Share

Bab 2

Author: Mandy
Setelah aku terbangun, Fabian menangis dan terus memohon padaku untuk memaafkannya.

Dia sangat hati-hati, takut aku meninggalkannya.

Karena aku punya prinsip yang kuat. Sekali dikhianati, aku bersumpah akan pergi.

Tapi saat menghadapi Fabian, aku ragu-ragu.

Ada dua orang bertengkar dalam pikiranku, Fabian waktu kecil dan Fabian sekarang. Akhirnya, aku pun bersedia kompromi.

"Putuskan dia sepenuhnya, Fabian. Kamu cuma punya satu kesempatan ini."

Fabian mengangguk-angguk dengan keras dan menghapus semua kontak Melissa di depanku.

Tapi, foto yang kuterima esok harinya bagai tamparan keras di wajahku.

Fabian berbohong lagi padaku.

Melihat bekas-bekas merah itu, terbayang betapa dahsyatnya pertarungan mereka tadi malam.

Aku menarik napas dalam-dalam dan menghubungi sebuah nomor yang sudah lama tidak kuhubungi.

"Bu Tina, kata Ibu waktu itu, saya bisa daftar program belajar di luar negeri. Sekarang masih bisa?"

"Program yang itu sudah tutup setengah tahun lalu. Tapi kalau kamu tertarik, masih ada tawaran belajar intensif dan tertutup selama tiga tahun di negara lain. Clara, bukannya kamu bilang mau fokus program hamil dulu?"

Di tahun kedua pernikahan, orang tua dari kedua pihak mulai mendesak kami punya anak.

Aku tidak ingin punya anak, tapi Fabian menanggung tekanan itu selama bertahun-tahun demi aku.

Setengah tahun yang lalu, Bu Tina memberi tahu tentang kesempatan belajar di luar negeri dengan kepala desainer.

Aku tidak sabar ingin menceritakan kabar baik ini kepada Fabian. Tapi aku melihatnya tampak tertekan karena didesak untuk segera punya anak.

Jadi, aku melepaskan kesempatan ini dan berniat untuk program hamil dulu.

Kami mencoba selama setengah tahun, tapi masih belum berhasil. Agar aku tidak kecewa, Fabian selalu mengatakan bahwa dialah yang bermasalah.

Tapi sekarang, Melissa hamil.

Aku membasahi bibirku yang kering dan menjawab pertanyaan Bu Tina, "Nggak dulu, biar alami saja kalau sudah takdirnya."

Tak lama kemudian, Bu Tina mengirim sebuah email.

Aku baru selesai mengisi formulir pendaftaran ketika Fabian kembali.

Dia membeli buket bunga mawar besar dan sebuah kalung mahal.

Aku tahu kalung itu produk keluaran terbaru dari sebuah merek terkenal. Tapi aku hanya melihatnya sekilas dan memasukkannya ke dalam laci.

Fabian jadi canggung dan tidak tahu harus berbuat apa.

"Clara, kamu masih marah? Aku harus apa biar kamu nggak marah lagi? Bilang saja, pasti kulakukan."

Aku berbalik dan memeluk Mochi di sofa.

Mochi adalah kucing belang putih abu-abu yang dibawa pulang Fabian dua bulan lalu.

Aku sangat suka kucing, tapi dia tidak, jadi kami tidak pernah punya kucing sebelumnya.

Hari ketika dia membawa pulang kucing itu, suasana hatiku sedang buruk karena tidak kunjung hamil. Saat melihat kucing itu , semua kegundahanku langsung lenyap.

Fabian memperlakukan Mochi seperti jimat pembawa keberuntungan dan sukarela mengurus makan, minum, buang air kucing itu.

"Clara, kamu mau jalan-jalan ke laut? Kamu sudah lama ingin pergi ke laut, 'kan? Ayo kita naik kapal pesiar dan menikmati bintang-bintang di dek kapal."

"Aku tahu kamu nggak akan segampang itu melupakan masalah kemarin. Tapi aku janji, aku akan berusaha, Clara. Aku akan selalu menjadi Fabian yang kamu cintai. Ini nggak akan pernah berubah, aku bersumpah."

Aku menatap pria yang berlutut di lantai itu, hatiku terasa hampa. Entah kenapa, aku mengangguk.

Fabian begitu gembira, keresahannya seperti hilang seketika. Dengan tidak sabar, dia pergi memesan tiket dan membuat rencana perjalanan.

