karena pekerjaan. Hanya sesekali saja mereka bersua, tentu kasih sayang seorang lelaki dengan wanita terasa perbedaannya. Ah, tiba-tiba Rossie sangat merindukan mendiang ibunya. 

***

Chan berdiri disebelah mercedes benz G65, menunggu Rossie yang tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Ia sangat membenci orang yang tidak on time. Baginya waktu adalah uang, terlambat sedetik saja sudah berpengaruh pada profit perusahaan.. 

Chan kembali melirik waktu, di arloji yang melilit tangannya. Malam itu dua wanita kesayangannya meminta untuk menjemput Rossie, dan seperti biasa dia tidak bisa bilang tidak kepada dua bidadarinya itu. 

Tidak lama kemudian, Rossie berjalan keluar dari lobby apartment dengan balutan dress midi berwarna biru muda tanpa lengan, senada dengan blazer yang dikenakan oleh Chan, menyesuaikan dress code yang sudah ditentukan. 

"Sorry, lama ya," ucap Rossie meringis yang tidak diperdulikan oleh Chan. Pria itu langsung menuju kursi kemudi, sementara Rossie terlihat susah payah untuk mencapai kursi samping kemudi. 

Chan melirik ke arah Rossie, malam ini wanita itu terlihat sangat anggun, riasannya juga tipis. Hanya cutting di bagian dadanya sedikit terbuka, memperlihatkan belahan padat yang mengintip. Ia sebenarnya ingin memprotes, tetapi itu bukan haknya. 

Setengah perjalanan, mereka berada dalam keheningan. Chan yang fokus dengan kemudinya, dan Rossie yang sedang asyik membaca beberapa comment di media sosialnya. Sambil memasukkan lima butir almond panggang ke dalam mulut. Mengunyahnya untuk menunda rasa lapar yang sudah terasa. Ya, Rossie adalah model yang sangat ketat dengan jadwal makan, ia harus mempertahankan bentuk tubuhnya yang ramping. Itulah salah satu cara agar tetap bisa eksis di dunia modeling. 

"Kamu apa kabar?" Rossie mencoba memecah keheningan diantara mereka. 

"Baik," jawab Chan singkat, padat dan jelas. 

Pria itu sangat irit berbicara, sepertinya hanya akan mengeluarkan kata-kata saat dibutuhkan saja. Ah, lagipula buat apa banyak bicara dengannya, toh mereka juga tidak ada urusan, pikir Rossie.

"Maaf untuk kejadian lima tahun yang lalu,” ucap Rossie tiba-tiba. 

Chan tidak menjawab, bukan maaf yang diharapkan, melainkan sebuah penjelasan. 

Tidak mendapatkan jawaban dari Chan, Rossie terus menggerus almond panggangnya hingga remuk. 

“Kamu tidak mengingat apa pun?” tanya Chan sedikit ragu. 

“Mengingat tentang apa?” Rossie berbalik meleparkan tanya. 

“Ah… sudahlah lupakan,” sambung Chan. 

Chan melirik ke arah Rossie, wanita itu sungguh sudah tumbuh menjadi dewasa. Lima tahun yang lalu ia hanya bisa menundukkan wajahnya, tanpa berani mengucap sepatah kata pun. Sekarang, wanita itu sudah lebih percaya diri.

Membutuhkan 40 menit perjalanan, Chan dan Rossie tiba di sebuah Hotel, dimana pesta pernikahan Thomas akan digelar. Bangunan tinggi yang menjulang itu mengadopsi arsitektur mewah khas Hollywood. Cahaya lampu yang memantul menambah keindahan disana.

Tampak mobil mewah berderet mengantri untuk di vallet kan. Beberapa tamu undangan yang datang tampil dengan pakaian formal yang elegant, khas kalangan atas. Untung saja Rossie tidak salah kostum, midi dress yang ia kenakan terlihat simple, dipadukan dengan kalung mutiara dan tas tangan merk ternama favoritnya. Membuat penampilan Rossie terlihat classy dan tidak berlebihan. 

Melihat Rossie yang kesusahan untuk menggapai tanah, Chan berinisiatif untuk membukakan pintu untuknya. Mengulurkan tangan dan membantunya turun dari mobil. Pijakan mobil Chan memang cukup tinggi, lumayan bersusah payah untuk bisa memijakkan kakinya ke tanah. 

Keduanya memasuki ballroom dengan dekorasi megah bernuansa biru. Terpasang beberapa chandelier yang kilaunya seperti bintang diatas langit. Jangan lupakan bunga mawar biru yang menjadi center piece di setiap meja yang sudah tertata apik. Sungguh sangat indah. 

Disaat Rossie mengagumi keindahan dekorasi malam itu, beberapa pasang mata justru tertarik padanya dan Chan. Seperti sepasang kekasih yang menghadiri pesta pernikahan bersama. Tubuhnya yang kecil dan tinggi, terlihat cocok bersanding dengan Chan yang berperawakan tinggi besar. Sangat serasi.

Kris menghampiri keduanya, melayangkan kecupan di pipi kanan dan kiri Rossie. "Sayang, Granny udah nungguin disana." Tangannya menarik tangan Rossie, dan melemparkan tatapan ke arah sang Putra, "Thank you so much my lovelly son." Kris berlalu sambil menepuk lembut pipi kanan Chan.

