Gani terpaksa harus menunda kata talak yang ingin ia ucapkan kepada Haifa karena sang istri memilih pergi tanpa meninggalkan jejak. Pertemuan mereka kembali menguak satu kenyataan yang selama ini disembunyikan Haifa hingga membuat Gani dilema. Akan Gani menceraikan Haifa saat itu juga? Atau justru menunda kata talak itu kembali setelah mengetahui kenyataan yang sebenarnya?
Lihat lebih banyak"Besok aku harus ke Bogor. Kamu ingat Andi? Dia mau mengadakan aqiqah anak keduanya dan dia ngundang aku sama Bayu," terangku kepada seorang wanita yang tengah bergelayut manja di lengan ini.
"Besok? Yaahh, aku pengen ikut tapi gak bisa. Besok aku harus terbang ke Bali, ada pemotretan di sana."Bibir wanita di depanku mengerucut. Karena gemas, kucubit benda kenyal itu hingga dia memekik dan mencebik manja.Nesya, wanita yang sudah empat tahun ini menjadi kekasihku. Parasnya yang cantik juga penampilannya yang seksi selalu berhasil membuatku jatuh dalam pesonanya berkali-kali. Dulu, kami sempat menjalin hubungan sewaktu duduk di bangku SMA dan berlanjut hingga kami sama-sama lulus kuliah. Namun sayang, kisah cinta kami harus kandas ketika Nesya menolak lamaran dariku karena dia masih ingin mengejar karirnya sebagai model. Aku yang terlanjur kecewa, terpaksa menerima perjodohan dari orang tua dengan seorang gadis lugu putri dari almarhum teman Papa.Haifa. Gadis cantik yang lemah lembut serta penurut. Haifa ... istri yang tidak pernah aku anggap keberadaannya karena memang aku tidak mencintainya. Sekuat apa pun aku mencoba, hati ini tidak bisa berpaling dari Nesya. Meski mantan kekasihku telah mengecewakan diriku, tetapi cinta ini tidak bisa berpindah ke lain hati. Haifa tidak bisa menggantikan posisi Nesya bahkan sampai saat ini setelah istriku menghilang bak ditelan bumi, dan Nesya datang mengajakku merajut kembali cinta yang dulu sempat kandas.Pernikahan tanpa cinta yang kujalani bersama Haifa terasa menyiksa diri ini. Aku ingin mengakhirinya agar tidak terus terbelenggu dengannya, pun dengan dia agar bisa mencari pria yang bisa mencintainya dengan tulus.Sayang sekali, sebelum kata talak sempat aku ucapkan, Haifa pergi tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Hingga kini setelah delapan tahun kepergiannya, aku belum berhasil menemukannya. Sebenarnya bisa saja aku mengajukan gugatan cerai meski Haifa tidak berada di sini. Akan tetapi, aku ingin kami berpisah secara baik-baik setelah berbicara dengannya terlebih dahulu.Kehadiran Nesya kembali mampu menghilangkan sebagian ingatan ini tentang Haifa. Hidupku terasa lebih berwarna bersamanya. Kini, Nesya sudah siap untuk aku nikahi, tetapi sayang ia tidak ingin menyandang status sebagai istri kedua. Aku harus memenuhi syarat darinya untuk menceraikan Haifa terlebih dahulu. Seharusnya hal itu menjadi hal yang mudah jika saja aku mengetahui keberadaan Haifa saat ini. Beberapa orang suruhan sudah kukerahkan untuk mencarinya tetapi belum menunjukkan hasil yang memuaskan.Ah, Haifa. Di mana kamu? Aku ingin bertemu denganmu agar kata talak ini bisa kuucapkan. Aku tidak ingin Nesya pergi lagi dari hidupku hanya karena dia terlalu bosan menunggu kepastian dariku."Mas, kok malah bengong?" Tepukan di bahu menyadarkan diri ini dari lamunan. Nesya berpindah duduk ke atas paha dengan tangan yang tak henti memainkan kancing kemeja yang kukenakan."Enggak, Sayang. Aku hanya sedang memikirkan Haifa. Sampai saat ini belum ada kabar dari orang yang aku bayar untuk mencarinya."Wajah Nesya berubah sendu. Aku paham pasti ia pun merasakan kekecewaan yang sama denganku. Kami sudah terlalu lama menunggu dan aku takut