Share

3. Setruman

"Beberapa orang ingin tau takdir yang mereka miliki, setelah tau. Beberapa takdir mereka ada yang tidak berjalan mulus dan mereka berusaha menghindarinya, mengubahnya, walaupun mereka tau. Mereka tidak bisa merubah apapun."

•••

"Lo kemana lagi, gue cariin ngilang ga dicariin muncul terus."

Reyyan tersenyum miring dalam tidurnya saat mendengar suara halus itu membicarakan dirinya.

"Apa gue mesti bunuh diri dulu, baru lu dateng nyelametin gue?"

Tapi kata-kata itu berubah menjadi kata-kata paling idiot yang pernah dia dengar.

"Iya! Gue bunuh diri aja! Cape gue hidup begini, berasa bukan anak, punya orang tua berasa punya orang tua tiri."

Mata Reyyan yang awalnya terpejam tenang sekarang membelalak kaget.

Dia bangun dari tidurnya dan mengusap wajahnya kasar.

Ternyata yang dia dengar bukan mimpi, tapi pikirannya Laura. Dia bisa mendengar apa yang Laura pikirkan.

"Mau ngapain lagi tu anak." Gumamnya kesal.

Dan...

Berakhir disinilah dia, di atas atap sekolah. Menunggu Laura.

Tujuannya, agar Laura tidak jadi bunuh diri.

Demi apapun sebenarnya dia sangat malas sekali berhubungan dengan Laura.

Selagi Laura tidak apa-apa itu tidak masalah untuknya, tapi kemarin dia telah mendengar pikiran Laura yang ingin bunuh diri.

"Sungguh, pikiran yang benar-benar idiot." Batin Reyyan kesal.

Sembari menunggu, dia berdiri diujung Atap sambil menaruh kedua tangan disakunya dan merasakan Angin kencang menerpa wajah gantengnya.

"Drap... Drap... Drap..."

"Kriet..."

Reyyan mendengar suara itu, dia langsung berbalik setengah badan dan memandang ke arah Laura.

"Mau ngapain?" Tanya nya Langsung yang membuat gadis itu terdiam membeku.

•••

"Eh, haloo..." dengan rasa tak bersalah Laura malah menyapa Reyyan.

Tangan cantiknya melambai ke arah Reyyan.

Reyyan tak menggubris sapaan Laura, dia hanya melengos melihat ke arah lain.

Laura menekuk bibirnya sebal "Ih sombong banget."  Ucapnya dalam hati.

Dan untungnya Reyyan hanya bisa mendengar apa yang Laura pikirkan bukan yang Laura ucapkan dalam hati.

Walupun begitu Laura tetap berjalan menuju ke arah Reyyan.

"Hei, kamu yang nolongin aku 3 kali waktu itu kan?" Laura langsung bertanya saat dirinya sudah didekat Reyyan.

"Ya." Jawabnya singkat, padat dan jelas.

Seperti Bodyguard pada umumnya, memang Reyyan sudah cocok dengan profesinya.

Laura mengangkat kedua alisnya merasa tertarik dengan lelaki yang ada di sebelah, dia menoleh ke arah Reyyan dan langsung bertanya "Nama lo siapa?"

Reyyan hanya melirik Laura sekilas, dia melihat ada rasa penasaran di dalam mata Laura dan juga ekspresinya, namun sedetik kemudian tatapannya kembali melihat ke arah depan.

"Reyyan." Reyyan berucap singkat lalu berbalik dan turun dari tempatnya dia berdiri.

Laura alisnya berkerut bingung "Reyyan? Reyyan siapa? Kenalan sama nama panjangnya atuh."

"Reyyan Levin Van Crowley." Ucapnya sambil menyandar di tembok.

"Oh, Gue Anastasha Laura Laveau!" Jawabnya semangat sambil mengulurkan tangannya.

Reyyan melirik uluran tangan itu, merasa takut Laura sakit hati tak dijabat akhirnya dia menjabat tangan Laura.

"Tadi lu ngapain dipinggiran situ?" Laura membuka topik pembicaraan.

