Share

5. Jodoh Baru

Author: Yasmin_imaji
last update Last Updated: 2023-08-04 07:54:35

"Eh, itu dia Deva sudah datang. Panjang umur kamu, Nak, baru juga diomongin udah langsung nongol," Ayah Deva menyambutnya dari kursi ruang tamu saat Deva mulai masuk melangkah memasuki rumah. Akan tetapi Deva hanya menanggapinya dengan senyum yang hambar.

"Sini, Nak. Duduk dulu disini," Bu Ratna melambaikan tangan kepada Deva dan lantas menyuruhnya untuk mendekat.

"Ini ada Pakdhe Samsudin loh, sama Budhe Atun. Ayo Salim dulu," Titah Bu Ratna dengan senyum yang lebar. Demi menghormati ibunya, Rafa kemudian mencium tangan pasangan suami istri itu secara bergantian.

"Klek"

Rafa sedikit melirik ke samping tempat duduk Budhe Atun. Disana duduklah seorang wanita cantik berkulit putih yang tersenyum malu-malu saat menatap Rafa.

"Hayo, inget nggak kamu nak sama Vanya? Iya, ini Vanya anaknya Pakdhe Samsudin dan budhe Atun. Kamu pasti masih ingat kan kalau dulu kalian itu sering bermain bersama?" tanya Bu Ratna.

Apa-apaan ini. Untuk sekarang ini Deva benar-benar sedang merasa sesak di dalam dadanya.

Laki-laki berusia 24 tahun itu menangkap adanya makna tersirat dari kata-kata ibunya. Sedangkan Vanya hanya bisa tertunduk dengan sedikit mengulas senyum di bibirnya.

Deva hanya mengangguk kecil tanpa menjawab pertanyaan dari ibunya, ia lantas berpamitan untuk masuk ke dalam kamarnya.

"Eh, mau kemana kamu, Va? Masih ada tamu kok malah mau ditinggalin? Ya nggak sopan dong," Ucap perempuan yang rambutnya sudah mulai memutih di bagian depannya itu.

"Duduk dulu sini, temani Vanya ngobrol," sambungnya sembari menepuk-nepuk kursi kosong yang ada di sebelahnya. Suara krincing krincing terdengar saat tangannya digerakkan. Jangan heran, karena di tangannya saja ada lima gelang yang berjejer, dan juga empat cincin yang menempel. Meski para warga banyak yang menyebut Bu Ratna sebagai India nyasar, Bu Ratna seakan tak perduli dengan semua predikat itu.

Mau tidak mau, akhirnya Deva pun mengalah dan duduk disebelah ayahnya.

"Jadi ... bagaimana? Sesuai kesepakatan kita tadi ya pak Sam, bahwa Deva dan Vanya akan kita jodohkan".

"Jedeng deng deng"

"Tak"

Patah sudah hati Deva saat ini. Para orangtua itu terus saja membahas tentang rencana perjodohan antara dirinya dengan Vanya. Tentu saja hal itu membuat Deva sangat risih mendengarnya.

Dalam hatinya Deva ingin berteriak dan menolak mentah-mentah rencana perjodohan dari orangtuanya itu. Deva benar-benar tidak habis pikir dengan keputusan kedua orangtuanya yang tiba-tiba berubah arah memutuskan pertunangannya dengan Kinara dan malah menjodohkannya dengan gadis lain yang bukan pilihan hatinya. Bukan kah mereka sudah sangat lama dijodohkan? Pikirnya.

"Bu, apa-apaan ini? Kenapa semuanya tiba-tiba seperti ini?" Tanyanya dengan sedikit kasar. Setelah mengatakan demikian Deva langsung beranjak ke kamarnya dan kemudian menutup pintunya dengan kasar. Ia menyugar kasar rambutnya.

"Gila.... Gilaaaa.... Ini benar-benar gilaaaa....!!!!" Ucapnya.

---

"Deva! Apa yang kamu lakukan tadi? Kamu bikin malu ayah sama ibu aja sih!" Sentak Bu Ratna yang kemudian memasuki kamar Deva dengan tatapan nyalang. Tamunya sudah pergi, dan Bu Ratna langsung bergegas masuk ke kamar Deva.

"Kenapa Bu? Ibu kan tahu kalau Deva sama Kinara itu sudah bertunangan? Ibu juga pastinya masih ingat kan jika tiga tahun lalu ibu dan ayah yang menjodohkan Deva sama Nara, hingga akhirnya kami saling mengikat janji di depan mendiang ayah Nara?" Deva berucap dengan otot tercetak jelas di lehernya dan sorot mata tajam.

"Huh" Deva berusaha menghela nafas untuk menetralkan degup jantungnya.

"Dengar Bu, aku sangat mencintai Kinara. Ibu tahu itu kan? Apalagi kita sudah terikat janji dengan keluarga mereka. Kenapa ibu bisa membatalkan hubungan kami secara sepihak sih Bu? Apa yang nanti akan difikirkan oleh mereka, Bu?" Ucap dan tanya Deva bersungguh-sungguh meminta jawaban.

"Heh"

Bu Ratna hanya menyunggingkan senyum kecil di atas bibirnya seolah mengejek.

"Itu dulu, Va, sekarang semuanya sudah berbeda. Lupakan janji itu, lupakan kalau kamu pernah bertunangan sama Nara, dan lupakan juga Kinara, Nak!" Ucap Bu Ratna tegas.

"Kamu lihat dong, Va. Siapa kita sekarang, dan siapa mereka? Apa pantes Va kamu menikahi seorang wanita yang tidak berpendidikan seperti dia? Apa pantes jika besan ibu adalah seorang tukang sayur?" Tanya Bu Ratna yang membuat Deva geleng-geleng kepala.

"Deva, kamu jangan naif jadi orang! Apalagi kamu itu seorang laki-laki. Ingat ya, Va. Yang menikah aja masih bisa cerai kok, ini baru juga bertunangan masih bisa putus kan?" Tandas Bu Ratna yang tidak ingin mengerti tentang perasaan anaknya.

"Sudah, Bu? Deva sedang pengen sendiri. Biarkan Deva memikirkan semuanya. Yang jelas Deva menentang perjodohan ini, karena Deva sudah terlanjur mencintai Nara dengan sangat.

****

"Eh eh, Ra Kinara!" aku mendengar suara orang memanggil dari kejauhan. Setelah kutoleh, ternyata dia adalah Reni, tetangga sebelah rumahku.

Pagi itu, lepas subuh memang aku sengaja duduk-duduk diluar untuk menghirup udara segar untuk mengisi paru-paruku yang sudah terlalu pengap. Biasanya aku akan mengantarkan ibu pergi ke pasar pagi-pagi buta untuk berdagang. Karena kejadian kemarin, hari ini kami pergi ke pasar memang agak siangan. Tak kusangka Reni juga keluar di saat hari masih gelap seperti ini.

"Ra, apa benar to kalau kamu nggak jadi nikah sama Deva?" Tanyanya penasaran. Aku masih diam dan terus memperhatikannya.

"Kemarin ibuku cerita, kalau Bu Ratna ibunya Deva ngamuk di pasar dan ngelabrak ibumu, benarkah itu, Ra?" Tanyanya. Akupun hanya menanggapinya dengan anggukan kepala.

"Eh ... Jawab dong, Ra. Jangan cuma manggut-manggut tok!" Pinta Reni dengan antusias sambil mendorong bahuku ke belakang.

"Iya, iya, sudah puas sekarang?" Jawabku pada akhirnya. Aku dan Reni adalah teman sejak kecil karena rumah kami berdua memang bersebelahan. Namun sekarang kami sangat jarang bertemu. Reni hanya pulang seminggu atau dua Minggu sekali di akhir pekan, karena ia sekarang sudah bekerja di kota.

"Weleh, yo nggak percaya ini aku. Deva kan cinta mati sama kamu, Ra. Apa dia mau jika harus jauh sama kamu?" Katanya.

"Tapi itu faktanya, Ren. kami udah putus!" Jawabku singkat, padat dan berisi.

"Eh Yo jangan dong, Ra. Kalian itu pasangan serasi seantero kecamatan. Aku emoh ah kalau kalian putus," ucapnya dengan bibir yang sedikit di monyongkan.

"Sudah ya, Ren. Aku masuk dulu" kataku pada Reni yang masih monyong. Aku pun langsung bergegas masuk ke dalam rumah. Aku malas jika harus meladeni Reni dengan kebawelannya. Ya, Reni hanya awalan saja, karena aku yakin setelah ini akan datang Reni Reni lainnya yang bakalan kepo dengan hubungan ku dengan Deva.

"Ya Tuhan ... Skenario apa yang sebenarnya Engkau ciptakan untukku?" Rintihku pada yang maha kuasa.

Tak lama setelah aku masuk, ibu keluar dari dalam dengan membawa beberapa barang dagangannya.

"Mau berangkat sekarang, Bu?" Tanyaku.

"Iya toh, ini aja kita udah kesiangan". Jawab Ibu.

Aku lantas membantu ibu membawakan beberapa barang yang dijinjingnya dan membawanya ke motor. Motor peninggalan almarhum Bapak. Diluar sana Reni masih menatapku dan hendak mendekatiku. Langsung saja kuulurkan tanganku, kelima jari tangan kananku sudah tegak sempurna menghadap ke atas untuk menghadangnya.

"Yang kepo dilarang mendekat!" Ucapku sambil merenges ke arahnya.

-----

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Takdir Yang Membawamu   94. Pulang Kampung

    94. Pulang KampungHari ini, saat Arjuna masih merebahkan diri di atas kasur di kamarnya, Nara datang dengan wajah murung dan sedikit ditekuk."Kenapa, Sayang? Apa ada sesuatu yang bikin hati istrinya Mas ini sedih? Kenapa mukanya cemberut kayak gitu?" tanya Juna saat Nara meletakkan pantatnya untuk duduk di sebelah Juna yang masih berbaring."Reni dan juga Bu Imah mau balik ke kampung besok pagi, Mas," jawab Nara dengan suara yang begitu lirih."Hmmm, nggak apa-apa, Sayang. Mereka juga pasti punya alasan sendiri kenapa mereka harus buru-buru pulang. Iya, kan? Lagipula, kita juga akan pulang kampung kok meskipun nggak bareng sama mereka. Kita juga masih bisa bertemu lagi nanti." Arjuna segera bangkit dari posisi rebahannya dan kemudian duduk sembari menatap wajah istrinya itu."Ya iya sih, Mas. Tapi ya bagaimana ya, Mas. Entah kenapa aku kalau nggak ada Reni berada ada yang kurang. Mas Juna sendiri tahu kan betapa dekatnya hubungan kami ini.""Iya, Mas tahu akan hal itu. Mas juga berd

  • Takdir Yang Membawamu   93. Tanda Merah

    Kinara merasa jika dirinya baru saja terlelap dan memejamkan mata, namun ia berusaha membuka kedua matanya yang masih terasa lengket dengan susah payah saat ia merasakan jika ada sesuatu yang menjalar menyentuh setiap permukaan kulitnya.Selimut tebal hotel cukup menghangatkan badan yang tersentuh belaian AC yang ada di dalam ruangan. Tapi entah kenapa Nara merasakan ada sesuatu yang terasa basah di kulitnya. Nara pada akhirnya memaksakan diri untuk membuka matanya lebar-lebar, ketika dirinya merasakan sesuatu yang begitu lembab dan kasar sedang menyapu kulit perutnya."Mas Juna, aah ...," ucap Nara yang terdengar seperti serupa bisikan. Dimana bisikan itu justru terdengar seperti candu bagi seorang Arjuna. Entah sudah pukul berapa saat ini, Nara sudah tak lagi sempat melirik ke arah dinding yang tertempel di dinding kamar saat Arjuna kembali mengarungi nirwana. Mereka berdua kembali mabuk kepayang berdua, menikmati indahnya bahtera asmara entah untuk yang ke berapa kalinya.Saat kees

  • Takdir Yang Membawamu   92. Malam Pertama

    Sah, Sah,Sah,Terdengar sorak sorai dari para tamu undangan yang menjadi saksi pernikahan Arjuna serta Kinara. Sorak sorai pun mengudara riuh setelah para gadis-gadis dan juga sepupu Arjuna saling bersahutan saat melihat prosesi penyematan cincin kawin di jari masing-masing."Cium ...! Cium ...! Cium ...!" teriak mereka setelahnya.Pada saat ini wajah Kinara terasa memanas. Meskipun mereka berdua sudah kerap kali melakukannya, namun tetap saja dirinya akan merasa malu jika melakukan hal tersebut di depan banyak orang seperti ini. Hingga pada akhirnya Arjuna hanya mendaratkan hidung dan juga bibirnya di kening Kinara. Gemuruh suara tepuk tangan serta siulan yang bersahut-sahutan panjang langsung terdengar memenuhi seluruh penjuru ruangan.Mereka merasakan kelegaan dan keharuan secara bersamaan. Kedua mata Nara mulai memburam dan berkabut karena dipenuhi oleh buliran-buliran hangat yang menumpuk di sepasang kelopak matanya yang begitu indah itu.Reni pun mulai maju ke depan untuk meng

