Share

Bab 3

Author: Mandy
Darahku seperti berbalik arah dalam tubuhku dan pikiranku kosong.

Ternyata Fabian tidak membelikannya khusus untukku, melainkan hanya sesuatu yang sudah dibuang Melissa.

Kucing itu merintih dan melompat ke tanah.

Aku menunduk, memandang helai bulu kucing di tanganku.

Fabian sudah memesan tiket dan kamar deluxe king-size.

Aku melihat tanggalnya, tanggal 3 bulan depan, artinya tujuh hari lagi.

Jika lamaranku diterima, aku akan berangkat ke luar negeri tanggal 3 bulan depan.

Malam harinya, Fabian masih cukup perhatian menuangkan segelas susu untukku.

Aku dapat melihat hasrat di matanya dan tiba-tiba merasa mual. Aku pun tidak sengaja menumpahkan susunya saat hampir kupegang.

Cairan putih itu membasahi seprai, tapi Fabian dengan cemas memeriksa apakah aku terluka.

"Clara, kamu nggak apa-apa? Tanganmu kena?"

Mataku merah dan tenggorokanku kering.

"Nggak apa-apa."

Fabian menghela napas lega dan dengan sabar membersihkan barang-barang yang terkena tumpahan.

Memandanginya sibuk keluar masuk, aku merasa seperti di dalam mimpi.

Fabian, Fabian, mana dirimu yang sesungguhnya?

Setelah membersihkan tempat tidur dan mengganti seprai, Fabian tampak lelah.

Pada saat itu, ponselnya berdering.

Dia melirik layar dan berkata dengan tenang bahwa itu urusan kantor dan meminta aku tidur lebih dulu.

Aku mengiakan, lalu menghela napas lega.

Aku tidak ingin tidur lagi dengannya.

Fabian pergi ke ruang kerja. Sementara aku tidak bisa tidur, jadi aku ingin ke ruang kerja juga untuk mencari bacaan sebelum tidur.

Saat pintu terbuka, telingaku menangkap suara Fabian.

"Tenang saja, aku nggak akan biarkan Clara hamil sebelum anakmu lahir."

"Dia minum susunya setiap hari. Dia nggak mungkin tahu ada pil KB di dalamnya."

"Kamu masih marah? Mau kuajak jalan-jalan ke laut? Lihat bintang-bintang dari dek kapal."

Pil KB?

Susu yang harus kuminum setiap malam sebelum tidur ternyata berisi pil KB.

Aku kembali ke kamar dalam keadaan linglung, seluruh tubuhku gemetar tak terkendali.

Aku perlu melakukan sesuatu untuk menenangkan diriku.

Menata meja rias dan lemari.

Tapi, saat melihat celana dalam renda merah di dalam lemari, aku benar-benar hancur.

Aku tidak pernah memakai celana dalam model begini. Kalau bukan punyaku, berarti punya orang lain.

Satu kata "Melissa" bagaikan duri yang menancap di hatiku dan tidak dapat dicabut.

Tiba-tiba, ponselku berdering.

Lamaranku telah disetujui dan aku bisa berangkat ke luar negeri tanggal 3 bulan depan.

Aku mengepalkan tanganku, memejamkan mata dan menenangkan diri.

Satu jam kemudian, aku merasakan gerakan dari sisi lain tempat tidur. Lalu Fabian memelukku dari belakang seperti biasa.

Aku membeku dan berkata dalam kegelapan, "Fabian, kamu sudah beneran putus dari Melissa?"

Pria di belakangku menegang.

Sekejap kemudian, dia berkata, "Beneran, Clara. Aku nggak bohong."

Hatiku semakin tenggelam. Entah bagaimana, Fabian telah berubah menjadi orang yang sama sekali berbeda.

Aku berbalik dan menghadapnya. Dalam cahaya redup, aku menatap matanya dan berkata dengan tegas, "Fabian, jangan bohongi aku. Kalau kamu bohongi aku, aku nggak akan pernah memaafkanmu. Aku akan meninggalkanmu selamanya."