"Anginnya enak aja." Demi Apapun, ini pertama kalinya Reyyan kembali merasakan berinteraksi dengan orang lain.

Karena sepanjang hidupnya dia hanya menjauhi kerumunan, dan berucap sedikit pada orang lain.

"Ga takut jatoh?" Laura melirik Reyyan dan berkali kali memandang wajahnya

Reyyan memalingkan wajahnya, risih terus-terus an dilihat seperti itu.

"Ga." Jawabnya singkat lagi.

Laura mengangguk paham.

"Lo ga punya temen ya?" Tebak Laura tiba-tiba.

"Sok tau." Cetusnya langsung, walaupun memang tidak sebetulnya benar. Reyyan hanya menjauhi orang-orang bukannya dia tidak punya teman.

"Ya, keliatan aja." Laura nyeletuk asal dan mengedarkan pandangannya ke arah lain.

Reyyan langsung menengok ke arah Laura, merasa di tatap Laura menengok ke arah Reyyan, Lalu Mereka berdua beradu tatap.

"Bzztt..."

Tiba-tiba Setruman dirasakan oleh mereka berdua, mereka berdua langsung memalingkan wajahnya satu sama lain.

Lalu keduanya langsung memegang dada mereka, jantung diantara keduanya berdegup tak karuan.

"Kok gue langsung deg-deg an gini sih?" Laura heran berucap dalam hati.

"Buset, ini jantung gue kenapa?" Pikir Reyyan bingung.

Mereka masing-masing melirik terkejut, lalu tak berapa lama mereka sama-sama diam, Tidak ada yang membuka percakapan.

Setelah keheningan yang cukup lama, Reyyan mencoba membuka percakapan lagi. "Kelihatan banget ya?" Kepalanya menoleh ke arah Laura.

Laura yang tak fokus langsung menoleh bingung.

"Apa?"

"Kelihatan banget ya, kalo gue kesepian?" Jelasnya sambil memandang kedua mata Laura, tapi tak ada setruman disana hanya ada rasa nyaman yang membuat Reyyan tak ingin melepaskan pandangannya.

Laura bengong terpana ditatap kedua matanya seperti itu, lalu tiba-tiba dia tersadar kembali.

Pipinya memerah menahan malu mengingat kelakuannya yang malah bengong terpana dihadapan Reyyan "E-e itu... Anu, eng--gak gitu si, ya gimana ya kelihatannya aja kok." Laura gugup, berusaha memikirkan kata-kata yang bagus untuk diucap.

Reyyan hanya tersenyum kecut mendengarnya.

Melihatnya tersenyum kecut Laura berbisik pelan. "Maaf." Laura merasa bersalah.

"Untuk apa?" balas Reyyan melirik Laura.

"Tadi."

"Lo ga salah kok." Reyyan berputar kesamping badannya menghadap Laura.

"Lo bener gue sesepi itu." Lanjutnya.

"Yaudah sama gue aja." Ceplos Laura tiba-tiba membuat Reyyan terdiam menunggu kelanjutan perkataannya.

Dia tak mau salah paham.

"Maksudnya, sama gue aja disini tiap hari kita ketemu gimana?" Reyyan memandang ke arah lain dengan malas tak yakin bisa mengiyakan ucapan gadis itu.

Karena tak ada jawaban dari Reyyan, Laura kembali mengubah topik.

"Oyya, ternyata lo suka disini sendirian ya."

"Emang kenapa?" Reyyan langsung bertanya.

"Jadi gue ga perlu susah-susah cari lo lagi. Kemarin gue cari ke seluruh sekolah, lo ga ada. eh ternyata destinasi favorit lu ada disini. Gue tau sekarang." Laura berucap senang dia memamerkan senyum manisnya.

Reyyan terpana melihat senyuman itu.

Makhluk macam apa Laura itu? Punya senyum semanis ini. Pikirnya dalam hati.

Dia juga tak menyangka Laura dari kemarin terus mencarinya.

"Destinasi?" Gumamnya pelan sambil tersenyum kecil.

Laura yang mendengar dan melihatnya, bertanya penasaran.