kesabaran Nesya hampir berada di ujung batas."Aku ingin segera menjadi istrimu, tapi ingat! Istri satu-satunya. Aku tidak ingin menjadi yang kedua apalagi hanya dinikahi siri. Pokoknya kamu harus segera menemukan Haifa dan menceraikannya!" tegasnya dengan mata yang melotot. Namun, bukannya takut, dia justru terlihat menggemaskan di mataku."Sabar ya, Sayang. Aku janji akan menemukan dia secepatnya. Kita akan segera menikah dan mempunyai keluarga yang bahagia.""Aku sudah tidak tahan menunggu masa-masa itu," bisiknya di telinga ini dengan nada yang sensual.Jika sudah begini, aku tidak bisa menahan diri. Kami hanyut dalam buaian kemesraan yang selalu mampu membuatku melayang. Namun jangan salah. Aku masih tahu batasan. Kami tidak pernah melakukan lebih sampai ke tahap berhubungan suami istri. Hanya sekedar melepas rindu lewat c*uman dan sentuhan kecil."Aku pasti akan merindukanmu," bisikku setelah tautan kami terlepas."Aku juga," balasnya dengan manja.🍁🍁🍁"Terima kasih Lo berdua sudah mau hadir. Gak nyangka aja orang sibuk kayak kalian masih bisa menyempatkan datang ke acara kecil-kecilan ini."Andi memang selalu merendah. Di antara kami bertiga, dia yang lebih dulu menikah dengan gadis cantik asal Bogor. Sekarang Andi mengelola usaha milik mertuanya di bidang kuliner. Mertua Andi mempunyai lima cabang Restoran yang tersebar di beberapa kota. Kehidupan rumah tangganya sangat harmonis. Anak kedua Andi yang berjenis kelamin perempuan terlihat sangat menggemaskan. Andai saja aku dan Nesya sudah menikah, kami pun pasti akan segera memiliki bayi lucu seperti itu."Santai aja, Bro. Gue sama Gani memang sengaja meluangkan waktu buat ke sini. Sekalian liburan lah. Sumpek juga tiap hari berkutat sama berkas yang gak ada habisnya," kelakar Bayu yang ditanggapi tawa renyah kami berdua."Terus lo gimana, Gan? Lo udah berhasil menemukan Haifa?"Aku menggeleng lemah, "belum. Gue sudah mengerahkan orang bayaran untuk mencari dia tapi belum berhasil. Mana Nesya udah mendesak terus pengen dinikahi. Gue pusing, Ndi. Andai saja Nesya mau gue ajak nikah siri sementara, tapi ya itu, dia gak mau. Dia tetep minta gue menceraikan Haifa dulu, baru kami nikah," terangku."Pusing Lo buat sendiri. Menurut gue, kurang apa coba si Haifa? Cantik iya, Sholehah juga. Soal cinta itu mah belakangan, Bro. Gue jamin lama-lama Lo pasti cinta sama dia.""Gak semudah itu," tukasku. "Buktinya sudah satu tahun kami menikah, tapi rasa cinta itu tak juga hadir. Gue gak mau mengikat dia dalam pernikahan tanpa cinta ini terlalu lama. Gue yakin Haifa bakal dapetin cowok yang lebih baik dari gue," ujarku menjelaskan. Andi tidak tahu saja betapa tersiksanya diri ini hidup bersama wanita yang tidak aku cintai. Pulang ke rumah saja rasanya enggan karena harus berpura-pura bersikap baik di depan Haifa. Padahal, diri ini rasanya muak jika berdekatan dengannya."Lo berdua nginep di sini kan? Biar gue siapin kamarnya." Sepertinya, Andi sengaja mengalihkan pembicaraan.Aku dan Bayu memang sudah sepakat untuk tinggal beberapa hari di Bogor. Rencananya kami akan menikmati suasana kota ini sekaligus mencicipi kuliner di sini. Toh Nesya juga sedang berada di Bali. Soal perusahaan, aku sudah meminta Vina-Sekretarisku untuk menghandle pekerjaan sementara. Tak peduli dengan reaksi papa yang pasti akan memarahi dan menganggapku sebagai pemimpin yang tidak bertanggung jawab."Kami nginap di Hotel saja. Gak enaklah kalau di sini. Takut mengganggu kalian," jawab Bayu yang langsung aku setujui."Ya, sudah. Besok gue ajak kalian jalan-jalan mengelilingi Bogor. Kalian juga harus mampir ke Restoran gue dan mencicipi