Fabian tertegun sejenak, lalu berkata dengan tulus, "Clara, sumpah, aku nggak akan pernah bohong lagi sama kamu. Aku nggak sanggup kehilangan kamu."

Kami saling memandang cukup lama. Matanya cerah dan aku tidak melihat sedikit pun rasa bersalah.

Setelah beberapa saat, aku memejamkan mata, menekan kepahitan dalam hatiku.

Tanggal 3 tiba tanpa terasa. Fabian membawaku ke kapal pesiar untuk bersantai.

Seseorang ingin menggodanya, tapi dia memelukku.

"Maaf, aku sudah punya istri. Aku sangat mencintainya dan cuma tunduk kepadanya seumur hidupku."

Mata wanita itu pun dipenuhi rasa iri. Dia mengatakan bahwa aku sangat beruntung mendapat suami yang tampan, kaya, dan setia.

Aku memaksakan senyum dan sekilas melihat seseorang bergaun putih dari sudut mataku.

Pada malam hari, Fabian memelukku dan kami memandangi bintang-bintang dari dek kapal.

Ponselnya terus berdering. Aku menatap alisnya yang berkerut dan berbisik, "Ada urusan mendesak?"

Fabian mematikan ponselnya dan menggeleng.

"Nggak, waktuku sepenuhnya milikmu, Clara. Aku benar-benar sudah berubah. Percayalah."

Aku tersenyum mengangguk, tapi tidak mengatakan bahwa aku percaya padanya.

Fabian tampak kesal. Bibir tipisnya cemberut, dan alisnya berkerut.

Aku tetap diam.

Akhirnya, dia bicara lagi.

"Clara, aku masih ada tanggungan kerjaan. Kamu sendirian dulu di sini sebentar, nggak apa-apa?"

"Ada masalah mendesak di kantor?"

"Sangat mendesak?"

Jelas-jelas, yang mendesak adalah seseorang yang sudah tidak sabar menunggu.

"Oke, silakan."

Fabian mengecup keningku dan mengusap rambutku.

"Clara memang paling baik, lembut, dan perhatian. Sabar ya, sebentar juga ke sini lagi. Pakai selimutnya, jangan sampai masuk angin."

Begitu Fabian pergi, aku sudah kehilangan minat dan mengikutinya diam-diam.

Dia masuk ke kamar di sebelahku dan menutup pintunya dengan tidak sabar.

Tak lama kemudian, terdengar bisikan dari dalam.

"Sayang, aku cemburu. Aku nggak peduli kamu seharian sama dia, tapi kamu harus sama aku sepanjang malam ini."

"Malam ini nggak bisa. Lain kali saja kita jalan-jalan sendiri, aku milikmu sepenuhnya. Sekarang, aku mau ketemu anak kita."

Aku mendengarkan percakapan mesra di dalam dan berbalik memanggil pelayan.

"Kapal pesanan saya sudah siap?"

"Siap, bisa berangkat sekarang."

Aku turun dari kapal pesiar dan naik kapal kecil itu.

Saat aku pergi, ponselku berdering beberapa kali.

[Kak, kamu tadi lihat aku, 'kan? Sudah percaya sekarang kalau Fabian mencintaiku?]

[Demi kebahagiaanku selama hamil, dia kasih kamu pil KB di dalam susu setiap hari. Kak, dia janji mau menceraikanmu dan menikahiku setelah anak kami lahir.]

[Apa hebatnya teman sejak kecil? Kalau jodohnya sudah datang, mana mungkin dia tahan.]

Dalam foto itu, Fabian tampak sangat emosional. Dia memegang wajah Melissa dan menciumnya dengan lembut.

Aku mematikan layar dan menyerahkan ponsel itu kepada pelayan yang memanduku.

"Tolong berikan ini ke laki-laki yang tadi. Beri tahu dia, Clara nggak mau dia lagi."

