Home / Romansa / Tambatan Hati Perawan Tua / 04. Pertemuan Keluarga

Share

04. Pertemuan Keluarga

Author: Die-din
last update Huling Na-update: 2024-03-06 10:28:02

Sekitar jam tujuh malam, tamu yang ditunggu akhirnya tiba di kediaman keluarga Iza. Para tamu itu sudah dipersilahkan untuk singgah di ruang tamu. Lek Soni bersama dengan istri dan seorang pria muda, yang pasti adalah Rio, anak laki-laki mereka.

Yono, ayah Iza yang pertama menyambut mereka di ruang tamu. Untuk beramah tamah sebentar sebelum memanggil istri dan anaknya untuk bergabung bersama mereka.

"Bagaimana kabar semuanya? Sudah lama ya tidak pernah ketemu seperti ini? Wes pirang tahun Bu-ne? Sampai lupa kalau punya saudara jauh." Yono memulai ramah tamah.

"Iya ya, sudah lama sekali." Sri ikut menambahi ucapan sang suami. "Ini Mas Rio yang masih kecil dulu itu yah? Wah sudah gede dan ganteng sekarang."

"Nggeh, Bu De." Rio menjawab canggung pujian dari Sri.

"Waktu ketemu dulu kan kalian masih kecil-kecil. Kalau begitu, sebaiknya kenalan lagi. Mas Rio, perkenalkan ini Iza anaknya Pak De." Yono memfokuskan perkenalan kepada kedua anak muda yang akan dijodohkan, Rio dan Iza. Karena kedua orang tua mereka sudah saling kenal satu sama lainnya.

"Salam kenal," Iza pun menyalami kedua orang tua RIo. Kemudian memberikan anggukan sopan kepada pria muda yang sedang duduk di dekat keduanya.

"Nak Iza makin cantik saja ya?" Nanik, Istri Soni memberikan pujian kepada Iza. 

"Ah Bu Lek Nanik bisa saja." Iza menjawab sambil tersenyum simpul, sudah terbiasa dengan pujian basa-basi seperti ini.

"Rio, ayo disapa Mbak Iza. Gak usah jaim dan malu-malu begitu." Soni sedikit menggoda putranya yang terlihat kikuk saat berhadapan dengan Iza.

"Salam kenal, Mbak Iza. Nama saya Rio." Rio memberikan sapaan dengan senyuman selebar senyuman model iklan pasta gigi.

Iza mengamati pria yang mengenalkan dirinya sebagai Rio dengan lebih seksama. Penampilan wajah dan postur tubuh pria itu cukup enak dipandang mata. Wajahnya bersih dan terawat dengan potongan rambut pendek yang rapi. Gaya berpakaian nya juga bisa dibilang trendi dan kekinian, dipadukan dengan beberapa lekukan otot maskulin yang menyembul di lengan atasnya.

'Kok kayak cowok metroseksual ya?' Iza merasa tidak nyaman dengan penampilan RIo yang tidak sesuai dengan selera pribadinya tentang sosok seorang pria.

'Masa iya cowok modelan begini mau dijodohkan, apalagi sama aku?' 

"Salam kenal." Iza balas memberikan sapaan. Namun terlalu bingung untuk memanggil RIo dengan sapaan 'Mas' atau 'Dek'. Sudah jelas usia Rio lebih muda darinya, bahkan dalam silsilah keluarga pun seharusnya Rio adalah adik sepupu jauhnya.

Baik kedua orang tua Iza maupun kedua orang tua Rio saling melemparkan senyuman sumringah melihat kedua anak muda itu berkenalan. Sepertinya mereka berharap agar keduanya bisa menjadi lebih akrab, bahkan bisa melanjutkan ke hubungan yang lebih jauh.

"Nak Iza ini kerjanya sebagai seorang perawat di rumah sakit lho, Rio." Nanik yang kali ini berkata kepada putranya untuk mempromosikan Iza.

"Eeeeh? Perawat?" Rio terlihat sedikit kaget mendengar ucapan sang ibu. Mungkin sama seperti Iza, sebelumnya dia tidak diberikan informasi lengkap tentang siapa yang akan dijodohkan dengannya.

"Iya keren toh? Pasti Iza juga kelak juga bisa merawat suami dan anak-anaknya dengan baik." Soni ikut menambahi ucapan prpmosi sang istri.

"Iya keren sekali." Rio membenarkan ucapan ayahnya. "Mbak Iza kerjanya di rumah sakit mana ya?" lanjutnya menanyai Iza.

