"Kamu gak ikut kami makan, Gan?"Mama menghampiriku yang lebih memilih duduk menyendiri di taman belakang. Mama sengaja memasak banyak untuk menyambut kedatangan Haifa dan Abyan beserta tamu yang lain. Nafsu makanku hilang setelah melihat fakta betapa dekatnya Abyan dengan pria yang bernama Akram. Pria yang bekerja sebagai aparat negara itu memperlakukan Abyan bak seorang ayah kepada anaknya. Seharusnya, aku yang bisa sedekat itu dengan putraku, bukan pria lain yang justru bukan siapa-siapa."Aku masih kenyang, Ma," jawabku tanpa menoleh ke arah Mama yang berdiri di samping kursi yang kududuki. Terdengar helaan napas berat keluar dari mulut Mama. "Kamu tidak nyaman karena kehadiran pria yang datang bersama Haifa?" tanyanya yang seakan mengerti kondisi hati putranya ini."Kenapa Abyan bisa sedekat itu dengan dia, Ma? Kenapa denganku Abyan tidak bisa bersikap hangat seperti itu?""Karena putramu masih memendam kekecewaan padamu. Abyan kecewa karena kamu menyembunyikan fakta bahwa kamu
Semenjak hari memalukan itu, aku tidak datang lagi ke rumah orang tuaku. Aku tak hentinya merutuki diri sendiri yang sempat hilang kendali. Entah mengapa akhir-akhir ini wajah Haifa selalu terbayang dan seringkali muncul di pelupuk mata. Seolah mengejek karena nyatanya diri ini sempat terpesona olehnya. Jika melihat dari status yang masih kami sandang, tentu aku masih berhak untuk sekedar mengecup kening, bibir, bahkan melakukan lebih dari itu. Akan tetapi, tetap saja terasa salah mengingat hubungan kami tidak seperti suami istri pada umunya. Lebih tepatnya, aku yang dulu sering menciptakan jarak dan merasa enggan untuk sekedar berdekatan dengan Haifa. Abyan, aku sangat merindukan putraku. Namun rasa malu kepada bundanya membuat diri ini tidak berani menemuinya. Aku menyibukkan diri dengan pekerjaan untuk menepis bayang-bayang Haifa dan Abyan yang selalu hadir dalam ingatan. Katakanlah aku pengecut karena memang begitu adanya. Terhitung sudah hampir dua Minggu aku tidak menemui kedu
Sebenarnya, ingin rasanya aku menemui Nesya dan melihat kondisinya. Tak bisa aku pungkiri, nama wanita itu masih tersemat dalam hati ini hingga saat ini. Namun, aku tidak ingin kembali larut dalam cinta yang salah bersamanya, karena aku yakin hati ini akan luluh kembali jika bertemu dengannya. Salah? Ya, aku tetap menganggapnya seperti itu. Meski sekarang aku telah resmi menyandang status duda, tapi hubunganku dengan Nesya terjalin ketika aku masih menjadi suami Haifa. Lagipula, aku sudah memutuskan untuk tidak menjalin hubungan dengan wanita manapun sekarang ini. Aku ingin fokus meraih hati Abyan agar anak itu bisa menerimaku sebagai ayahnya. "Gan, Lo masih di sana kan?""Ya, Bay. Tapi sorry, gue gak bisa ke sana.""Kenapa? Lo gak mau lihat kondisi Nesya? Tadi kakaknya bilang, Nesya terus mengigau nyebut nama lo. Kayaknya hidupnya jadi kacau semenjak Lo memutuskan hubungan sama dia."Mendengar ucapan Bayu, rasa bersalah dalam diri ini kembali muncul. Andai saja aku tidak pernah mem
"Bangun, Pa, jangan tidur terus. Abyan kangen sama Papa."Sayup kudengar suara putraku disertai isakkan lirih. Ingin rasanya mata ini terbuka, tetapi entah mengapa sangat sulit untuk melakukannya. "Maafkan, Abyan yang sering menjauhi Papa. Abyan gak benci Papa, kok. Abyan justru sayang banget sama Papa."Lagi, kudengar suara Abyan yang terasa sangat dekat.Iya, Nak. Papa juga sayang sama Abyan. Papa ingin bangun dan memeluk Abyan sampai puas. Tuhan, kenapa sulit sekali untuk sekedar membuka mata. Aku sudah rindu ingin melihat wajah putraku yang selama berminggu-minggu tak kutemui. Tolong, beri aku kesempatan untuk melihatnya kembali. "Kok basah? Papa nangis?" katanya. Kurasakan tangan mungil mengusap pipiku dengan lembut. "Jangan nangis, Pa. Abyan selalu mendoakan Papa supaya cepat sembuh. Abyan janji gak akan menghindar lagi dari Papa. Kita main, kita sholat sama-sama lagi."Mendengar ucapannya yang terdengar sangat tulus, tekad untuk bangun begitu kuat. Aku berusaha kembali membuk