menu di sana."Aku dan Bayu mengangguk setuju. Selepas magrib, kami check in di salah satu Hotel yang tidak jauh dari rumah Andi.Suasana pagi di kota Bogor terasa menyenangkan. Aku dan Bayu berjalan-jalan di sekitar alun-alun sambil mencari menu untuk sarapan. Bayu menolak ketika aku mengajaknya sarapan di Hotel saja. Katanya, pagi ini ia ingin menikmati sepiring nasi uduk di sekitar sini.Setelah cukup lama berkeliling, kami sampai di sebuah gerobak nasi uduk yang letaknya tidak jauh dari alun-alun. Bayu mengajakku duduk di sebuah bangku sambil menunggu si penjual yang katanya sedang mengantar pesanan."Lo yakin mau makan di sini?" tanyaku memastikan."Yakinlah. Memang kenapa? Lo gak level makan di tempat kayak gini?""Bukan. Tapi ....""Maaf menunggu. Mas mau pesan berapa porsi?"Tubuh ini menegang mendengar suara lembut yang sepertinga sangat kukenal. Aku menajamkan pendengaran. Suara itu ....Bergegas aku bangun dan berbalik menghadap ke arahnya. Dia ... berdiri mematung setelah netra kami bersitatap. Kemudian, mata sendunya melebar dengan tangan yang membekap mulut serta kaki yang mundur beberapa langkah."Haifa ....""M-mas Gani."**Bersambung."Bunda!"Aku dan Haifa terperanjat. Kami sama-sama menjauhkan diri ketika suara Qinara terdengar begitu nyaring. Aku menghela napas kasar. Baru saja kami akan bermesraan, harus kembali ditunda karena teriakan putri kami. "Buka dulu pintunya. Aku mau pakai baju," bisik Haifa sambil terkekeh. "Gak jadi lagi?" Aku memasang raut sendu. "Ya ... habisnya gimana." Haifa menaikan sebelah alis. Ah, aku suka gayanya yang seperti itu. Ingin sekali aku menerkam dan memenjarakan tubuhnya, tetapi harus kutahan karena Qinara kembali berteriak memanggil bundanya. "Bunda!""Sebentar, Sayang!" Haifa menyahut. "Cepat buka pintunya, Mas. Kasian Qinara.""Iya, Sayang. Tapi nanti kalau Qinara sudah tidur, kita lanjut lagi, ya."Haifa mengangguk. Aku tersenyum lebar kemudian mencuri satu kecupan di pipinya yang merona. "Mas!""Hmm?""Pakai dulu bajunya!"Oh, ya Tuhan! Aku lupa sedang bertelanjang dada. Bergegas kukenakan lagi pakaian karena gedoran disertai teriakan dari luar makin mengencang. Membuk
Kabar tentang Bu Wanti sangat membuat kami terkejut. Tanpa membuang waktu, hari itu juga kami berangkat ke Bogor untuk melihat keadaannya. Menurut cerita salah satu tetangga di sana, Bu Wanti terpeleset di kamar mandi hingga jatuh. Mungkin karena kondisinya yang sedang tidak enak badan, Bu Wanti kurang berhati-hati hingga terjadilah insiden itu. Kondisinya yang kritis membuat Ibu dari Akram itu tidak bisa bertahan lebih lama. Beliau meninggal setelah sebelumnya memberi amanat yang membuat kami terkejut. Beliau ingin mendonorkan matanya untuk Abyan sebagai ungkapan rasa sayang terakhir untuk putraku itu. Beruntung Bu Wanti sempat bertemu Dengan cucunya yang baru lahir ke dunia. Sebelum kabar ini kami dengar, Bu Wanti sempat datang ke rumah orang tuaku untuk menengok Qinara. Di sinilah kami sekarang. Di rumah sakit, menunggui Abyan yang sedang menjalani operasi. Menurut Dokter, kualitas mata Bu Wanti masih terbilang sehat dan bisa didonorkan. Tindakan operasi pun segera dilaksanakan s
