Home / Romansa / Tangisan Widuri / Kenyataan Pahit

Share

Kenyataan Pahit

Author: Nyakraba
last update Last Updated: 2022-10-05 13:29:14

Setelah sepasang suami istri itu pergi. Lagi lagi Isma menampar Widuri. “Sudah untung kamu Ibu besarkan dan sekolahkan. Coba kamu hitung semua biaya yang telah Ibu keluarkan untuk mu, biaya 3 piring nasi sehari, minuman, sewa kamar mu, sekolah, uang jajanmu. Fikirkan itu semua. Dan beginilah caramu membalas itu semua,” ucap Isma sembari mengungkit apa yang telah di berikannya pada Widuri.

“Tetapi akukan anak Ibu? Bagaimana bisa Ibu menghitung itu semua. Apa Ibu lupa? Ibu tidak pernah sekalipun memberikan aku uang belanja, jika ayah memberiku sedikit uang Ibu pasti akan segera merampasnya dariku setelah ayah pergi. Dan jika Ibu membicarakan biaya sekolahku, dari SD aku selalu mendapatkan beasiswa. Bahkan Ibu tidak pernah mengeluarkan sepersenpun uang untuk biaya sekolahku. Dan jika ibu memperhitungkan makan, minum serta kamar tempat aku menginap bertahun –tahun, maka sepertinya juga sudah terbalas dengan keringatku menjadi pembantu di rumah ini. Maaf Ibu jika kamu menghitung bahkan aku juga mampu menghitungnya. Apa Ibu lupa aku juara matematika sekota madia,” ucap Widuri yang kemudian meninggalkan Ibunya dan berjalan menuju perkarangan samping melihat kain –kain yang terjemur setelah selesai di cucinya.

Sambil menarik satu persatu kain di jemuran Hati Widuri terus berkata. Tidak, aku tidak akan biarkan impianku terkubur hanya karena sebuah pernikahan yang tidak aku inginkan. Sudah cukup Ibu mengaturku seperti itu, sudah cukup Ibu menganggapku seperti sampah. Sekarang aku sudah dewasa, aku sudah bisa berdiri dengan kedua kakiku sendiri. Aku akan pergi dari rumah ini, aku akan kuliah. Tapi Ibu tidak usah khawatir, ketika aku berhasil nanti aku akan selamatkan ibu dan ayah di masa –masa tua kalian. Aku tidak akan seperti kacang lupa dengan kulitnya. Aku akan membayar rasa aman yang keluarga ini berikan padaku dari kehidupan keras di luar sana. Gumam Widuri tiada henti.

Lalu dari samping rumah terdengar Ayah masuk ke dalam rumah.

“Mana Widuri Isma?” tanya Ducan.

“Tidak tahu, dia berlari keluar setelah merasakan tamparanku,” ucap Isma yang masih berang.

“Sudahlah Isma. Cukupkan penderitaannya. Dari kecil tiada henti kamu menyiksanya, biarkan sekarang dia bahagia,” ucap Ducan. Sementara Widuri perlahan berjalan mendekati pintu, lalu Widuri bersandar di dinding luar untuk menguping pembicaraan Ibu dan Ayahnya.

“Apa kamu bilang? Aku Cuma berikan penderitaan padanya? Sudah syukur aku mau menerimanya di rumah ini. Bagaimana waktu bayi merah dulu aku menendangnya keluar. Tolong jangan paksa aku untuk menyukainya. Hatiku sudah terlalu kamu sakiti dengan kehadirannya,” ucap Isma lagi.

Apa yang sedang mereka bicarakan tentangku? Mengapa kehadiran aku dapat membuat Ibu yang tersakiti? Gumam Widuri.

“Sudahlah Isma, aku mohon jangan ungkit lagi masalah itu. Aku takut jika Widuri mendengarnya. Tolonglah terima dia, lagi pula ibunya sudah meningga sejak dia di lahirkan. Dan aku yang bersalah di sini, seharusnya kamu membenciku. Jangan lampiaskan sakit hatimu padanya,” ucap Ducan lagi.

Apa?  Aku bukan anak kandung ibu? Ibuku sudah meninggal? Ada apa sebenarnya ini? Apa yang mereka sembunyikan dariku? Inikah sebabnya ibu sangat tidak menganggapku ada? Air mata Widuri tdak terasa sudah deras mengalir membasahi pipinya.