Mungkin karena reaksiku yang acuh tak acuh, Melissa semakin memanas.

Dia mengirim foto seekor anjing corgi.

[Kak, ini hadiah dari Pak Fabian buat menghiburku. Tapi aku sangat suka anjing, jadi yang ini nggak bisa kukasih ke kamu.]

[Oh ya, kucingnya sehat, 'kan? Aku alergi bulu kucing, jadi nggak bisa pelihara kucing. Tapi karena itu hadiah dari Pak Fabian, nggak tega kalau kubuang. Akhirnya dia kasih ke kamu, soalnya kamu suka kucing.]

[Kak, kalau kucing dan anjing bertarung, siapa yang menang, kucing atau anjing?]
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Tanpa Penyesalan di Musim Cinta yang Gugur   Bab 8

    Fabian terpukul berat. Dia menggumamkan kata "nggak" berulang kali. Tapi pada akhirnya, dia sendiri pun tidak mampu membantah.Karena semua itu adalah fakta yang tidak terbantahkan."Clara, aku tahu aku berengsek, tapi cuma kamu satu-satunya yang pernah kucintai. Aku cuma gelap mata sesaat dan tergoda ...""Jangan salahkan orang lain, Fabian. Kamu nggak sehebat itu atau sebersih itu. Kamu sendiri yang nggak bisa mengendalikan diri. Aku sudah minta pengacaraku menulis ulang surat perjanjian cerainya. Kamu harus tanda tangan. Kita bisa berpisah secara damai."Setelah mengatakan semuanya, aku berbalik dan masuk kamar tanpa meliriknya lagi.Surat perjanjian cerai itu dikirim keesokan harinya, tapi Fabian langsung merobeknya."Aku nggak akan tanda tangan, Clara. Nggak masalah kalau aku nggak bisa mendapatkanmu kembali dalam tiga tahun. Biarpun tiga tahun atau tiga puluh tahun lagi, akan kubuktikan kalau aku sudah berubah.""Clara, tolong beri aku kesempatan lagi. Kita dulu sangat dekat, dan

  • Tanpa Penyesalan di Musim Cinta yang Gugur   Bab 7

    Aku mendengar suara dari luar tangga dan akhirnya berkata, "Fabian, kita sudah selesai. Kamu juga lepaskan saja aku."Suara gemetaran Fabian berkata, "Nggak, Clara, kita nggak akan pernah selesai."Aku tidak berencana tinggal permanen di kota ini, jadi aku hanya tinggal di hotel.Entah bagaimana Fabian bisa tahu nomor kamarku. Saat ingin keluar untuk makan malam, aku melihat dia duduk di lantai, menunggu di depan pintu kamarku.Dia mendongakkan kepala, seperti seekor anak anjing yang memelas.Aku tiba-tiba teringat ketika aku berusia 17 tahun. Fabian ingin mengikutiku kuliah desain agar kami bisa selalu bersama, tapi ayahnya bersikeras dia kuliah jurusan keuangan.Fabian bertengkar hebat dengan ayahnya karena hal ini. Di tengah malam musim dingin, dia kabur dan membuat seluruh keluarganya cemas.Akhirnya, aku menemukannya di taman bermain yang sering kami kunjungi.Dia saat itu seperti anak anjing yang mengundang iba, mengenakan pakaian tipis dan meringkuk menyedihkan.Dia tersenyum pa

  • Tanpa Penyesalan di Musim Cinta yang Gugur   Bab 6

    Tiga tahun kemudian, program belajarku selesai dan aku pulang dari luar negeri untuk mengikuti kompetisi desain.Kebetulan, kompetisinya diadakan di kota asalku. Saat aku menginjakkan kaki di tanah tempatku lahir dan tumbuh besar, aku tiba-tiba merasa seperti tiba di dunia lain.Kupikir, aku tidak akan pernah bertemu Fabian lagi seumur hidup.Tak kusangka, reuni kami akan datang secepat ini.Dia tamu spesial dalam kompetisi ini.Aku berdiri di atas panggung, memperkenalkan karyaku, sementara dia duduk di antara penonton. Tatapannya yang tajam membuatku merasa tidak nyaman.Setelah menunggu lama hingga penghujung acara, aku ingin cepat-cepat pergi untuk menghindar darinya. Tapi, tangan seseorang menarikku ke tangga.Lalu, aku melihat wajahnya.Fabian menahanku di antara tubuhnya dan dinding.Matanya merah dan otot wajahnya gemetar. Suaranya terdengar serak."Clara, kamu masih ingat pulang? Tiga tahun, Clara. Tiga tahun penuh aku mencarimu.""Apa kamu punya hati? Kamu nggak pernah menghu