"Di Rumah Sakit Hartanto Medika." Iza menjawab singkat, padat dan jelas.

"Rumah sakit besar di jalan provnsi itu lho, Nak Rio." Yono menambahkan keterangan Iza yang langsung dibalas dengan anggukan tanda mengerti oleh RIo. "Kalau mas Rio sekarang kerjanya apa?" Yono balik menanyai keponakan jauhnya.

"Saya bekerja di Bank, Pak De. Masih karyawan rendahan yang baru masuk." Rio menjawab dengan merendah, mungkin tidak ingin dianggap sombong oleh Iza dan keluarganya.

"Rio ini jadi manager di bank BINA cabang. Rejekinya dia Mas, padahal baru melamar 3 bulan kemarin." Berbanding terbalik dengan ucapan RIo, Nanik malah menimpali dengan membanggakan serta mempromosikan sang putra.

"Yah cukup lah untuk mengamankan status keuangan rumah tangga." Soni Iki menimpali dengan sebuah kalimat yang cukup netral.

Seluruh yang hadir di sana pun menanggapi dengan senyuman ringan ramah tamah dari kedua orang tua Rio. Kecuali Iza menjadi semakin kikuk sendiri.

'Suami? Anak? Rumah tangga? Ini gak terlalu cepat buat diomongin pada pertemuan pertama ya?' Iza membatin ngeri, tetap berusaha memasang senyuman manis di bibirnya.  

"Oiya tadi kebetulan kami masak kecil-kecilan. Jadi kita lanjutin ngobrolnya sambil makan malam aja yuk." Sri berkata untuk mempersilahkan ketiga tamunya.

"Wah ide bagus. Memang tidak baik untuk terus mengobrol dengan perut kosong." Yono ikut mendukung usulan sang istri.

"Waduh, jadi merepotkan Mbak Sri dan Mas Yono ini." Nanik menjawab dengan senyuman malu tapi mau.

"Nggak kok. Ayo! Mari silahkan!" Lanjut ayah Iza sambil mengajak para tamu berpindah posisi ke ruangan yang lebih dalam. Untuk menduduki kursi-kursi yang telah ditata mengelilingi meja makan. 

Tak lama kemudian Iza bersama kedua orang tuanya, sudah mengambil duduk di sana. Berhadapan dengan Rio dengan kedua orang tuanya juga. Mereka pun mulai menikmati sajian makan malam sederhana, hasil masakan Sri dan Iza tadi sore. Acara makan malam diselingi dengan obrolan untuk membahas topik ringan. Topik yang umum dibicarakan sehari-hari. 

Sementara itu, selama berlangsungnya percakapan, Rio terlihat sesekali melemparkan pandangan ke arah Iza. Di lain pihak, Iza yang tidak begitu minat dengan wacana perjodohan ini, sama sekali tidak perduli dengan tatapan Rio.

"Ayo silahkan hidangannya disambi, jangan dilihatin saja." Sri mempersilahkan kepada tamunya. Untuk menikmati sajian di atas meja yang sudah ditata berbagai macam jenis. 

"Begini, Mas Yono, Mbak Sri ..." Ayah Rio memulai pembicaraan resmi bahkan sebelum mereka mencicipi sajian. "Maksud kedatangan kami kali ini hanya murni sebagai upaya silaturahmi dan menyambung persaudaraan. Tapi kok jadi merepotkan seperti ini."

"Tidak ada yang merepotkan, malah kami sangat senang sekali dengan maksud kedatangan kalian." Yono menyambut gembira perkataan Soni.

"Kapan hari ibunya Rio sempat ketemu sama ibunya Iza waktu pengajian. Lhakok mereka kepikiran untuk semakin mempererat hubungan keluarga kita, biar nggak 'kepaten obor' kalau istilah orang Jawa." Soni menjelaskan maksud kedatangan mereka.

"Oleh karena itu kami ingin main ke sini untuk mengenalkan anak kami Rio, dengan Nak Iza." Nanik ikut menambahkan dengan bersemangat. 

"Yang semoga saja nantinya Rio dan Iza dapat berteman. Lalu semakin akrab ya." Sri menyambut dengan antusias. 

Iza hanya bisa menghela napas panjang mendengar ucapan Nanik dan Sri. Sepertinya kedua emak-emak rempong itu adalah pemrakarsa acara perjodohan ini.

"Walaupun ini adalah kunjungan pertama, tapi kami sangat berharap kalau kami akan berkesempatan bersilaturahmi kesini lagi. Mungkin dengan personil keluarga kami yang lebih lengkap jumlahnya." Soni melanjutkan pembicaraan serius mereka.

Sepertinya dia sengaja menggunakan bahasa yang sedikit berteka-teki dan mengandung kode tersembunyi di balik ucapannya. Padahal sudah jelas sekali maksudnya. Bersilaturahmi dengan keluarga lengkap? Pasti untuk melamar Iza sebagai menantu mereka bukan?

Iza dan Yono, ayahnya hanya terdiam mendengar ucapan Soni itu. Mereka mengerti dan tahu benar akan maksud dari ucapan itu. Namun bingung harus menjawab dan bereaksi bagaimana. Ayah dan anak itu memang ingin Iza segera menemukan jodohnya, namun tidak dengan cara tergesa-gesa seperti ini. 

Akan tetapi untuk langsung menolak mentah-mentah juga tidak memungkinkan bagi mereka. Terlalu kasar dan tidak sopan, serta tidak pantas mengingat mereka masih kerabat dekat. Juga karena status Iza sebagai perawan tua.

'Bukankah kalau menolak akan dianggap terlalu pilih-pilih lagi?'

Iza memandang penuh harap kepada sang ayah. Berharap beliau bisa memberikan jawaban yang cukup bijaksana dalam masalah ini.

'Paling tidak kan seharusnya kami masih harus berkenalan satu sama lainnya?'

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Tambatan Hati Perawan Tua   50. Keluarga Bahagia

    Awal kehamilan Iza ditandai dengan sebuah pagi yang tampak biasa. Matahari baru menembus tirai tipis kamar mereka, sementara Yudi sudah bersiap berangkat lebih awal untuk operasi jadwal pagi. Namun Iza terbangun dengan perasaan aneh: ringan, melayang, tetapi juga mual yang menghantam tiba-tiba. Ia berlari kecil ke kamar mandi, memegang dinding sambil mencoba bernapas dengan teratur. “Za? Kamu baik?” suara Yudi muncul dari luar pintu, cemas. Iza membilas mulutnya, meraih gagang pintu, lalu membuka perlahan. Matanya sedikit berair. “Aku… mual. Tiba-tiba.” Yudi mendekat, menyentuh keningnya dengan punggung tangan. “Kamu demam?” Iza menggeleng. Tapi pandangan Yudi berubah—serius, tajam, seperti puzzle besar baru saja klik di kepalanya. “Kita tes,” katanya tegas. “Apa sekarang? Mas, kamu kan—” “Aku terlambat 10 menit lebih baik daripada terlambat memahami tanda paling penting dalam hidup kita,” potong Yudi. Dan begitulah, lima belas menit kemudian, mereka berdua duduk di tepi bath

  • Tambatan Hati Perawan Tua   49. Penantian Buah Hati

    Musim hujan baru saja tiba ketika Yudi dan Iza memasuki bulan keempat kehidupan rumah tangga mereka. Rumah itu kini dipenuhi aroma kayu manis setiap pagi, perpaduan dari diffuser yang disukai Iza dan kopi hitam yang selalu diseduh Yudi. Rutinitas mereka mulai stabil, penuh kompromi kecil dan tawa hangat. Suatu malam, setelah makan malam sederhana dan sesi menonton drama Korea yang selalu membuat Yudi protes tetapi tetap ditonton, Iza meletakkan kepala di pangkuan suaminya. “Mas,” bisiknya sambil menggambar lingkaran di lengan Yudi dengan jarinya. “Aku pengin ngomong sesuatu.” Yudi menghentikan dramanya, langsung fokus. “Apa?” Iza menarik napas panjang. “Aku… pengin kita mulai program punya anak.” Yudi menatapnya, tidak terkejut—lebih seperti seseorang yang sudah memikirkan hal itu sendiri. Ia mengusap rambut Iza perlahan. “Aku juga sudah mempertimbangkan,” ucap Yudi datar namun lembut. “Kalau kamu siap, kita bisa memulai.” Iza tersenyum bahagia, melingkarkan tangan di pinggang