Pelayan itu kelihatan bingung. Sementara aku lanjut naik ke kapal kecil dan pergi.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Tanpa Penyesalan di Musim Cinta yang Gugur   Bab 8

    Fabian terpukul berat. Dia menggumamkan kata "nggak" berulang kali. Tapi pada akhirnya, dia sendiri pun tidak mampu membantah.Karena semua itu adalah fakta yang tidak terbantahkan."Clara, aku tahu aku berengsek, tapi cuma kamu satu-satunya yang pernah kucintai. Aku cuma gelap mata sesaat dan tergoda ...""Jangan salahkan orang lain, Fabian. Kamu nggak sehebat itu atau sebersih itu. Kamu sendiri yang nggak bisa mengendalikan diri. Aku sudah minta pengacaraku menulis ulang surat perjanjian cerainya. Kamu harus tanda tangan. Kita bisa berpisah secara damai."Setelah mengatakan semuanya, aku berbalik dan masuk kamar tanpa meliriknya lagi.Surat perjanjian cerai itu dikirim keesokan harinya, tapi Fabian langsung merobeknya."Aku nggak akan tanda tangan, Clara. Nggak masalah kalau aku nggak bisa mendapatkanmu kembali dalam tiga tahun. Biarpun tiga tahun atau tiga puluh tahun lagi, akan kubuktikan kalau aku sudah berubah.""Clara, tolong beri aku kesempatan lagi. Kita dulu sangat dekat, dan

  • Tanpa Penyesalan di Musim Cinta yang Gugur   Bab 7

    Aku mendengar suara dari luar tangga dan akhirnya berkata, "Fabian, kita sudah selesai. Kamu juga lepaskan saja aku."Suara gemetaran Fabian berkata, "Nggak, Clara, kita nggak akan pernah selesai."Aku tidak berencana tinggal permanen di kota ini, jadi aku hanya tinggal di hotel.Entah bagaimana Fabian bisa tahu nomor kamarku. Saat ingin keluar untuk makan malam, aku melihat dia duduk di lantai, menunggu di depan pintu kamarku.Dia mendongakkan kepala, seperti seekor anak anjing yang memelas.Aku tiba-tiba teringat ketika aku berusia 17 tahun. Fabian ingin mengikutiku kuliah desain agar kami bisa selalu bersama, tapi ayahnya bersikeras dia kuliah jurusan keuangan.Fabian bertengkar hebat dengan ayahnya karena hal ini. Di tengah malam musim dingin, dia kabur dan membuat seluruh keluarganya cemas.Akhirnya, aku menemukannya di taman bermain yang sering kami kunjungi.Dia saat itu seperti anak anjing yang mengundang iba, mengenakan pakaian tipis dan meringkuk menyedihkan.Dia tersenyum pa

  • Tanpa Penyesalan di Musim Cinta yang Gugur   Bab 6

    Tiga tahun kemudian, program belajarku selesai dan aku pulang dari luar negeri untuk mengikuti kompetisi desain.Kebetulan, kompetisinya diadakan di kota asalku. Saat aku menginjakkan kaki di tanah tempatku lahir dan tumbuh besar, aku tiba-tiba merasa seperti tiba di dunia lain.Kupikir, aku tidak akan pernah bertemu Fabian lagi seumur hidup.Tak kusangka, reuni kami akan datang secepat ini.Dia tamu spesial dalam kompetisi ini.Aku berdiri di atas panggung, memperkenalkan karyaku, sementara dia duduk di antara penonton. Tatapannya yang tajam membuatku merasa tidak nyaman.Setelah menunggu lama hingga penghujung acara, aku ingin cepat-cepat pergi untuk menghindar darinya. Tapi, tangan seseorang menarikku ke tangga.Lalu, aku melihat wajahnya.Fabian menahanku di antara tubuhnya dan dinding.Matanya merah dan otot wajahnya gemetar. Suaranya terdengar serak."Clara, kamu masih ingat pulang? Tiga tahun, Clara. Tiga tahun penuh aku mencarimu.""Apa kamu punya hati? Kamu nggak pernah menghu

