Bersamaan dengan kejadian pembunuhan yang dilakukan oleh Gilangvpada jam yang sama, Elvira, Amelia dan Ervan serta Cindy teman Amelia telah berada di kantor pejabat pembuat akta tanah yang di singkat PPAT atau dengan bahasa kerennya, Notaris. Mereka tengah menunggu pembeli rumah Aprilia untuk melakukan transaksi jual beli. Dan mereka menunggu di ruang notaris Tuti Sasongko. Tak lama kemudian... “Selamat siang,” sapa Rifai yang datang bersama kedua orang tuanya. “Siang, dengan Pak Rifai?” tanya salah seorang staf Notaris. “Iya benar,” jawabnya. “Silakan Pak, penjual telah berada di ruang kerja Bu Notaris.” Seorang staf di kantor itu mempersilakan Rifai untuk ke ruang kerja Tuti Sasongko selaku Notaris. Sedangkan kedua orang tua Rifai menunggu di ruang tunggu untuk tamu yang akan menemui Notaris. Tok ... Tok ... “Siang Bu ... pembelinya sudah datang,” lapor staf notaris tersebut. “Silakan Pak Rifai,” sambut Tuti Sasongko. Saat Tuti Sasongko menyebut nama Rifai, mereka berempat
Usai Rifai bertemu dengan Amelia di kantor Notaris. Ia pun memberitahu pada Amelia, kalau mama dan papanya ikut juga ke kantor Notaris tersebut. Mendengar mama dan papa mertuanya ada disana, membuat Amelia yang memang sudah dianggap menjadi putri mereka pun, izin untuk menemui kedua orang mertuanya. Rifai juga menyertai langkah Amelia menuju ruang tunggu untuk tamu. “Maa..., Paa...,” sapa Amelia kala masuk ke ruang tunggu. “Amelia, putriku..., maafkan kami, maafkan Fai, sayang...,” ucap Rafika, mama Rifai yang membuka tangannya untuk memeluk Amelia. “Maafkan Amel, Maa...,” isak Amelia dalam pelukan Rafika yang mengelus kepalanya. “Pulanglah, sayang. Kami rindu kehadiran kamu di rumah. Rindu perhatian kamu yang tiap hari menyiapkan sarapan untuk kami dan rindu pada kedua malaikat kecil, kamu,” bisik Rafika dalam pelukan Amelia. Setelah itu, Amelia pun memeluk papa mertuanya dan mereka saling memaafkan satu dan lainnya. Lalu, Rifai pun berbicara pada kedua orang tuanya. “Pa, Ma...
Berita tentang pembunuhan yang dilakukan oleh Gilang, menjadi berita menarik dari beberapa televisi swasta. Bahkan, nama Elvira terus disebut dalam pengembangan kasus tersebut. Nama Amelia dan Ervan sebagai saudara kandung dari Elvira pun dicari oleh media elektronik. Baik Ervan dan Amelia menutup semua keterangan yang bisa diberitakan oleh media elektronik tersebut. Namun, namanya wartawan, ia akan tetap menunggu keterangan dari keluarga Elvira. Seperti saat ini, ada tiga media yang masih menunggu kehadiran Elvira terkait dengan kejahatan Zuraida dengan menahan 7 orang lelaki yang memperkosa Gempita. Di dalam rumah, Amelia yang merasa terganggu dengan keberadaan wartawan dari beberapa media menghubungi Rifai yang berada di kantornya, pada saat jam baru menunjukkan pukul 10 pagi. “Mas Fai, gimana ini? Ada beberapa media dan wartawan di depan rumah. Aku jadi nggak enak sama beberapa tetangga,” ujar Amelia dalam sambungan telepon. “Abaikan saja, lama-lama mereka juga bosan sendiri. I
Tepat di hari kesepuluh, sejak peristiwa pembunuhan atas diri Zuraida, Irwan pun berpamitan pada Larasati istrinya, yang sejak beberapa hari terus berdoa agar sang suami tidak bisa menemukan keberadaan Elvira. “Sati, keputusanku sudah fix untuk mencari wanita itu,” ucap Irwan saat mereka berada di kamar. “Lalu, kalau udah ketemu, Mas mau menikahinya?” tanya Larasati menelan salivanya dan memandang tajam pada Irwan. “Waktu itu aku berjanji sama dia untuk mengambil anaknya, kalau dia hamil. Mungkin, aku akan memberikan dia kompensasi atas kehamilannya.” Terlihat raut wajah Larasati memancarkan kebahagiaan kala Irwan mengatakan hal yang ingin ia dengar. Dalam hatinya pun bergumam, ‘Syukurlah, suamiku tidak minta untuk menikahi pelacur itu.’ “Sati, gimana menurut pendapatmu?” tanya Irwan menyelidiki raut bahagia pada wajah Larasati. “Aku setuju! Uhm, aku rasa wanita seperti itu juga tidak akan mau direpotkan untuk mengurus anak. Aku yakin, dia akan menerima tawaran itu,” ungkap Laras
