Share

Mengubah Penampilan

Author: Syarlina
last update Last Updated: 2022-09-22 21:03:10

"Ma, tadi siapa? Aurel ya?" tanyaku menghampiri Mama yang berada di ruang keluarga bersama Malik.

Kuberanikan bertanya karena sangat yakin orang yang kucurigai berada di dalam mobil Mas Surya itu adalah Aurel.

Mama hanya menatapku sebentar lalu fokus kembali ke Malik yang sedang asyik bermain.

Aku diam menunggu jawabnya. Lalu Mama memperhatikanku lekat. Bahkan nampak sekali beliau menatapku dari bawah ke atas seakan sedang memindai penampilanku saat ini.

"Apa seperti ini penampilanmu di rumah, Na?" Celana kulot dengan atasan longgar begini?" Ujung bajuku sampai ditarik Mama hingga badan sedikit tertarik ke arahnya. Pertanyaannya barusan terdengar sangat ketus. Mama nampak kesal.

"Iya, Ma. Kenapa?" Aku dengan polosnya bertanya heran dengan mengamati penampilan sendiri. Lalu menggumam dalam hati apa yang salah dengan penampilanku saat ini. Biasanya juga begini dan Mama sudah sering melihatnya. Kenapa baru berkomentar sekarang? Kenapa sikap mertua begitu kesal setelah bertengkar dengan Mas Surya?

"Pantas."

Hanya kata itu yang terlontar dari mulutnya. Namun terdengar mengejek.

Aku yang masih bingung dengan jawabannya memilih ingin mengambil Malik di dekat badannya, tapi dicegatnya dengan cepat dengan mengangkat tangannya ke arahku seolah menghentikan pergerakanku tersebut.

"Duduk!" titahnya dengan menyorot ke arah sofa sampingnya duduk.

Aku menurut tak berani membantah dan duduk di sana.

"Kamu sudah sering kan lihat Aurel?" Kepalaku refleks mengangguk. Pertanyaan yang aneh. Justru karena terlalu sering melihatnya, Aurel seperti mimpi buruk bagiku.

"Bagaimana penampilannya? Cantik?" Lagi aku mengangguk. Aneh, Mama malah memuji wanita itu di depanku. Apa maksudnya?

"Harusnya kamu bisa lebih dari dia biar Surya tak menatap wanita lain selain kamu, Na. Harusnya kamu bisa berdandan meskipun di rumah. Laki-laki itu akan malas melihat pemandangan yang itu-itu saja apalagi tak menarik." Sebuah kalimat panjang terucap dari bibirnya dan aku tahu itu untukku.

Aku sadar dengan penampilanku. Namun karena sadar aku hanyalah seorang ibu rumah tangga yang hanya berdiam di rumah, kupikir terlalu berlebihan kalau harus berpenampilan seperti Aurel. Aku dan dia tidak bisa disamakan apalagi melebihinya. Dia wanita karir. Berpendidikan bagus. Dari keluarga berada. Sesuai saja kalau penampilannya seperti itu, ditambah hal tersebut untuk menunjang pekerjaannya. Jadi wajar. Berbeda denganku. Tiap hari berada di rumah. Mengurus rumah. Mengurus anak, rasanya tidak ada waktu untuk mempercantik diri seperti Aurel. Yang paling bisa kulakukan hanya harus terlihat wangi dan bersih saat berada di rumah dan itu sudah kulakukan. Apa itu masih kurang? Kalau membandingkan cantiknya, tentu aku dibawah Aurel dan aku mengakui hal tersebut.

"Memangnya penampilan Medina seperti apa, Ma? Apa seperti ini tidak menarik di mata Mas Surya? Ini … sudah penampilan terbaik Medina, Ma," ucapku ragu-ragu.

"Terbaik, Na? Yang seperti ini terbaik? Heh! Kalau mau jujur penampilanmu ini mirip Rini di rumah Mama. Sangat sederhana. Yang ada kalau kamu tinggal di rumah Mama dianggap pembantu sama teman Mama nantinya. Apa Surya kurang ngasih uang bulanan? Kurang ngasih uang belanjamu, Na? Mestinya kamu bisa beli baju yang lebih pantas biar dianggap nyonya rumah ini. Jangan sampai kalau Aurel berkunjung dan ada teman Surya, nanti malah kamu yang dianggap pembantu dan Aurel lah istrinya Surya. Mau seperti itu?"

Aku menggeleng lemah.