  • Tambatan Hati Perawan Tua   48. Awal Kehidupan Rumah Tangga

    Rumah baru mereka berada di sudut kompleks mewah yang tenang—teduh oleh pepohonan besar dan jauh dari hiruk pikuk kota. Dari luar, bangunannya terlihat modern dan rapi, tapi begitu masuk ke dalam, suasananya langsung terasa hangat. Furnitur yang dipilih Bu Lastri dengan teliti berpadu dengan sentuhan kecil Iza yang lebih lembut dan natural. Mereka baru kembali dari bulan madu dua hari lalu, dan sekarang aroma rumah seperti memulai kisah baru yang menunggu dituliskan. Iza berdiri di dapur, memandangi rak bumbu dan panci-panci baru yang masih mengkilap. Semua ini terasa… resmi. Bukan lagi tamu, bukan lagi calon istri—ia sekarang adalah Nyonya Yudi, penghuni tetap rumah ini. Sementara itu, Yudi sedang menata berkas-berkas kerjanya di ruang kerja kecil di lantai dua. Bahkan di hari libur pertamanya setelah menikah, ia masih menata “workflow” untuk minggu depan. Kebiasaan lama yang sulit hilang. “Iza,” panggil Yudi dari tangga. “Mas mau kopi.” Iza tertawa kecil, memutar bola mata. “Bar

  • Tambatan Hati Perawan Tua   47. Bulan Madu

    Resort tepi pantai itu tampak seperti mimpi yang dibuat dari cahaya matahari dan suara ombak. Ketika mobil pengantar memasuki gerbang utama, Iza menatap pemandangan di luar jendela dengan mata berbinar. Hamparan laut biru kehijauan, pasir emas yang berkilau, dan pepohonan kelapa yang menari pelan ditiup angin. Yudi, yang duduk di sampingnya, menatap kepuasan di wajah istrinya dengan tersenyum. “Sepertinya kamu suka tempat ini,” komentarnya. Iza tidak menjawab. Ia terlalu terpukau. Baru setelah beberapa detik, ia menoleh dan tersenyum lembut. “Mas… ini indah sekali.” “Sama seperti kamu,” jawab Yudi datar, seakan itu adalah fakta ilmiah yang tak perlu diperdebatkan. "Kamu juga indah sekali." Wajah Iza memerah, dan Yudi tampak puas dengan efek kecil itu. Resort itu menyediakan private villa khusus bagi pasangan yang baru menikah. Villa mereka terletak tepat di pinggir pantai, dengan teras kayu yang menghadap laut luas dan kolam kecil pribadi yang memantulkan cahaya matahari sore yan

  • Tambatan Hati Perawan Tua   46. Deklarasi Kebahagiaan

    Empat bulan terasa seperti empat tahun bagi Iza. Setiap pagi yang ia lalui tanpa kehadiran Yudi terasa hampa, tetapi setiap malam, ketika panggilan video tepat pukul 21.00 WIB masuk, ia kembali merasa lengkap. Mereka menjalani hubungan jarak jauh bukan dengan rayuan atau kata-kata romantis setiap jam, tetapi dengan struktur—sesuatu yang sangat mencerminkan Yudi. Spreadsheet perencanaan pernikahan yang Yudi buat menjadi pegangan Iza selama empat bulan itu: kolom warna-warni, checklist, timeline, jadwal pembayaran DP vendor, dan estimasi anggaran. Semuanya sangat rinci. Bahkan Bu Lastri—yang terkenal perfeksionis dalam urusan acara keluarga—mengakui bahwa spreadsheet itu selevel wedding organizer profesional. Sementara di Singapura, Yudi bekerja dengan ritme yang hampir mekanis. Uji klinis, presentasi riset, evaluasi laboratorium, dan laporan akademik. Tetapi apa pun yang ia hadapi, panggilan video malam adalah hal yang tid

  • Tambatan Hati Perawan Tua   46. Akad Nikah

    Minggu pagi itu, udara terasa sejuk dan damai. Matahari belum sepenuhnya meninggi, sinarnya masih lembut, menembus sela-sela pepohonan mahoni di halaman masjid kecil itu. Burung-burung gereja berkicau pelan, seakan ikut menyambut hari sakral yang akan menjadi penanda awal sebuah kehidupan baru. Tidak ada hiruk pikuk dekorasi besar, tidak ada panggung megah atau gemerlap lampu seperti yang sering muncul di pesta pernikahan kota besar. Sesuai keinginan Iza dan Yudi, akad nikah ini diselenggarakan secara sederhana, intim, dan penuh kekhidmatan—hanya dihadiri oleh keluarga inti dari kedua belah pihak, tidak lebih dari lima puluh orang. Bagi mereka, esensi pernikahan terletak pada doa, restu, dan kehadiran orang-orang yang benar-benar berarti. Iza duduk di ruang tunggu pengantin wanita, ditemani Ibu Sri. Ruangan kecil itu harum oleh wangi melati dan jasmine tea yang disiapkan panitia masjid. Iza mengenakan kebaya putih tulang yang lembut, dihiasi motif bunga kecil yang dijahit dengan tang

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status