"Kamu yang sabar. Beri Haifa waktu untuk berpikir sebelum dia memutuskan mau menerima kamu atau tidak."Papa menepuk pundak ini kemudian duduk di sampingku. Pria yang baru saja menggendong cucu keduanya itu pasti memahami perasaanku saat ini. Sebenarnya tidak masalah jika Haifa meminta waktu untuk berpikir. Akan tetapi, entah mengapa diri ini begitu takut kehilangan dia untuk yang kedua kalinya. Aku tidak ingin lagi berpisah atau bahkan melihat Haifa bersanding dengan pria lain karena Haifa adalah satu-satunya wanita yang mampu membuatku sampai se-gila ini. "Ya, Pa. Aku paham dia masih ragu padaku. Aku akan berusaha sabar menunggu meski sebenarnya, aku takut dia akan menolakku karena ... ya, Papa pasti tahu alasannya."Papa mengangguk. "Ya, Papa tahu. Tidak mudah baginya menerima pria yang pernah menyakitinya," ujarnya membenarkan."Ngomong-ngomong, kondisi teman kamu bagaimana? Apa dia baik-baik saja?" Pertanyaan Papa membuatku hampir saja mengumpat. Aku melupakan Sani yang entah s
"Gani, kamu mau ikut Papa atau tetap di sini?"Pertanyaan Papa menyadarkan aku dari keterpakuan. Kabar Haifa yang akan melahirkan membuatku bertambah tidak tenang. Andai saja bisa, aku ingin mendampingi dan memberinya dukungan hingga prosesnya lancar. Namun, teringat Sani yang masih ditangani, aku pun dilanda bimbang. Aku tidak mungkin meninggalkan Sani sendirian tanpa ada yang menungguinya. Apalagi, aku merasa harus bertanggung jawab karena secara tidak langsung, aku-lah penyebab Sani seperti ini. "Gani, kok malah melamun?""Eh, i-iya, Pa. Sebenarnya aku ingin ikut ke sana tapi temanku tidak ada yang menjaga. Nanti kalau aku sudah memastikan dia baik-baik saja, aku pasti menyusul Papa," jawabku akhirnya memilih memastikan kondisi Sani terlebih dahulu."Baiklah, kalau begitu Papa ke sana dulu.""Iya, Pa."Setelah kepergian Papa, aku kembali duduk di kursi tunggu dengan gelisah. Meski ragaku ada di sini, tetapi hati tetap memikirkan Haifa. Bagaimana perasaannya ketika melahirkan tanpa
"Jangan becanda, Mas. Gak lucu!"Perkataan Haifa masih saja terngiang di telinga ini. Katanya, aku becanda? Apa dia sama sekali tidak melihat keseriusan di wajahku saat mengatakannya? Tangan ini memukul stir kemudi beberapa kali. Jujur saja, hati ini rasanya sakit saat mendengar Haifa justru menganggap pengakuanku sebagai sebuah lelucon. Dulu, aku memang pria brengsek yang telah tega menyakitinya. Namun setelah semua yang terjadi, aku selalu berusaha untuk memperbaiki diri agar bisa menjadi pria yang pantas untuk menjadi imam dari wanita seperti dirinya."Kenapa kamu gak ngerti juga, Fa. Aku itu mencintai kamu, bukan wanita lain." Lagi, tangan ini mendarat cukup kencang di atas stir kemudi.Setelah cukup lama berdiam diri di parkiran, aku menghidupkan mesin mobil untuk kembali ke kantor. Meski diri ini yakin tidak akan bisa fokus pada pekerjaan, tapi setidaknya aku sudah berusaha untuk tetap konsisten pada apa yang sudah menjadi tanggung jawabku.Benar saja, jangankan fokus, melihat
"Tante Sani ini ... bukan calon istri Papa, kan?"Aku terperangah mendengar pertanyaan Abyan. Calon istri? Bagaimana mungkin putraku bisa menebak sampai sejauh itu? Aku melirik ke arah Haifa juga Mama dan Papa. Ketiga orang itu pun sepertinya sama terkejutnya denganku. Akhirnya, aku hanya bisa menghela napas sambil menggelengkan kepala."Kok Abyan ngomongnya gitu? Tante Sani ini cuma teman Papa. Dia datang ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Papa membawanya ke sini biar Opa sama Oma, terus Abyan juga gak salah paham. Abyan ngerti kan?"Anak itu terdiam cukup lama sebelum akhirnya mengangguk. Seulas senyum pun kembali mengembang di bibirnya. "Abyan kira, Papa gak pulang- pulang dan betah di sana karena ada Tante Sani. Biasanya kalau orang sampai lupa pulang itu karena ada sesuatu yang membuatnya betah dan ingin tinggal lebih lama. Iya kan, Oma?"Putraku ini memang anak yang cerdas. Pemikiran Abyan terbilang kritis untuk anak seusia dirinya. Meski dia baru bertemu dengan Sani sekarang,
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen