Se connecterWajah Adriana memerah dengan hebat saat mendengarkan perkataan Victor.
Adriana melupakan fakta bahwa pria itu berbeda dengan para pria muda bodoh yang begitu mudah digoda. Pria itu punya lebih banyak pengalaman, dan dia mungkin adalah predator sebenarnya di sini.
Adriana masih berdiri di tengah ruangan itu, tapi Victor sudah kembali duduk di mejanya. Mengabaikan Adriana sepenuhnya dan memenuhi ruangan dengan suara keyboard.
Adriana menunduk akibat rasa malu yang menyusup dalam dirinya. “Saya permisi dulu.”
Adriana tidak menunggu jawaban dari victor dan segera keluar dari ruangan dengan gerakan terburu. Begitu pintu tertutup ia langsung menutup wajahnya dengan dokumen yang masih ia pegang.
“Aaaaa…” Adriana berteriak pelan, ia ingin pulang. Ia bahkan ingin segera berhenti bekerja. Perkataan Victor benar-benar merusak kepercayaan dirinya.
Kenapa ayah dan anak itu begitu mirip dalam hal seperti ini? Adriana sudah benar-benar berjalan dengan begitu lemas ke mejanya ketika lagi-lagi ponselnya berbunyi.
Adriana menghela nafas lelah, sudah bisa menebak siapa yang mengirim pesan untuk dirinya, tapi tetap saja tangannya membuka pesan itu secara otomatis.
Sebuah video. Adriana membukanya dengan gerakan malas.
“Menurutmu mana yang lebih bagus? Ini?” Evelyn menunjukkan sebuah gaun putuh yang masih digunakan sebuah manequin. Lalu bergerak ke sebelahnya setelah menunjukkan menunjukkannya ke kamera. “Atau yang ini?”
“Oh, tapi Darren sepertinya lebih suka yang ini.” Wanita itu berjalan ke tempat pajangan yang lain. Menunjukkan sebuah gaun mermaid. “Aku benar-benar bingung, bagaimana menurutmu?”
“Siapa yang kamu hubungi?” suara seorang pria yang sangat dikenali oleh Adriana terdengar di belakang kamera.
“Adriana.” Evelyne menjawab dengan cerita, tapi sedetik kemudian, kamera itu terguncang karena sepertinya ponselnya direbut oleh Darren.
Dan video itu berhenti di sana. Adriana bisa merasakan darahnya mendidih. Menjijikkan sekali, padahal jika ia tidak berselingkuh, saat ini ia mungkin sudah menjadi istri Darren.
Tapi pria itu justru memilih berselingkuh dan bahkan sudah merencanakan pernikahan dengan wanita itu dalam waktu singkat?
Padahal Adriana sudah menceritakan semua kebusukan Evelyn pada pria itu dan persaingannya dengan Evelyn sejak mereka masih berkuliah dulu.
Adriana menggenggam ponselnya dengan begitu erat. Berani-beraninya…
“Apa kamu baik-baik saja?” Davian, asisten Victor yang entah sejak kapan sudah berdiri tidak jauh dari Adriana bertanya dengan wajah bingung.
Tidak mengherankan, karena Adriana berhenti hanya beberapa langkah dari mejanya dan wajahnya pasti terlihat seperti penuh emosi saat ini.
“Ah, tidak apa-apa. Aku hanya membaca beberapa instruksi yang diberikan Tuan Victor.” Davian mengangguk pelan dan melanjutkan langkahnya ke ruang Victor tanpa bertanya lagi.
Adriana akhirnya duduk di mejanya. Semua perasaan ingin menyerah yang tadi ia rasakan sudah kembali menguap.
Jika ia berhasil merebut hati Victor dan Evelyn mengetahuinya, Adriana harus mengingat untuk memberitahu Evelyn ini adalah salahnya sendiri sehingga Adriana terus memutuskan tidak jadi mundur.
=
Keesokan harinya, penampilan Adriana kembali berubah. Tidak, ia tidak merubahnya karena malu dengan reaksi yang diberikan oleh Victor kemarin.
Tapi karena ia menghabiskan sepanjang malam untuk mempelajari gaya berpakaian para mantan kekasih pria itu yang diketahui oleh media.
Wanita-wanita itu jauh lebih dewasa dari Adriana, dan mereka berpakaian dengan jauh lebih berkelas juga. Mungkin gaya seperti itulah yang seharusnya dikejar oleh Adriana.
Alih-alih pakaian yang terlalu pendek atau garis leher yang terlalu rendah, Adriana menggunakan rok pensil yang dipadukan dengan blouse putih biasa.
Ia tidak lagi ingin menonjolkan bentuk tubuhnya, tapi fakta bahwa ia bisa menjadi apa yang Victor sukai.
“Tuan, ini kopi anda.”
Adriana masuk dengan nampan berisi kopi di tangannya dan berjalan untuk meletakkannya di meja milik pria itu.
“Hmm…” Victor hanya menjawab dengan gumaman, matanya fokus pada dokumen di tangannya sambil berdiri membelakangi jendela besar di belakangnya.
Adriana memperhatikan pria itu sambil berjalan. Bagaimana kacamatanya menggantung di hidung tinggi pria itu dan bagaimana cahaya matahari jatuh tepat pada dirinya.
Adriana menggigit bagian dalam pipinya, mencoba menyembunyikan ekspresi di wajahnya.
Apa pria seumuran Victor bisa diizinkan untuk terlihat setampan itu? Bagaimana bisa?
“Meeting dengan client siang ini akan dilaksanakan di restaurant tidak jauh dari sini. Saya sudah memberitahu supir untuk bersiap.” ucap Adriana, mengingatkan Victor pada jadwal siangnya.
“Oke.” pria itu hanya menjawab singkat tanpa mengalihkan pandangannya. Harusnya itu adalah tanda Adriana untuk mengundurkan diri dari ruangan itu.
Tapi ia masih memperhatikan pria itu hingga pandangannya jatuh pada dasinya yang sedikit berantakan. Sesuatu menggelitik di pikiran Adriana.
Mungkin ini kesempatannya untuk membuat pria itu memperhatikannya.
“Tuan.” Adriana berjalan ke pria itu perlahan. “Dasi anda sedikit berantakan. Apa anda ingin saya membantu merapikannya sedikit?”
Victor tidak menjawab, tapi ia juga tidak menjauh atau menolak tawaran itu. Keheningan itu dianggap Adriana sebagai izin.
Dengan jantung yang mulai berdetak sedikit lebih cepat dari biasanya, Adriana melangkah maju. Mengikis jarak yang sebelumnya ada diantara mereka. Adriana merasa nafasnya tercekat saat aroma parfum yang dikenakan pria itu masuk ke penciumannya.
“Permisi,” gumam Adriana pelan, suaranya terdengar lebih serak dari yang ia rencanakan.
Tangan Adriana terangkat, jemarinya yang lentik menyentuh kerah kemeja Victor dengan gerakan hati-hati. Victor masih diam, namun Adriana bisa merasakan tatapan pria itu turun, memperhatikan setiap gerakan tangan Adriana di lehernya.
Adriana melonggarkan sedikit simpul dasi sutra berwarna gelap itu sebelum menariknya kembali agar lebih rapi. Gerakan yang memaksanya untuk sedikit berjinjit dan mencondongkan tubuh. Tapi Adriana, tentu saja memanfaatkannya untuk berdiri jauh lebih dekat dari seharusnya.
Adriana memberanikan diri untuk mendongak. Dan tepat saat itu, manik matanya bertabrakan langsung dengan mata Victor yang tajam.
Mereka saling bertatapan untuk waktu yang lama. Tidak ada yang bergerak maupun berbicara. Hingga pintu ruang kerja Victor terbuka dengan tiba-tiba.
Seorang wanita cantik yang terlihat beberapa tahun lebih tua dari Adriana masuk dengan wajah keheranan melihat kedekatan Victor dan Adriana.
“Sayang?”
Adriana memegang pipinya yang baru saja di tampar oleh Clara. Wajahnya perlahan terangkat, matanya menatap kesal ke arah wanita itu.Cukup sudah. Adriana sudah harus menghadapi sikap Evelyn yang tidak tahu malu, dan ia juga harus menghadapi sikap dingin Victor. Dan sekarang dia harus menghadapi satu wanita gila lagi?Tangan Adriana yang tidak memegang pipinya mengepal dengan keras.“Kau…” Clara baru saja akan membuka mulutnya lagi untuk memaki, tapi Adriana tidak memberinya kesempatan untuk menyelesaikan perkataannya. Adriana menjatuhkan tas kerjanya ke lantai basement dengan kasar, dan tanpa peringatan, tangannya mendarat di pipi Clara.PLAK!Suara tamparan itu terdengar lebih kuat dari yang Clara lakukan sebelumnya. Wanita itu melotot tidak percaya, jika tatapannya bisa membunuh mungkin Adriana sudah terkapar di lantai basement ini sekarang.“Kau menamparku?!” pekik Clara, suaranya melengking memenuhi basement yang sunyi.“Itu untuk menyadarkanmu dari delusi gila hormatmu, Nona Cla
Adriana tersentak saat mendengar panggilan itu. Dengan cepat ia menarik tangannya dari dasi Victor dan mundur dua langkah.Sayang? Tapi berita-berita di media itu tidak menyebutkan bahwa Victor sedang memiliki kekasih saat ini.Sial, bagaimana ini? Sudah terlalu jauh jika dia mundur sekarang. Adriana mengangkat wajahnya sedikit untuk mengintip. Wanita itu terlihat beberapa tahun lebih tua dari Adriana. Tapi wajahnya begitu cantik.Penampilannya juga begitu elegan, lengkap dengan suara yang begitu menenangkan. Apa ia juga seorang model atau aktris?“Apa yang kau lakukan di sini, Clara?” suara dingin Victor membuat Adriana sedikit terkejut, tidak menyangka bahwa pria itu akan merespon sebegitu dingin.“Apa maksudmu?” wajah wanita bernama Clara itu berubah sedih. Seperti tidak menyangka jawaban yang diberikan oleh Victor. “Kita kan sudah sangat lama sekali tidak bertemu. Aku hampir mengira kamu melupakanku.”Tidak ada jawaban dari Victor, tapi suasana penuh tekanan yang Adriana rasakan m
Wajah Adriana memerah dengan hebat saat mendengarkan perkataan Victor.Adriana melupakan fakta bahwa pria itu berbeda dengan para pria muda bodoh yang begitu mudah digoda. Pria itu punya lebih banyak pengalaman, dan dia mungkin adalah predator sebenarnya di sini.Adriana masih berdiri di tengah ruangan itu, tapi Victor sudah kembali duduk di mejanya. Mengabaikan Adriana sepenuhnya dan memenuhi ruangan dengan suara keyboard.Adriana menunduk akibat rasa malu yang menyusup dalam dirinya. “Saya permisi dulu.”Adriana tidak menunggu jawaban dari victor dan segera keluar dari ruangan dengan gerakan terburu. Begitu pintu tertutup ia langsung menutup wajahnya dengan dokumen yang masih ia pegang.“Aaaaa…” Adriana berteriak pelan, ia ingin pulang. Ia bahkan ingin segera berhenti bekerja. Perkataan Victor benar-benar merusak kepercayaan dirinya.Kenapa ayah dan anak itu begitu mirip dalam hal seperti ini? Adriana sudah benar-benar berjalan dengan begitu lemas ke mejanya ketika lagi-lagi ponseln
Satu minggu pertama bekerja, Adriana memilih pakaian yang lebih sopan dari yang gunakan saat interview bersama Victor Sterling. Bagaimanapun, ia masih harus melakukan serah terima pekerjaan dengan Ammy, mantan sekretaris pria itu.Walau Adriana ingin segera melaksanakan rencananya, gerakan yang ia punya terbatas. Sebagian dirinya yang masih cukup ‘waras’ terus mengingatkan dirinya untuk bersikap profesional di mata orang lain.Ia berakhir hanya memberikan ‘sinyal-sinyal’ kecil seperti sentuhan tidak sengaja saat ia hanya berdua dengan pria itu. Yang berakhir benar-benar diabaikan.Tapi, perubahan Adriana terjadi dengan cepat begitu sekretaris Victor yang ia gantikan sudah tidak masuk kerja kembali.Adriana menatap pantulan dirinya di cermin toilet kantor. Belahan di blouse yang ia kenakan sedikit lebih rendah dari jarak aman yang biasa ia kenakan. Begitu juga rok pensil yang lebih ketat dari biasanya.Seseorang akan memanggil dirinya wanita penggoda. Jika bukan orang lain, setidaknya
“Ya. Dia ada di dalam, kan?”Adriana melihat dari kejauhan, Evelyn sudah menyerahkan tasnya pada wanita yang bertanya padanya untuk dibawakan.“Ya, Nona, tapi sedang ada interview di dalam,” jawab wanita itu.Menyadari Evelyn akan bergerak ke arahnya, Adriana dengan panik bergerak menuju arah berlawanan, memunggungi arah datang Evelyn. Semoga saja wanita itu tidak menyadari kehadiran Adriana di sana.“Interview? Untuk posisi apa? Jarang ada yang interview langsung dengan ayahku.” Evelyn bertanya bingung.“Sekretaris barunya, Nona.” Suara wanita yang mengikuti Evelyn terengah karena mengikuti langkahnya yang cepat.“Oh, kau akan berhenti?” Evelyn akhirnya berhenti berjalan dan melihat ke arah wanita itu.“Iya… saya akan menikah dan pindah keluar kota.” jawabnya canggung.“Aku harus melihat langsung kandidatnya.” ucap Evelyn sambil kembali berjalan. Perlahan, ia mulai mendengus pelan. “Semoga sekretaris itu biasa saja seperti dirimu, dan bukan gold digger yang mengincar harta ayahku. Ak
“Ehem.” Adriana berdehem pelan, merasa canggung dengan diam yang sudah berlangsung sejak ia masuk ke ruangan milik Victor Sterling.Pria itu masih membolak-balik resume miliknya, membaca dengan seksama. Adriana mulai merasa tidak nyaman dengan posisi duduknya, sehingga secara refleks ia menutupi pahanya yang tersingkap dengan tas.Tunggu. Bukankah ini justru bertentangan dengan tujuan Adriana datang kemari?Dengan perlahan, Adriana menurunkan tas itu dari pangkuannya. Adriana membiarkan helaian rambutnya jatuh menyapu bahu, kemudian menyisihkannya ke belakang telinga perlahan dengan ujung jari. Berada dalam kompetisi yang terus berjalan dengan Evelyn telah mengajarkan Adriana banyak cara menggoda seorang laki-laki. Dan diantara semuanya, cara halus itu selalu berhasil mencuri fokus.Adriana menarik tubuhnya lebih tegak, mengatur agar bahunya rileks, lehernya terekspos lebih jelas saat ia menoleh sedikit ke samping. Berpura-pura tertarik pada apapun yang berada di sudut ruangan. Tida