  • Takdir Yang Membawamu   91. Pesta Pernikahan

    Mereka semua sudah berkumpul pada saat ini di restoran hotel tersebut. Mereka makan dalam suasana yang tenang namun tetap membahagiakan. Setelah selesai dengan acara makan malamnya, seluruh anggota keluarga tidak langsung kembali ke kamar masing-masing. Melainkan semuanya pergi ke ballroom hotel di mana acara akad dan resepsi akan diselenggarakan esok hari. Ruangan yang begitu luas itu sudah di dekor dengan seindah mungkin dengan tema yang telah dipilih oleh pihak keluarga Arjuna sebelumnya.Meskipun Nara dan Juna tidak terlibat langsung dalam setiap persiapan pesta yang akan digelar esok hari, namun Nara sudah merasa sangat puas dengan kinerja dan segala persiapan yang telah dilakukan oleh keluarga Juna. Kinara merasa jika tidak ada sesuatupun yang kurang dari seluruh persiapan yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibu mertuanya, serta kedua adik iparnya.Nara mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, kemudian dirinya menatap lurus ke arah meja akad yang dilengkapi dengan empat buah kur

  • Takdir Yang Membawamu   90. Es Krim Kopi

    90. Pucuk MonasPada saat ini acara fitting pakaian sudah selesai. Setelah semuanya telah mencoba busananya masing-masing, Arjuna mengajak mereka menuju ke salah satu gerai kopi yang cukup terkenal di mall tersebut. Sebuah gerai coffee shop bernuansa coklat kayu yang terlihat begitu estetik. Di coffe shop tersebut tak hanya menjual minuman, tapi juga beberapa croissant yang beraneka rupa."Mau pesan apa, Ra?" tanya Juna pada Nara."Cuma Nara, nih?" sahut Reni."Oh, ya. Kamu mau pesan apa, Ren?" tanya Juna kemudian pada Reni."Hmm, aku ngikut Mas Juna saja, wes. Terserah Mas Juna mau pesan apa asalkan tidak beracun. Kan Mas tahu kalau aku belum kawin," seloroh Reni saat mereka sudah berada di dalam barisan antrian untuk memesan."Kamu mau coba es krim kopi nggak?" Juna bertanya pada Nara yang berdiri di hadapannya."Enak nggak?""Enak sih menurut Mas. Juwita selalu pesan itu setiap kali datang ke tempat ini," jawab Juna."Ya deh, boleh. Aku juga nggak terlalu ngerti bahasa menunya. Jad

  • Takdir Yang Membawamu   89. Pergi ke Butik

    Semua orang yang sedang berada dan berkumpul bersama di ruang keluarga Pak Hasan yang terbilang luas itu, segera memalingkan wajah mereka ke arah sumber suara. Suara itu secara tiba-tiba saja datang dan memecah ketenangan.Sementara Nara tidak terlalu menghiraukan akan hal tersebut, karena karena ia dan adik perempuan Arjuna yang bernama Juwita sedang merapikan souvenir pernikahan yang baru datang diantar tadi sore."Maya ...!" Bu Laras melirik ke arah wanita yang tadi berbicara dengan penuh arti. Ia jelas-jelas merasakan tak enak hati atas sikap adik iparnya alias adik kandung dari papanya Arjuna itu terhadap Reni dan juga ibunya."Mbak Laras tidak perlu melihatku dengan tatapan seperti itu. Aku kan hanya berbicara tentang fakta, Mbak. Memangnya kalian mau jika pesta pernikahan Arjuna rusak hanya gara-gara ada yang merusak pemandangan mata?" Balas perempuan yang ternyata bernama Maya itu dengan nada yang ketus."Mbak Reni, tolong Mbak Reni jangan ambil hati ucapan dari Tante Maya, ya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status