Sementara Isma mengenang kejadian 18 tahun yang lalu.

[“Sayang. Apa kamu tidak pulang hari ini?”

“tidak aku sedang berada di luar kota, daganganku belum habis,”

“baiklah kalau begitu,”

Pagi itu Isma yang sedang kurang sehat terpaksa pergi sendiri ke rumah sakit untuk memerriksa kesehatannya, karena Ducan suaminya tidak bisa menemani.

Namun di rumah sakit, Isma bertemu dengan Ducan sedang menggandeng seorang wanita yang sedang hamil besar. Isma syok dan membuat kehilangan kesadarannya.

Setelah Isma pulih dan tersadar. Isma menyuruh Ducan untuk memilih dirinya atau wanita yang di gandeng Ducan saat itu. Namun Ducan lebih memilih wanita itu dari pada Isma dan berniat akan menceraikan Isma.

Dua bulan setelah kejadian itu, wanita yang sudah di nikahi sirih oleh Ducan melahirkan. Ketika melahirkan anaknya Melda, istri sirih Ducan mengalami pendarahan yang cukup hebat. Membuatnya kehilangan banyak darah dan tidak bisa di selamatkan. Melda meninggalkan seorang Putri yang di beri nama Widuri Annatasya.

Setelah Melda meninggal Ducan kembali pada Isma dan meminta untuk rujuk kembali. Mengingat Isma juga telah melahirkan seorang putri darah dagingnya. Isma menerima permintaan rujuk namun awalnya Isma tidak mau menerima putri dari selingkuhan suaminya itu. Berbagai upaya dilakukan Ducan untuk membujuk Isma, dan akhirnya Isma mau menerima Widuri tinggal bersamanya.]

Sejak saat itu Isma tidak pernah melupakan rasa bencinya pada Ibu Widuri, karena Ibu Widuri telah membuat Ducan meninggalkannya walau akhirnya Ducan kembali lagi ke pelukannya.

“Asal kamu ketahui rasa sakit ini tidak akan pernah hilang sampai kapanpun juga. Dan Widuri harus membayarnya dengan ini,” ucap Isma.

“Jadi? Ini yang membuat Ibu sangat membenciku? Ternyata aku bukan anak Ibu? Lalu jika aku bukan anak Ibu dan Ayah, anak siapa aku?” tanya Widuri yang kemudian mengatkan dirinya untuk masuk ke dalam Rumah.

“Wi... Widuri...,” ucap ayah.

“Anak siapa aku Ayah?” tanya Widuri histeris.

“Kamu anak Ayah sayang,” ucap Ducan mendekat sembari berusaha untuk menenang Widuri.

“Ya kamu adalah anak ayahmu, anak dari selingkuhan ayahmu. Anak dari seorang pelakor yang tidak lebih seperti pelacur yang kerjanya hanya menggoda suami orang dan menghandurkan rumah tangga orang,” teriak Isma pada Widuri.

“Sudah! Sudah cukup!” ucap Ducan menghentika liarnya ucapan Isma.

“Sekarang kamu tau Widuri? Ibumu itu adalah seorang pelacur. Ya seorang pelacur Widuri!” Isma Seakan tidak mau untuk menghentikan ucapannya itu.

“Sudah. Cukup Isma!” bentak Ducan.

“Asal kamu tahu, anak dari seorang pelacur sepertimu. Tidak pantas untuk di kasihani. Dan tidak pantas untuk hidup bahagia. Kamu nikmatilah karma yang ibumu lakukan itu!” teriak Isma terus menerus.

“Isma... Cukup Isma... Hentikan makianmu itu. Ahh... Jantungku,” ucap Ducan sembari memegangi dadanya. Tiba –tiba saja dadanya terasa sangat sakit. Membuat Ducan tersungkur ke lantai.

“Ayah... ayah... aku mohon bangunlah ayah,” ucap Widuri sambil berteriak.

“tolong... Tolong... tolong ayah Ibu. Aku mohon. Tolong! Siapa saja tolong aku!” teriak Widuri dengan terus terisak. Mendengar teriakan Widuri akhirnya beberapa tetangga dekat berdatangan kerumah Widuri.