"Ckckckkk!" Mama terdengar berdecak.

"Nih, kamu bawa kartu debit Mama dan pergilah ke salon langganan Mama. Apapun yang diminta dan disuruh sama orang sana, kamu nurut. Oke?!"

Tangannya terulur dengan sebuah kartu kecil terlihat di telapak tangannya.

"Tapi–"

"Tidak ada tapi-tapian. Bawa kartu Mama ini, dan nanti kamu belanja apapun yang diminta oleh orang sana. Kodenya Mama kirim ke nomormu biar nggak lupa. Kebetulan mereka kenalan Mama. Nanti Mama yang ngomong ke mereka dan kamu tinggal nurut saja. Apapun pilihannya pasti bagus. Ngerti?"

Meski belum paham, kepala terpaksa mengangguk karena itu adalah titah emas darinya. Tidak boleh dibantah.

"Malik bagaimana Ma?" tanyaku setelah melihat Malik yang duduk anteng disamping Mama sambil memainkan mainan kesukaannya. Aku baru ingat kalau ada Malik dan tidak pernah pergi keluar tanpa anak itu.

"Gampang. Malik biar Mama yang urus. Tapi kamu tidurkan dulu dia. Ini sudah jam tidur siangnya bukan? Tidurkan dulu baru tinggal pergi. Kamu tinggal kasih tahu Mama apa saja yang harus Mama lakukan kalau anak itu bangun."

"Iya, Ma. Sini Nak, ikut Mama. Kita bobo siang ya," ujarku meraih badan Malik dan bergegas membawanya ke kamar.

Kupindai penampilanku di cermin saat berada di kamar. Malik sudah tidur. Tidak begitu susah menidurkannya. Tinggal susui saja, dan usap pelan punggungnya, maka dia akan segera tertidur.

"Memang biasa. Benar kata Mama, penampilanku tak jauh beda sama Rini–asisten rumah tangganya. Dilihat dari penampilanku saat ini memang aku tak pantas jadi istrinya Mas Surya. Wajar saja Mama Lila mengatakan begitu." Aku memberengut sendiri. Menatap nanar ke depan kaca yang menunjukkan wajah asliku. Lalu mendesah kecewa.

Ting! Terdengar dering nada pesan masuk ke ponsel.

Dari Mama.

[Na?]

[Bagaimana? Malik sudah tidur?]

[Iya, sudah Ma.] balasku segera.

[Cepat pergi mumpung anakmu tidur.]

Masuk lagi pesan darinya. Tanpa membalasnya aku segera keluar kamar dengan perlahan tidak ingin membangunkan Malik.

***

Sesuai petunjuk Mama, aku pergi ke lokasi yang sudah diberitahukannya. Sebuah salon besar dengan nama yang tak asing di telingaku. Nama salon ini sering kudengar di acara entertainment berita artis. Bangunannya yang besar tampak dari depan. Membuatku sedikit ragu untuk masuk ke dalamnya. Apalagi dengan penampilan biasa seperti ini. Namun tak mungkin juga menghindar karena ini sudah jadi perintah sang mertua. Yang ada nanti bakal dapat omelan darinya.

"Selamat siang, Mbak. Selamat datang di salon kami. Banyak pilihan treatment yang bisa Anda gunakan. Bisa pilih sendiri atau mau konsultasi dulu biar sesuai dengan apa yang diinginkan," sapa wanita muda dengan ramah padaku.

"Hm … anu, sebenarnya saya kebetulan sudah buat janji dengan Pak–"

"Oh, sudah ada janji. Bisa tahu dengan Mbak siapa?"

"Medina. Medina Syakila," jawabku mengenalkan diri dengan cepat.

Wanita muda tersebut tersenyum dan memeriksa namaku di depan komputernya apa benar sudah membuat janji seperti yang kuucapkan. Sambil menunggu, hatiku sebenarnya berdetak cepat karena takut kalau Ibu mertua lupa dan ternyata belum membuat janji seperti yang dikatakannya padaku. Pasti bakal malu jadinya.

"Baik, Mbak benar. Nama anda terdaftar di sini. Silakan ikut saya."

Lega. Untunglah benar. Ibu mertua serius mengirimku ke tempat seperti ini. Setelahnya aku diajak wanita tersebut ke dalam sebuah ruangan dan di sana ada seorang laki-laki yang berpakaian fashionable dan menyambutku dengan ramah. Kami berkenalan singkat dan dia memindai penampilanku dengan lekat. Setelahnya laki-laki yang menyebut namanya Rudi tersebut langsung membawaku ke obrolan serius mengenai apa saja treatment yang harus kuikuti sesuai dengan apa yang disarankannya.