  • Tanpa Penyesalan di Musim Cinta yang Gugur   Bab 5

    Dia berdiri berjinjit dan mencondongkan tubuh ke depan untuk mencium Fabian.Tatapan Fabian dingin. Dia menarik tangan Clara yang melingkari lehernya dan bicara sedikit demi sedikit, "Kamu menghubungi Clara lagi?"Melissa terpaku sejenak. Setitik rasa bersalah muncul di matanya.Tapi, mana mungkin dia mengakuinya? Fabian tidak akan mengampuninya kalau tahu dirinya telah memprovokasi Clara.Dia masih ingat betapa menyakitkan tamparan itu.Di hari itu juga, Fabian meminta putus. Untungnya, dia punya akal untuk menangis menyedihkan dan memberi Fabian obat perangsang. Kalau tidak, entah kehidupan seperti apa yang akan dia jalani sekarang.Karena itu, dia tidak mungkin bisa mengakuinya."Nggak, Pak Fabian, kenapa kamu curiga sama aku?""Aku masih ingat peringatanmu waktu itu. Mana mungkin aku berani hubungi Kak Clara lagi? Nggak pernah, sumpah."Fabian menyaksikan tingkah wanita itu yang sangat dibuat-buat. Hatinya tiba-tiba dilanda rasa jijik.Dari mana asalnya dia sampai merasa Melissa mi

  • Tanpa Penyesalan di Musim Cinta yang Gugur   Bab 4

    Fabian akhir-akhir ini merasakan gelisah yang sulit dijelaskan. Perasaan ini pernah muncul pada hari ketika Melissa pergi menemui Clara.Melissa dapat merasakan lamunannya dan menggerutu tidak senang, "Pak Fabian, kamu masih saja melamun. Kangen Kak Clara? Ya sudah, pergi saja temui dia. Aku tahu aku nggak penting bagimu."Fabian tersadar dan mengusir kekhawatiran tak berdasarnya. Kapal pesiar ini di tengah laut dan Clara ada di dek memandangi bintang-bintang. Istrinya tidak akan pergi dan tidak mungkin bisa pergi.Wanita di bawahnya begitu memikat sehingga Fabian segera tenggelam kembali dalam bercintanya.Saat dia selesai dan pergi mencari Clara, dua jam sudah berlalu.Namun, Clara tidak kelihatan di dek. Rasa panik muncul kembali dalam pikiran Fabian.Mungkin Clara pergi ke kamar.Fabian bergegas kembali ke kamar. Dia mencari di dalam dan di luar kamar, tapi tetap tidak ada bayangan Clara.Jantung Fabian berdebar kencang. Dia biasanya tenang dan terkendali, tapi dia saat ini sangat

  • Tanpa Penyesalan di Musim Cinta yang Gugur   Bab 3

    Darahku seperti berbalik arah dalam tubuhku dan pikiranku kosong.Ternyata Fabian tidak membelikannya khusus untukku, melainkan hanya sesuatu yang sudah dibuang Melissa.Kucing itu merintih dan melompat ke tanah.Aku menunduk, memandang helai bulu kucing di tanganku.Fabian sudah memesan tiket dan kamar deluxe king-size.Aku melihat tanggalnya, tanggal 3 bulan depan, artinya tujuh hari lagi.Jika lamaranku diterima, aku akan berangkat ke luar negeri tanggal 3 bulan depan.Malam harinya, Fabian masih cukup perhatian menuangkan segelas susu untukku.Aku dapat melihat hasrat di matanya dan tiba-tiba merasa mual. Aku pun tidak sengaja menumpahkan susunya saat hampir kupegang.Cairan putih itu membasahi seprai, tapi Fabian dengan cemas memeriksa apakah aku terluka."Clara, kamu nggak apa-apa? Tanganmu kena?"Mataku merah dan tenggorokanku kering."Nggak apa-apa."Fabian menghela napas lega dan dengan sabar membersihkan barang-barang yang terkena tumpahan.Memandanginya sibuk keluar masuk, a

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status