“Widuri, ada apa ini? Ada apa dengan Pak Ducan?” tanya Pak Misno tetangga sebelah rumah Widuri.

“Tidak tau pak, tiba –tiba saja ayah mengatakan dadanya sakit. Lalu ayah jatuh dan pingsan. Aku mohon bantu aku untuk membawa ayah ke rumah sakit pak,” isyak Widuri memohon dengan lirih.

 Kemudian Pak Misno dan beberapa tetangga lainnya membawa Ducan ke rumah sakit dengan menggunakan angkot tetangga yang tingga di lorong sebelah.

^_^

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tangisan Widuri   Clara Minta Maaf

    “Clara?” Arlo tampak penuh dengan emosi sembari berdiri dan menatap tajam ke arah Clara.Clara kemudian meletakkan buket bunga dan parsel buah yang di bawanya di atas meja yang ada di ruang inap Widuri.“Mas, maafkan aku mas. Aku benar-benar di luar kendali, aku mengaku salah mas. Aku sadar tidak seharusnya aku bersikap seperti itu pada Widuri, wanita yang berhasil mengandung darah dangingmu,” ucap Clara dengan genangan air mata kepalsuan.“Widuri, mbak minta maaf padamu. Rasa cemburu mbak yang terlalu besar membuat mbak hilang akal. Mbak janji tidak akan melakukan hal bodoh seperti sebelumnya,” ucap Clara lagi yang kemudian melihat ke arah Widuri. “Bagaimana kondisimu saat ini? Apa bayimu selamat Widuri?” tanya Clara lagi.“Tidak apa-apa mbak, aku paham perasaanmu. Akupun salah padamu, tetapi ini juga di luar kendaliku mbak. Dan kondisiku sekarang baik, janinku untungnya masih bisa di selamatkan mbak,” ucap Widuri sembari menggenggam tangan Clara.“Syukurlah kalau begitu Widuri. Sung

  • Tangisan Widuri   Hasutan Surti

    “Darah? Kamu berdarah Widuri?” ucap Arlo sembari mengangkat Widuri dan bergegas membawa Widuri ke rumah sakit.“Aku akan mengurusmu nanti Clara! Kamu harus menerima ganjaran dari apa yang kamu perbuat ini. Jika sampai terjadi apa-apa dengan calon bayiku, kamu tahu apa yang akan aku lakukan padamu!” ancam Arlo yang kemudian berjalan cepat ke arah mobil sambil menggendongi Widuri.Clara tinggal sendiri di ruang televisi kediaman Widuri. Dengan emosi dan kecemburuan yang hampir meledak di dadanya Clara menghempas kuat tubuhnya di sofa empuk yang barang kali bernilai fantastis.“Awas saja kamu Widuri. Aku akan memberi perhitungan denganmu, salah aku memilih kamu sebagai wanita penyewa rahim untuk suamiku,” Air mata Clara menggenang, tangannya di kepal dengan sangat kuat. Amarahnya benar-benar nyata.“Aah... tidak akan aku biarkan kamu merebut suamiku Widuri, dan bayi dalam rahimmu itu! Aku tidak akan membiarkannya hidup, karena bayi itu pasti akan mengancam posisiku di rumah ini. Aku past

  • Tangisan Widuri   Kamu Berdarah?

    “Hati-hati Widuri. Kamu jangan berjalan terlalu kencang. Tidak! Jangan! Sepertinya kamu harus menggunakan kursi roda.” Ujar Arlo yang akan membawa Widuri pulang karena Widuri telah di bolehkan pulng oleh dokter, tentunya dengan syarah harus banyak istirahat di rumah.“Mas, aku sudah tidak apa-apa. Aku kuat kok.” Jawab Widuri dengan melebarkan senyumnya.Namun Arlo terus memaksa Widuri untuk duduk di kursi roda yang sudah di siapkannya. “ Bicapa apa kamu Widuri?? Sekarang kamu mengandung anakku, dan tidak boleh terjadi apapun padanya. Jadi kamu harus ikuti perintahku.” Titah Arlo.Mendengar perkataan Arlo, Widuri kemudian terdiam. Dan menuruti setiap perintah Arlo.Ya sekarang aku sadar, dia perhatian padaku hanya semata karena di dalam rahimku ada darah dangingnya. Setelah bayi ini lahir, maka aku akan disingkirkan dar hidupnya. Aku harus berusaha keras untuk membatasi rasa ini. Aku hanya persinggahan sementara sebelum dia mendapatkan apa yang di inginkannya. Setelah dia mendapatkanny

