Setelah sampai di Rumah sakit Ducan segera di larikan ke ruang UGD dan segera di lakukan tidakan pemerikasaan. Setelah sekian lama akhirnya dokter memanggil Keluarga pasien.
“Keluarga pasien Bapak Ducan?” Panggil perawat.
“Iya, saya sust,” jawab Widuri. Sementara Isma berdiri di belakan Widuri.
“Dokter ingin bicara dengan keluarga pasien, jadi silahkan ikuti saya ke ruang dokter kak,” ucap perawat sembari menuntun Lunara ke ruangan Dokter.
Setelah sampai di ruang Dokter Widuri dan isma di persilahkan duduk di bangku yang sudah di sediakan berhadapan dengan Dokter.
“Begini Buk, bapak Ducan ini sudah beberapa kali datang kesini memeriksakan penyakit jantungnya. Jadi pada jantung Bapak Ducan terdapat sumbatan. Jadi harus segera di operasi, kalau tidak cepat di tangani maka akan gawat akibatnya. Bapak Ducan bisa saja tidak terselamatkan,” jelas Dokter.
“Apa Dok? Ayah saya ada penyumbatan di jantungnya Dok?” dokter mengangguk.
“ Ayah tidak pernah menceritakan ini padaku. Apa ibu tahu masalah ini?” tanya Widuri pada Isma.
“Pernah beberapa kali ayahmu mengeluh dadanya sakit, dan katanya sudah memeriksakan ke dokter. Dan Dokter bilang harus di operasi,” jawab Isma cuek.
“Lalu? Mengapa tidak segera di operasi?” tanya Widuri, dengan nada sedihnya.
“Kamu pikir biaya operasi jantung itu murah? Dengan kondisi ekonomi kita seperti ini mana mungkin bisa melakukan operasi jantung,” ucap Isma lagi.
“Ya memang biayanya cukup mahal. Jadi, silahkan Ibu dan Adik berunding dulu bagaimana solusi yang terbaik untuk Bapak Ducan. Tetapi kita tidak punya banyak waktu, menimbang keadaan Bapak Ducan yang semakin parah,” jelas Dokter lagi.
Dengan penuh kesedihan Widuri berjalan keluar dari Ruang dokter. Berjalan dengan lambat di lorong rumah sakit memikirkan bagaimana cara dia untuk mendapatkan uang. Lalu Widuri berjalan ke arah administrasi menanyaka berapa besar biaya yang harus di keluarkannya untuk operasi jantung.
Pihak Administrasi menerangkan jika biayanya adalah sekitar 140 juta, dan setelah melakukan operasi akan butuh banyak biaya lagi untuk perawatannya. Mendengar penjelasan pihak administrasi membuat lutut Widuri melemas. Widuri seakan tidak mampu untuk melangkahkan kakinya.
Ya Tuhan apa yang harus Aku lakukan untuk menyelamatkan ayah? Bagaimana mungkin aku mampu mendapatkan uang sebesar itu dalam waktu yang singkat. Jika aku bekerja sekarang, harus butuh waktu sebulan untuk menunggu gajian bulan pertama. Dan itu pasti tidak akan sebanyak yang di butuhkan.
Dan jika aku meminjam ke bank, bank akan meminta jaminan. Sementara aku tidak punya sesuatu apapun untuk bisa aku jadikan jaminan. Aiiihh... apa yang harus aku lakukan? Aku tidak bisa berfikir. Gumam Widuri tampa Henti. Airmatanya pun tidak bisa kering dari pipinya.
Widuri berdiri dari luar pintu melihat ayahnya yang sedang terbaring lemas. Memikirkan apa yang harus dia lakukan untuk membantu biaya perawatan ayahnya.
“Apa yang kamu fikirkan Widuri? Biarkan saja Ayahmu meregang nyawanya. Tidak ada yang bisa kita lakukan. Kita ini orang miskin kita tidak mempunyai apa –apa untuk di jual. Ibupun tidak bisa menambah hutang lagi, karena hutang ayahmu saja belum lunas –lunas juga,” ucap Isma.
“apa yang ibu katakan? Ayah pasti akan sembuh, aku akan mengusahakan uangnya. Aku yakin aku pasti bisa mendapatkan uang untuk operasi ayah,” ucap Widuri
“Untuk operasi ayahmu kamu bilang? Biaya untuk rawat inap ini saja ibu rasa kamu tidak bisa mencarinya. Sudah Widuri, kita tidak punya banyak waktu. Mengulur waktu, dan membiarkan ayahmu tetap di sini hanya akan menambah biaya perawatannya membengkak. Aku sudah tidak punya uang lagi. Aku akan mengurus kepulangannya segera,” ucap ibu Widuri.
“Ibu... Tidak ibu. Aku mohon jangan biarkan Ayah keluar dari rumah sakit. Bahkan Ayah belum sadarkan diri Ibu, bagaimana mungkin kita bisa membawanya pulang,” ucap Widuri.
“Lalu apa yang kamu inginkan? Ayahmu memang harus di pulangkan secepatnya. Aku tidak punya uang Widuri. Atau... aku punya jalan keluar untukmu, tetapi lupakan saja. Kamu mengatakan tidak akan mau melakukannya,” ucap Widuri lagi.
“Apa maksud Ibu? Apa yang bisa aku lakukan?” tanya Widuri lagi.
“Menikahlah dengan Arlo. Maka mereka akan memberikan kita sejumlah uang. Dan dia pasti akan membiayai pengobatan ayahmu hingga ayahmu sembuh,” ucap Widuri lagi.
Mendengar perkataan Isma, widuri terpaku. Tidak mampu untuk bicara apapun itu. Kenyataan hidup yang membuatnya tercekik, pilihan apapun yang di pilihnyanya sama –sama membuatnya mati rasa. Rasanya seperti jika maju dadanya akan tertembak pistol, namun jika mundur maka pisau akan menancap punggungnya. Apapun pilihannya hanya akan membuatnya mati.
Widuri kemudian terduduk lemah, meratapi kehidupannya yang menyedihkan.
“Bagaimana Widuri, cepat ambil keputusanmu. Menikah dengan Arlo atau melihat ayahmu mati,” Desak Isma pada Widuri. Widuri tetap diam dan terus menunduk menelan tangis yang tak mampu di luapkannya.
“Baiklah Widuri diammu berarti menolah perjodohan ini. Aku tidak akan memaksamu lagi, karena sekeras apapun aku memaksa kamu pasti akan tetap menolaknya. Ya, aku tau kamu sudah dewasa. Kamu tidak akan mendengarkan perkataanku lagi. Tunggulah di sini! Aku akan mengurus kepulangan ayahmu segera,” ucap Isma sembari berjalan melangkah menjauhi Widuri.
“Tunggu Ibu. Jangan lakukan itu. Aku akan menerima perjodohan itu,” ucap Widuri sambil menarik nafas panjang dan menahan tangisnya yang terus ingin tumpah. Sementara Isma yang mendengar jawaban Widuri, tersenyum lirih.
“Pilihan yang benar Widuri. Baiklah! Aku akan menghubungi Arlo. Arlo pasti akan mengirimkan segera berapapun uang yang aku minta,” ucap Isma.
Sementara Widuri terdiam dengan terus menahan hatinya.
Tidak! Tidak! Kamu tidak boleh menangis Widuri. Setelah ini apapun yang kamu akan terima kamu tidak boleh menangis. Widuri! Kamu sudah membuat keputusan. Dan kamu yang harus menerima konsekuensi apapun akibat keputusanmu ini. Gumam Widuri sembari menelan tangisannya lebih dalam. Widuri menggigit bibir bawahnya dan mengepal tinjunya untuk menahan rasa sakit di hatinya.
“Widuri. Ibu akan mengurus biaya pengobatan ayahmu. Arlo sudah mengirimkan uang sebanyak 200 juta. Dan besok adalah hari pernikahanmu,” ucap Widuri.
“Apa? Besok? Mengapa secepat itu?” tanya Widuri melemah.