  • Tanpa Penyesalan di Musim Cinta yang Gugur   Bab 5

    Dia berdiri berjinjit dan mencondongkan tubuh ke depan untuk mencium Fabian.Tatapan Fabian dingin. Dia menarik tangan Clara yang melingkari lehernya dan bicara sedikit demi sedikit, "Kamu menghubungi Clara lagi?"Melissa terpaku sejenak. Setitik rasa bersalah muncul di matanya.Tapi, mana mungkin dia mengakuinya? Fabian tidak akan mengampuninya kalau tahu dirinya telah memprovokasi Clara.Dia masih ingat betapa menyakitkan tamparan itu.Di hari itu juga, Fabian meminta putus. Untungnya, dia punya akal untuk menangis menyedihkan dan memberi Fabian obat perangsang. Kalau tidak, entah kehidupan seperti apa yang akan dia jalani sekarang.Karena itu, dia tidak mungkin bisa mengakuinya."Nggak, Pak Fabian, kenapa kamu curiga sama aku?""Aku masih ingat peringatanmu waktu itu. Mana mungkin aku berani hubungi Kak Clara lagi? Nggak pernah, sumpah."Fabian menyaksikan tingkah wanita itu yang sangat dibuat-buat. Hatinya tiba-tiba dilanda rasa jijik.Dari mana asalnya dia sampai merasa Melissa mi

  • Tanpa Penyesalan di Musim Cinta yang Gugur   Bab 4

    Fabian akhir-akhir ini merasakan gelisah yang sulit dijelaskan. Perasaan ini pernah muncul pada hari ketika Melissa pergi menemui Clara.Melissa dapat merasakan lamunannya dan menggerutu tidak senang, "Pak Fabian, kamu masih saja melamun. Kangen Kak Clara? Ya sudah, pergi saja temui dia. Aku tahu aku nggak penting bagimu."Fabian tersadar dan mengusir kekhawatiran tak berdasarnya. Kapal pesiar ini di tengah laut dan Clara ada di dek memandangi bintang-bintang. Istrinya tidak akan pergi dan tidak mungkin bisa pergi.Wanita di bawahnya begitu memikat sehingga Fabian segera tenggelam kembali dalam bercintanya.Saat dia selesai dan pergi mencari Clara, dua jam sudah berlalu.Namun, Clara tidak kelihatan di dek. Rasa panik muncul kembali dalam pikiran Fabian.Mungkin Clara pergi ke kamar.Fabian bergegas kembali ke kamar. Dia mencari di dalam dan di luar kamar, tapi tetap tidak ada bayangan Clara.Jantung Fabian berdebar kencang. Dia biasanya tenang dan terkendali, tapi dia saat ini sangat

  • Tanpa Penyesalan di Musim Cinta yang Gugur   Bab 3

    Darahku seperti berbalik arah dalam tubuhku dan pikiranku kosong.Ternyata Fabian tidak membelikannya khusus untukku, melainkan hanya sesuatu yang sudah dibuang Melissa.Kucing itu merintih dan melompat ke tanah.Aku menunduk, memandang helai bulu kucing di tanganku.Fabian sudah memesan tiket dan kamar deluxe king-size.Aku melihat tanggalnya, tanggal 3 bulan depan, artinya tujuh hari lagi.Jika lamaranku diterima, aku akan berangkat ke luar negeri tanggal 3 bulan depan.Malam harinya, Fabian masih cukup perhatian menuangkan segelas susu untukku.Aku dapat melihat hasrat di matanya dan tiba-tiba merasa mual. Aku pun tidak sengaja menumpahkan susunya saat hampir kupegang.Cairan putih itu membasahi seprai, tapi Fabian dengan cemas memeriksa apakah aku terluka."Clara, kamu nggak apa-apa? Tanganmu kena?"Mataku merah dan tenggorokanku kering."Nggak apa-apa."Fabian menghela napas lega dan dengan sabar membersihkan barang-barang yang terkena tumpahan.Memandanginya sibuk keluar masuk, a

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status