Rossie pun berbaur bersama keluarga besar Chan sambil menikmati hidangan. Kris dan Granny memperlakukannya seperti putri sendiri, tidak ada kecanggungan yang tercipta.

"Rossie, Granny akan tinggal sementara di Beverly Hills selama satu bulan, mau liburan sebentar," terang Kris sambil memasukkan irisan salmon ke dalam mulut.

"Really? Wah Rossie bakal siap jadi tour guide granny di Beverly Hills. Banyak tempat indah disini," ucap Rossie sangat antusias. Kebetulan jadwal kegiatannya bulan ini tidak terlalu padat. 

"Ah, wanita tua ini hanya akan merepotkanmu nantinya," ucap Granny sambil mengusap punggung tangan Rossie. 

"Tentu tidak, akan menyenangkan kalau bisa liburan bareng mommy dan granny." Rossie pun membalas dengan usapan di tangan wanita lanjut usia itu.

Chan memperhatikan tiga wanita berbeda generasi itu dari jauh, sambil sesekali menyesap cocktailnya. Mereka masih terlihat cukup akrab setelah tidak bersua selama lima tahun lamanya.

***

Rossie sedikit menyisir rambutnya dengan jari setelah keluar dari toilet. Seorang pelayan yang membawa nampan berisi red wine, berjalan dari arah berlawanan dengan langkah terburu-buru. 

PYARRR!!!

Warna merah itu melumuri bagian dada baju biru Rossie, tercetak dengan sangat jelas. Tentu tidak mudah untuk membersihkan nodanya. 

"Ma-maafkan saya nyonya tadi saya buru-buru." Berkali-kali waitress itu mengucap kata maaf dan menundukkan kepalanya. Merasa sangat bersalah atas keteledorannya. 

"Rossie! Kau tidak apa-apa?" Suara Chan terdengar dari kejauhan dan menghampirinya. 

"Ma-maafkan saya tuan." Sekali lagi waitress itu mengucap maaf, ia terlihat begitu ketakutan. Tak jarang rekan seprofesinya kehilangan pekerjaan karena keteledoran semacam itu. 

"Sudahlah, bersihkan saja pecahan gelas ini," pinta Chan pada waitress itu, sambil menarik tubuh Rossie ke dalam restroom. Tempat yang biasanya digunakan untuk mengganti popok bayi. 

Wine itu membasahi sebagian dada putih Rossie. Chan menarik tisu dan meminta Rossie untuk membersihkannya. 

"Ah, ini susah diilanginnya." Rossie masih berusaha menghilangkan noda itu dengan tisu yang sudah dibasahi. 

Tiba-tiba Chan melepaskan blazernya, membuat Rossie sedikit berteriak,"Hey! Kamu mau ngapain?! Dasar pria mesum!"

Chan menyampirkan blazernya di punggung Rossie. "Menurutmu? Pake ini buat nutupin noda di baju kamu. Aku antar pulang," ucapnya sambil beranjak meninggalkan Rossie.

Seketika wajah Rossie memerah seperti tomat. Astaga apa yang sudah dikatakannya? Ia menundukkan wajah dan berjalan mengikuti Chan yang sudah mendahuluinya. 

Chan memperhatikan blazernya yang terlihat kebesaran di tubuh Rossie. Yah, tubuh Chan memang dua kali lebih besar dari tubuh wanita itu. 

Pria itu meraih tangan Rossie, meletakkannya di atas kerah blazer. Sementara tangan kirinya memegang sisi kerah yang lain. Menggerakkannya menjadi rapat, hingga bagian dada Rossie tertutup penuh. "Kenakan dengan benar, nodanya masih terlihat dengan jelas."

Mungkin ini terkesan sangat percaya diri, tapi sungguh ingin diyakini oleh Rossie. Bahwa pria itu cukup perhatian kepadanya.

***

    "Dari mana kamu?" ucap Edric yang sedang duduk di sofa, membuat Rossie cukup terkejut. 

    "E-Edric bukankah kamu di Vegas?"

    "Babe, Las Vegas kesini hanya 1 jam dengan pesawat, dan aku bisa menempuh lebih cepat dengan helikopter." 

    Edric beranjak dari duduknya, dan mendekati Rossie. Ia menyingkirkan surai blonde yang menutupi sebagian leher jenjang Roossie. Kemudian mengendus aroma wangi perpaduan tuberose dan honeysuckle. 

    "Kenapa kamu pakai parfum ini?" tanya Edric sambil melemparkan tatapan elang yang sangat mengintimidasi. 

    "Edric hentikan!" pekik Rossie, membuat pria itu tersentak dan meluruskan tubuhnya.

    "Tidak bisakah aku menggunakan sesuatu yang aku mau? Sesuatu yang aku suka?!"

    "Tentu saja tidak. Kamu milikku! Jadi harus mengikuti semua yang aku mau!"

    "STOP! I'M NOT YOUR DOLL!!!" 

    Edric mencengkeram bahu Rossie kemudian mendorongnya hingga membentur tembok. Menatapnya tajam dengan rahang yang mengeras. 

    "Aku sudah memberikan semuanya kepadamu dan keluargamu, beginikah balasannya? Bukankah seharusnya kau menjadi Rossie yang manis?!" ucap Edric dengan nada lirih penuh tekanan. 

    Rossie membeku, seketika tubuhnya terasa kaku, seperti terhipnotis oleh tatapan Edric. Dia benar-benar sudah terjebak dalam hubungan beracun itu. 

 TO BE CONTINUED….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status