"Kenapa? Apa itu lucu?"

"Ah, tidak." Reyyan terkejut dan tidak sengaja berbicara formal.

Lalu dia berdehem perlahan.

"Ngapain nyariin gue?" liriknya pada Laura.

"Karena gue penasaran." Laura langsung menjawab jujur.

"Apa motivasi lo nyelametin gue?" lanjutnya.

"Bukan apa-apa" Reyyan kembali menjawab dengan singkat.

Wajahnya berubah datar, pandangannya dia alihkan ke tempat lain tanda ia tidak suka dengan topik pembicaraannya.

Laura menggosokkan jari telunjuknya di dagunya dan matanya menyipit mengintimidasi.

"Bukan apa-apa, kedengeran kayak, ada apa-apa." Reyyan mendengus wajahnya berubah jadi malas.

"Lo bisa ga si diem? berisik banget." Cetusnya.

"Enggak." Balas Laura langsung yang terdengar nyolot ditelinga Reyyan.

"Gue itu cuman ngelindungin lo aja." Ceplos Reyyan asal.

"Ngelindungin gue? Itu tugas lo?" Laura semakin penasaran tapi Reyyan hanya diam.

Reyyan betah menutup mulutnya untuk hal-hal yang membuat Laura sangat penasaran.

Tiba-Tiba Reyyan teringat hal yang mengganggunya tadi pagi, yang mengharuskannya ke sekolah Laura pagi-pagi buta.

"Lo bisa ga si lain kali ga usah berpikiran begitu?" Reyyan berucap kesal.

Laura menaikkan kedua alisnya terkejut.

"Berpikiran apa?" Tanya nya polos.

Reyyan hampir keceplosan dan dia hanya mendengus sebal.

"Orang mah sayang sama nyawa, kalo lo ga mau hidup tuker aja jantung lo sama pasien jantung yang lagi butuh donor jantung." Celetuk Reyyan yang didengar Laura.

Laura menautkan alisnya tak suka.

"Maksud lo apa sih ngomong gitu?!" Reyyan hanya diam sambil memandang kearah lain.

"Kalo lo pinter, lo pasti paham." Balasnya dingin.

Lalu keheningan menyelimuti mereka lagi untuk waktu yang lama.

Tanpa sadar hari sudah sore, Reyyan baru melihat jam tangannya.

Jam 4 sore, dia telah berbincang lama dengan Laura sampai melupakan tugasnya dan Laura, tentu saja dia membolos pelajarannya.

Tanpa basa basi Reyyan melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Laura, tapi Laura mencekal lengannya melarangnya untuk pergi.

"Mau kemana?" Tanya nya pelan.

"Pergi, gue lupa masih ada urusan." Nadanya masih terdengar dingin.

"Reyyan disini aja ya..." Pinta Laura tiba-tiba dengan nada halus dan muka memelas.

Tubuh Reyyan langsung terdiam Tapi Reyyan hanya memandang Laura dengan tatapan datar.

"Ngapain?"

"Temenin gue, Katanya ngelindungin gue, kalo ngelindungin gue berarti lo disini aja ya..." Laura masih berusaha membujuknya sampai mengeluarkan Pupil eyesnya.

Tapi sepertinya itu semua percuma.

"Emang gue bodyguard lo." Reyyan menjawab sarkas dan melepaskan pegangan tangan Laura kasar.

Laura melekukan bibirnya kesal karena ditinggal seperti itu, serta dada nya juga tiba-tiba terasa sesak.

Laura merasa ini aneh.

Tiba-tiba rasanya ingin menangis kencang, dadanya terlalu sesak.

Bulir-bulir air mata pun keluar dari kelopak mata cantiknya, dia menangis sambil memukul-mukul dadanya kesal.

"Kenapa sesek banget?" Gumamnya, merasa bingung sendirian.

Lalu Laura duduk dan memeluk kedua lututnya sambil menangis.

Dia merasakan hujan akan segera tiba dan benar saja, tidak lama setelah itu hujan turun dengan deras.

Dia merasa kesepian.

Tapi dia juga tidak ingin kembali kerumah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status