  • Tangisan Widuri   Kabar Bahagia

    Dokter mendekati bik Ningsih, "Mana suami ibu ini? Apa suaminya ada? ada yang perlu saya sampaikan pada suaminya" Ujar dokter Elmi."Su... suami?" tanya bik Ningsih gugup."Ya, saya butuh bicara dengan suami ibu ini," ujar dokter Elmi lagi."Ta... tapi..." bik Ningsih semakin gugup."Saya suaminya dok, ada apa dengan istri saya?" Tiba-tiba Arlo datang dari arah pintu UGD."Oh, baiklah. Silahkan ikuti saya keruangan saya pak," Ujar dr. Elmi."Baik, dok." Arlo pun berjalan mengikuti dr. Elmi, sementara bik Ningsih tetap berada di samping Widuri.Setelah sampai di ruangan dr.Elmi. "Silahkan duduk pak," dr Elmi mempersilahkan Arlo untuk duduk dikursi yang berada di depan kursinya.setelah Arlo duduk, " Begini pak, Hmm.. sebelumnya saya mengucapkan selamat untuk bapak karena Istri bapak sekarang sedang mengandung." Ujar dr. Elmi."Me... mengandung dok?" Tanya Arlo seakan tidak percaya, karena permainan itu baru satu kali di lakukannya bersama Wiiduri."Benar pak, anda akan menjadi seorang

  • Tangisan Widuri   Hidangan Pelengkap

    "Bukankah kamu yang mendatangkannya untukku? lalu kemana kamu saat aku membutuhkanmu? salahkah aku jika aku beralih padanya? lagi pula dia sekarang adalah istri sahku, tidak ada satupun hukum yang bisa melarangku untuk menyentuhnya."Ucap Arlo sembari mengacungkan telunjuknya ke arah wajah Clara."Tetapi sebelumnya kamu sudah menyetujui kesepakatannya bahwa kamu menikahinya hanya karena membutuhkan rahimnya." Air mata Clara terus mengalir merasa Arlo telah menghianatinya.Mendengar ucapan Clara, Widuri serasa tertampar berkali-kali. Air matanya pun mulai tidak tertahankan lagi. Dalam keadaan masih terduduk di lantai dengan terus menunduk menyembunyikan aliran deras airmatanya."Ya, kamu benar. Dan aku telah melakukannya sendiri, aku telah menanam benihku di rahimnya." Ujar Arlo dengan memalingkan wajahnya dari Clara.Lalu Clara meraih lengan Arlo untuk memutar arah lelaki itu supaya kembali menoleh padanya. "Apa mas? Kamu berkata apa? Kamu telah melakukannya? Kamu benar-benar kejam pad

  • Tangisan Widuri   Amarah Clara

    Sedangkan Clara berada di bandara Singapure. JAdwal keberangkatannya di undur beberapa jam karena ada sedikit masalah pada penerbangannya."Aduuuh... mengapa harus di undur sih. Apa mas Arlo sudah menyadari bahwa aku tidak ada di rumah? bagaimana jika Widuri menggodanya. mengapa hatiku jadi tidak tenang begini ya.." omel Clara pada dirinya sendiri sembari melihat ponselnya."Apa aku telepon saja ya mas Arlo, menanyakan dia sekarang di mana dan apa dia bersama Widuri," Ujarnya lagi lalu mulai menghubungi Arlo.Handphon Arlo berdering, namun di biarkannya saja karena tugasnya untuk membuat Widuri terpuaskan berkali-kali belum selesai."Aiih... mana mas Arlo ya? mengapa dia tidak mengangkat teleponku? Apa dia masih di kantor? Apa dia sedang meeting? Aiiihh... harusnya kemaren aku tidak tergoda untuk ikut bersama mereka." keluh Clara.Lalu Klara mencoba untuk menghubungi Surti, pembantu yang bertugas mengurusinya."Ya nyonya," ujar Surti."Apa tuan semalam pulang?" tanya Clara jutek."Iya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status