"Cantik sekali. Perfect! Bagaimana?" tanya Rudi dengan senyum merekah. Setelah beberapa jam berada di sini dengan segala hal perawatan hingga disuruh mencoba banyak pakaian, akhirnya selesai juga.

Aku menatap cermin di depanku dengan lamat-lamat seolah tak percaya.

"Jeng Lila pasti suka. Kamu tuh kayak mutiara yang bersembunyi di balik wajah ndeso. Dipoles dikit aja sudah terlihat kemilaunya," sambungnya lagi seraya tangannya membenarkan tatanan rambutku lalu tersenyum lagi karena merasa puas dengan hasil karyanya.

Aku tercengang dengan hasilnya. Apa benar ini adalah diriku? Seperti bukan wajah yang sering kulihat di cermin rumahku.

"Ini aku?" gagap aku bertanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tamu yang Tak Diundang   Akhir Kisahku

    Akhirnya aku turuti apa sarannya Mas Satria. Aku mengenakan pakaian tipis itu tapi dilapisi dengan kimono luar berbahan satin. Masih tampak seksi dengan belahan dada yang rendah ditambah panjang bajunya hanya diatas lutut. Sumpah, itu bukan saran yang bagus tapi lebih baik daripada hanya mengenakan pakaian tipis tersebut. Saat aku keluar kamar mandi, Mas Satria menatapku sebentar. Namun kuabaikan. Aku tidak tahu seperti apa raut wajahnya lagi karena aku enggan untuk membalas tatapannya. Rasa gugup sudah mendominasi. Segera aku berjalan menuju kasur dimana ada Mas Satria juga yang lebih dulu berbaring di sana dengan bersandarkan kepala di bahu ranjang ukuran king tersebut. Hening. Bahkan ketikan keyboard ponsel layar sentuh Mas Satria terdengar olehku saking sunyinya suasana di dalam kamar ini. Entah apa yang diketiknya dan siapa yang dikirimi pesan tersebut, aku tak peduli. Yang sedang kuperhatikan adalah denyut jantungku yang semakin cepat berdetak. Debaran di dada membuatku be

  • Tamu yang Tak Diundang   Usai Pesta Pernikahan

    "Harus ya Bun, kami langsung tinggal di rumahnya Mas Satria?" tanyaku pada Bunda saat pesta resepsi telah berakhir. Bunda menghampiri. Para tamu sudah banyak yang pulang. Jam juga sudah menunjukkan pukul 11 malam dan memang aku meminta kalau bisa hanya sampai di jam itu saja batas akhir waktu acara pesta ini berlangsung. Aku tidak mau kemalaman apalagi ada Malik. Kasihan dia. Anakku itu sudah terbiasa tidur cepat, takutnya dia rewel dan merusak acara pesta karena pasti akan bermanja denganku. "Ya harus. Masa tinggal di rumahmu? Rumah bekas kamu berumah tangga dengan Surya. Mana mau dia, Na. Bunda tahu sifat lelaki. Gengsinya gede. Lagipula nggak enak juga kalau dia harus tinggal di sana. Kamu sudah jadi istrinya ya harus ikut suami, bukannya suami yang ikut istri," balas Bunda menasihati. "Tapi malam ini kamu nginap di sini dulu, Bunda juga. Sudah dipesankan. Nggak enak kalau menolak. Harusnya sih kalian saja, kami tidak perlu ikut, tapi karena ini keinginan Bu Resa, nggak enak kala

  • Tamu yang Tak Diundang   Ini Nyata Atau Mimpi?

    Pov AurelDengan kekesalan yang masih memuncak, aku berhasil pulang juga ke rumah. Aku terpaksa memanggil taksi karena Surya telah mengusirku dari mobilnya. Di pinggir jalan. Sendirian. Itu adalah pengalaman buruk bagiku. Dasar keterlaluan! Tega sekali laki-laki itu menurunkanku di pinggir jalan hanya karena marah. Setelah kurenungkan selama di perjalanan, Surya marah pasti lantaran aku menyebutnya laki-laki payah, suami tak guna. Harusnya saat di rumah baru lampiaskan kemarahannya itu, bukan dengan cara menurunkanku di jalan. Tak punya hati, pantas Medina meminta talak darinya. Memang kenyataan dia suami payah, wajar kalau aku meluapkannya secara blak-blakan. Maksudku agar dia bisa intropeksi diri dan menjadi suami yang lebih baik lagi. Ternyata Surya tidak paham dan menganggap kritikan itu sebagai hinaan. Mana mobilnya? Dia belum datang? Bukankah sudah lebih dulu pulang? Kalau tidak pulang, lalu pergi kemana? Dengan bergumam sendiri, aku masuk ke dalam rumah yang sepi dan gela

  • Tamu yang Tak Diundang   Mencari Solusi

    Pov Surya"Keluar!" teriakku pada wanita yang sedari tadi tak berhenti bicara. Dia bahkan dengan entengnya menghinaku terus-menerus. Aku manusia, kesabaranku ada batasnya. "Hah?! A–apa? Kamu ngusir aku Ya?" tanyanya polos tak merasa bersalah. Aku mengangguk cepat tanpa ragu. Emosiku lagi naik. Hinaannya barusan melukai perasaanku sebagai seorang laki-laki apalagi suami. Dia tidak menghormatiku sama sekali dan ini sudah ke sekian kalinya. Kubukakan pintu mobil mempermudahnya untuk keluar dan sebagai tanda kalau ucapanku bukan gertakan semata. Aku bahkan mendorongnya hingga akhirnya Aurel terpaksa keluar dari mobil. Setelah memastikan wanita yang masih sah menjadi istriku itu keluar, maka mobil kujalankan kembali meninggalkannya di pinggir jalan. Aku tak peduli bagaimana caranya pulang karena yakin dia mampu pulang sendiri. Aku tidak setega itu meninggalkannya tanpa berpikir lebih dahulu. Waktu belum menunjukkan tinggi malam, masih ada taksi atau kendaraan lainnya yang bisa dipa

  • Tamu yang Tak Diundang   Akhirnya Sah

    Wanita paruh baya yang berada di depanku ini terdiam dengan mengamati lekat kartu undangan pernikahan yang baru saja kuberikan. Kuletakkan kartu tersebut di atas meja di hadapannya. Ia menatapku bergantian dengan kartu undangan tersebut, dan tampak ragu saat mengambilnya. Sebelum membaca isinya, ia menatapku lagi sebentar. Lalu akhirnya terpaku pada kartu undangan itu untuk beberapa saat. Tampak ekspresi wajahnya berubah-ubah saat membacanya. Di awali terkejut, sempat terlihat mengernyitkan keningnya dan lalu berwajah muram. Sepertinya dia tak suka dengan isi bacaan yang ada di dalamnya dan aku sudah yakin akan hal itu. "Apa ini, Medina? Apa maksudnya namamu ada di sana?" Dilempar kasar kartu undangan tersebut di depan meja di hadapanku. Tampak kemarahan di wajahnya. "Maaf, Ma. Medina yakin Mama paham dengan hal tersebut. Medina akan … menikah. Kalau Mama ada waktu, Mama bisa–""Kamu mengejekku?" selanya memotong ucapanku. "Iya, begitu? Tega kamu Na!" Lalu melengos dengan wajah k

  • Tamu yang Tak Diundang   Harusnya Tak Datang

    Pov Aurel"Sudah cantik, kok. Ayo pergi!" ajak Surya melihatku lama mematut diri di depan cermin. Aku belum beranjak dari sana. "Iya, sebentar lagi. Tunggu di depan, habis nih, aku ke depan kok," jawabku tanpa menoleh, masih memperhatikan penampilan diri sendiri apa sudah cantik atau belum. Aku tidak mau kalah apalagi kebanting penampilanku sama Medina, mantannya Surya. Bagaimanapun juga aku ingin membuktikan kalau aku jauh lebih cantik dari wanita itu terutama di hadapan Surya, apalagi teman-temannya. Aku ingin dia bangga beristrikan aku. Tampak Surya menggelengkan kepala seolah merutuki sikapku. Masa bodoh, aku tak peduli. "Aku tunggu di depan, jangan lama nanti kutinggal!" Mendengar ancamannya, aku hanya mencebik. Selalu saja begitu. Suka sekali mengancam. Akan ini, akan itu, menyebalkan. Syukur belum pernah dia mengancam akan menceraikanku, huh! Mana berani. Dia terlalu bucin. Bakalan patah hati terdalam kalau sampai aku meninggalkannya. Dirasa cukup, aku bergegas menghampi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status