Selama acara berlangsung, aku lebih memilih mengasingkan diri dengan menjauh dari mereka yang tengah menikmati hidangan. Mama dan Papa terlihat sangat menikmati acara, pun dengan Abyan yang sangat antusias karena berkenalan dengan anak-anak yatim yang sengaja diundang oleh bundanya. Haifa tak hentinya menebar senyum kepada semua tamu yang hadir dalam acara ini. Di samping mantan istriku itu, berdiri Bu Wanti juga Akram yang tidak pernah beranjak sedikit pun dari sisi bundanya Abyan. Bahkan sesekali mereka berbincang akrab diselingi tawa bahagia yang sampai terdengar ke telinga ini. Aku merasa kerdil. Di tengah kebahagiaan mantan istriku yang berhasil mewujudkan impiannya, justru aku tengah terpuruk meratapi nasib buruk yang menimpa diri ini. Bercerai, dihajar serta dituduh menghamili Nesya, dan mendadak lumpuh karena kecelakaan. Mungkin ini memang balasan yang aku dapat karena telah menyiakan wanita sebaik Haifa. Jika memang semua kejadian ini bisa menghapus segala dosa yang telah a
"Ikut aku b*jingan! Kamu harus menikahi Nesya hari ini juga!"Aku terperangah. Sekuat tenaga kuhempaskan tangan Hans yang mencengkram bajuku hingga akhirnya terlepas. Pria itu mundur beberapa langkah karena tenaga yang kugunakan cukup besar. Tatapannya begitu nyalang, bak seorang singa yang ingin menerkam mangsanya."Jangan gila, Hans! Kenapa aku harus menikahi Nesya? Berapa kali aku bilang kalau bukan aku yang menghamilinya!" tukasku tak terima. "Tapi kamu yang sudah menghancurkan hidup adikku! Gara-gara kamu membuangnya begitu saja, hidup Nesya jadi berantakan. Karirnya hancur, ditambah sekarang dia depresi. Dia terus menyebut nama kamu dan ingin menikah dengan kamu. Kalau kamu tidak ingin dikatakan pengecut, tepati janjimu untuk menikahi adikku!""Maaf, aku tidak bisa, Hans. Nesya juga sudah membuatku kecewa. Aku pikir, dia wanita baik-baik yang bisa menjaga diri tapi ternyata, dia tidur dengan pria lain tanpa memiliki ikatan yang sah bahkan sampai hamil. Aku ... aku tidak bisa me
Satu bulan pasca meninggalnya Nesya, aku masih belum percaya dia akan pergi secepat ini. Kejadian tragis tepat di hari yang seharusnya menjadi hari pernikahan kami, ternyata telah menguak banyak sekali kejutan tentang keluarga mantan kekasihnya tersebut. Hans, pria yang aku kira kakak kandung Nesya ternyata hanyalah seorang anak angkat dari keluarga mereka. Pria itu telah lama menyimpan rasa kepada Nesya tetapi hanya bisa memendamnya karena status kakak adik yang mereka sandang. Sampai akhirnya kesempatan yang Hans nanti untuk mencurahkan rasa cintanya kepada sang adik tiba. Hans memanfaatkan kehancuran Nesya dengan meniduri wanita itu. Mereka terlibat hubungan tersembunyi hingga Nesya akhirnya diketahui keguguran dan depresi. Aku tidak pernah menyangka hidup Nesya akan berakhir di tangan kakak angkatnya sendiri. Ya, Hans yang telah memasukkan racun ke dalam minuman mantan kekasihku karena ia tidak terima Nesya masih terus mengharapkanku. Sungguh, sandiwara yang apik. Hans bertindak
Seharian ini, aku sama sekali tidak fokus pada pekerjaan. Perkataan Mama tentang acara lamaran nanti malam untuk Haifa, benar-benar membuat mood-ku menjadi buruk. Pada akhirnya, Mama mengundangku untuk datang ke sana menyaksikan acara tersebut. Namun, aku masih ragu untuk memenuhi undangan beliau. Aku belum siap untuk melihat kebahagiaan Haifa dengan pria lain. Egois memang. Akan tetapi, mau bagaimana lagi? Perasaan ini terlanjur tumbuh subur untuk mantan istriku itu. "Tunjukkan kalau kamu baik-baik saja dan ikut berbahagia untuknya."Kata-kata Mama tadi pagi terus terngiang di telinga ini. Ah, andai saja bisa semudah itu melakukannya, mungkin saja aku tidak akan sampai se-galau ini. Aku akan datang dengan wajah semringah dan mengucapkan selamat. Namun nyatanya, aku masih belum bisa se-ikhlas itu melepas Haifa untuk pria lain. Aku melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan. Sudah menunjukkan pukul sepuluh kurang lima menit. Aku harus menjemput Abyan di sekolahnya karena aku su