“YA. Itu adalah Syarat yang di minta oleh Arlo. Nanti Arlo dan Clara akan ke sini untuk membawa surat kesepakatan dan kamu harus menandatanganinya. Setelah surat kesepakatan itu kamu tandatangani maka kamu akan benar –benar terikat. Apapun yang terjadi kamu harus ikuti kesepakatan itu sampai akhir, kalau tidak kamu akan menghabiskan seluruh hidupmu di jeruji besi,” jelas Isma lagi.
Kesepakatan apa itu? Mengapa pernikahan harus di iringi dengan sebuah kesepakatan. Mendengar perkataan ibu, membuat aku tidak mampu membayangkan kebahagiaan di dalamnya. Ya hidupku akan berakhir ketika aku menandatangani surat itu.
“Clara?” Arlo tampak penuh dengan emosi sembari berdiri dan menatap tajam ke arah Clara.Clara kemudian meletakkan buket bunga dan parsel buah yang di bawanya di atas meja yang ada di ruang inap Widuri.“Mas, maafkan aku mas. Aku benar-benar di luar kendali, aku mengaku salah mas. Aku sadar tidak seharusnya aku bersikap seperti itu pada Widuri, wanita yang berhasil mengandung darah dangingmu,” ucap Clara dengan genangan air mata kepalsuan.“Widuri, mbak minta maaf padamu. Rasa cemburu mbak yang terlalu besar membuat mbak hilang akal. Mbak janji tidak akan melakukan hal bodoh seperti sebelumnya,” ucap Clara lagi yang kemudian melihat ke arah Widuri. “Bagaimana kondisimu saat ini? Apa bayimu selamat Widuri?” tanya Clara lagi.“Tidak apa-apa mbak, aku paham perasaanmu. Akupun salah padamu, tetapi ini juga di luar kendaliku mbak. Dan kondisiku sekarang baik, janinku untungnya masih bisa di selamatkan mbak,” ucap Widuri sembari menggenggam tangan Clara.“Syukurlah kalau begitu Widuri. Sung
“Darah? Kamu berdarah Widuri?” ucap Arlo sembari mengangkat Widuri dan bergegas membawa Widuri ke rumah sakit.“Aku akan mengurusmu nanti Clara! Kamu harus menerima ganjaran dari apa yang kamu perbuat ini. Jika sampai terjadi apa-apa dengan calon bayiku, kamu tahu apa yang akan aku lakukan padamu!” ancam Arlo yang kemudian berjalan cepat ke arah mobil sambil menggendongi Widuri.Clara tinggal sendiri di ruang televisi kediaman Widuri. Dengan emosi dan kecemburuan yang hampir meledak di dadanya Clara menghempas kuat tubuhnya di sofa empuk yang barang kali bernilai fantastis.“Awas saja kamu Widuri. Aku akan memberi perhitungan denganmu, salah aku memilih kamu sebagai wanita penyewa rahim untuk suamiku,” Air mata Clara menggenang, tangannya di kepal dengan sangat kuat. Amarahnya benar-benar nyata.“Aah... tidak akan aku biarkan kamu merebut suamiku Widuri, dan bayi dalam rahimmu itu! Aku tidak akan membiarkannya hidup, karena bayi itu pasti akan mengancam posisiku di rumah ini. Aku past
“Hati-hati Widuri. Kamu jangan berjalan terlalu kencang. Tidak! Jangan! Sepertinya kamu harus menggunakan kursi roda.” Ujar Arlo yang akan membawa Widuri pulang karena Widuri telah di bolehkan pulng oleh dokter, tentunya dengan syarah harus banyak istirahat di rumah.“Mas, aku sudah tidak apa-apa. Aku kuat kok.” Jawab Widuri dengan melebarkan senyumnya.Namun Arlo terus memaksa Widuri untuk duduk di kursi roda yang sudah di siapkannya. “ Bicapa apa kamu Widuri?? Sekarang kamu mengandung anakku, dan tidak boleh terjadi apapun padanya. Jadi kamu harus ikuti perintahku.” Titah Arlo.Mendengar perkataan Arlo, Widuri kemudian terdiam. Dan menuruti setiap perintah Arlo.Ya sekarang aku sadar, dia perhatian padaku hanya semata karena di dalam rahimku ada darah dangingnya. Setelah bayi ini lahir, maka aku akan disingkirkan dar hidupnya. Aku harus berusaha keras untuk membatasi rasa ini. Aku hanya persinggahan sementara sebelum dia mendapatkan apa yang di inginkannya. Setelah dia mendapatkanny