Pertemuan antara Irwan dan Gilang terjadi kurang dari 5 menit. Terlihat lelaki tampan itu berdiri dan membalikkan tubuhnya ke pintu keluar tanpa berkata sepatah kata pun. Sampai akhirnya, Gilang berkata padanya. “Bos, jangan cari Elvira kalau hanya untuk mengambil anaknya,” ucap Gilang menatap punggung Irwan saat lelaki itu telah berada di pintu keluar. “Apa pedulimu?” tanya Irwan menoleh kearah Gilang. “Nikahi wanita itu bos. Setahu saya, hanya bos aja lelaki yang tidur dengannya. Tolong, sampaikan permohonan maaf saya pada Vira,” lirih ucap Gilang. Tanpa menjawab ucapan Gilang, lelaki tampan itu pun menarik gagang pintu dan keluar dari ruangan tersebut. Meninggalkan Gilang yang terduduk dengan tangan diborgol dan menangis sesenggukan kala teringat pada Elvira yang menghilang. “Udah selesai? Cepat amat.” Reza tersenyum samar pada sahabatnya yang hanya menganggukkan kepalanya dan mengajak keluar dari rumah tahanan tersebut. Lalu, mereka pun berjalan menuju tempat parkir. Kaca mat
“Za! Antar aku ke Bandara aja. Sepertinya aku balik aja. Gimana cara aku mencari seseorang di kota Jakarta yang besar ini?” tanya Irwan, saat mobil tengah kembali jalan, usai mereka santap malam. “Kamu yakin mau balik sekarang? Apa nggak minta keterangan dari Gempita adiknya Gilang? Bukannya si Vira katanya lebih dekat dengan sama Gempita?” tanya Reza menatap wajah Irwan yang masih tampak murung. “Kayaknya sih, jawabannya sama aja. Soalnya kalau aku pikir, Vira itu tipe orang yang bisa memimpin. Maklum, mungkin karena anak nomor satu jadinya terbiasa membuat keputusan sendiri. Apalagi, menyangkut aib dan beberapa nama yang harus dia jaga. Kalaupun aku harus lapor dan minta bantuan polisi, korelasinya apa? Vira kan bukan apa-apanya aku, ” ungkap Irwan setelah berpikir sepanjang pertemuannya dengan Amelia. “Iya juga sih. Keluarganya juga nggak berani lapor orang hilang. Apalagi Vira dicari polisi agar semua kejahatan muncikari itu terungkap. Ya udah sekarang aku antar ke Bandara saja,
Satu bulan pun berlalu, Elvira yang kini menetap pada sebuah Apartemen di kawasan Darmo akhirnya memutuskan untuk menghubungi Amelia pada hari minggu pagi, setelah selama sebulan full ia memantau kasus Zuraida dan kasus tersebut akhirnya pun tenggelam oleh kasus-kasus lain yang bermunculan.Namun saat ia menghubungi Amelia, berulang kali sambungan teleponnya diputus oleh Amelia. Sesaat Elvira terdiam. Lalu, dengan tersenyum kecut wanita hamil itu, bergumam pada dirinya sendiri, “Pantas aja, teleponku nggak dijawab. Aku kan, pakai nomor baru.”Elvira yang kini tubuhnya semakin berisi karena kehamilannya yang telah berjalan 5 bulan, mengirimkan pesan pada adik bungsunya, usai beberapa kali panggilan teleponnya tidak jawab. Setidaknya hal itu akan membuat adiknya akan menghubungi dirinya.[Pesan keluar Elvira : Mel, ini Kak Vira. Angkat teleponnya]Sedetik kemudian, ponsel Elvira berdering. panggilan masuk dari Amelia membuat perasaan dan hati Elvira berkecamuk. Ada rasa rindu yang t
Usai menerima telepon dari Rifai, lelaki tampan itu langsung meninggalkan meja makan tanpa meneruskan makanannya. Larasati yang mendengar suaminya berbicara tentang Elvira, hatinya terasa seperti teriris sembilu. Ia tak menduga, kalau berita tentang Elvira yang disampaikan oleh seseorang atas perintah suaminya lewat telepon membuat Irwan meninggalkan makanannya.Padahal, sejak tak ada kabar tentang Elvira selama satu bulan, kehidupan rumah tangganya yang dalam masa pemulihan usai prahara yang cukup lama, Irwan tampak berusaha memperbaiki kerenggangan hubungan mereka. Hal itu terbukti saat mereka melakukan hubungan intim, Irwan tidak menyebut nama Elvira lagi, walaupun, baru dalam satu minggu terakhir. Dan hal ini jelas akan mengganggu hubungan mereka lagi. “Mas, makannya dihabiskan,” pinta Larasati. Namun, Irwan sama sekali tidak memedulikan ucapan istrinya sedikit pun. Hingga membuat Larasati meninggalkan sarapannya mengikuti langkah Irwan menuju ruang kerjanya “Mas, ada masalah ap