Dokter mendekati bik Ningsih, "Mana suami ibu ini? Apa suaminya ada? ada yang perlu saya sampaikan pada suaminya" Ujar dokter Elmi."Su... suami?" tanya bik Ningsih gugup."Ya, saya butuh bicara dengan suami ibu ini," ujar dokter Elmi lagi."Ta... tapi..." bik Ningsih semakin gugup."Saya suaminya dok, ada apa dengan istri saya?" Tiba-tiba Arlo datang dari arah pintu UGD."Oh, baiklah. Silahkan ikuti saya keruangan saya pak," Ujar dr. Elmi."Baik, dok." Arlo pun berjalan mengikuti dr. Elmi, sementara bik Ningsih tetap berada di samping Widuri.Setelah sampai di ruangan dr.Elmi. "Silahkan duduk pak," dr Elmi mempersilahkan Arlo untuk duduk dikursi yang berada di depan kursinya.setelah Arlo duduk, " Begini pak, Hmm.. sebelumnya saya mengucapkan selamat untuk bapak karena Istri bapak sekarang sedang mengandung." Ujar dr. Elmi."Me... mengandung dok?" Tanya Arlo seakan tidak percaya, karena permainan itu baru satu kali di lakukannya bersama Wiiduri."Benar pak, anda akan menjadi seorang
"Bukankah kamu yang mendatangkannya untukku? lalu kemana kamu saat aku membutuhkanmu? salahkah aku jika aku beralih padanya? lagi pula dia sekarang adalah istri sahku, tidak ada satupun hukum yang bisa melarangku untuk menyentuhnya."Ucap Arlo sembari mengacungkan telunjuknya ke arah wajah Clara."Tetapi sebelumnya kamu sudah menyetujui kesepakatannya bahwa kamu menikahinya hanya karena membutuhkan rahimnya." Air mata Clara terus mengalir merasa Arlo telah menghianatinya.Mendengar ucapan Clara, Widuri serasa tertampar berkali-kali. Air matanya pun mulai tidak tertahankan lagi. Dalam keadaan masih terduduk di lantai dengan terus menunduk menyembunyikan aliran deras airmatanya."Ya, kamu benar. Dan aku telah melakukannya sendiri, aku telah menanam benihku di rahimnya." Ujar Arlo dengan memalingkan wajahnya dari Clara.Lalu Clara meraih lengan Arlo untuk memutar arah lelaki itu supaya kembali menoleh padanya. "Apa mas? Kamu berkata apa? Kamu telah melakukannya? Kamu benar-benar kejam pad
Sedangkan Clara berada di bandara Singapure. JAdwal keberangkatannya di undur beberapa jam karena ada sedikit masalah pada penerbangannya."Aduuuh... mengapa harus di undur sih. Apa mas Arlo sudah menyadari bahwa aku tidak ada di rumah? bagaimana jika Widuri menggodanya. mengapa hatiku jadi tidak tenang begini ya.." omel Clara pada dirinya sendiri sembari melihat ponselnya."Apa aku telepon saja ya mas Arlo, menanyakan dia sekarang di mana dan apa dia bersama Widuri," Ujarnya lagi lalu mulai menghubungi Arlo.Handphon Arlo berdering, namun di biarkannya saja karena tugasnya untuk membuat Widuri terpuaskan berkali-kali belum selesai."Aiih... mana mas Arlo ya? mengapa dia tidak mengangkat teleponku? Apa dia masih di kantor? Apa dia sedang meeting? Aiiihh... harusnya kemaren aku tidak tergoda untuk ikut bersama mereka." keluh Clara.Lalu Klara mencoba untuk menghubungi Surti, pembantu yang bertugas mengurusinya."Ya nyonya," ujar Surti."Apa tuan semalam pulang?" tanya Clara jutek."Iya