"Ibu, Nenek." Charlotte beralih mengeluh pada dua perempuan di dekatnya.
"Sayang, jangan terlalu khawatir." Dorothy mengelus kepala cucunya dengan penuh kasih sayang.
"Bagaimana aku tidak terlalu khawatir, Nenek? Yang Mulia Raja mungkin akan benar-benar jatuh cinta pada Putri Raylene jika dia terus mendatangi wanita itu. Aku tahu bahwa posisi ratu hanya akan menjadi milikku, tapi aku tidak sudi berbagi hati Yang Mulia Raja dengan wanita mana pun, apalagi putri pendosa itu."
"Nenek mengerti perasaanmu. Nenek akan mengurusnya untukmu." Dorothy juga tidak rela jika cucu kesayangannya harus bersaing dengan orang lain.
Seorang raja bisa memiliki banyak selir, dan Dorothy sangat tahu akan hal itu, tapi ada juga raja yang tidak memiliki selir seperti raja-raja sebelumnya.
"Bu, bagaimana dengan Perdana Menteri? Dia mungkin akan marah jika Ibu mengambil tindakan sendiri." Rebecca bertanya pada mertuanya.
"Aku adalah ibunya, dia tidak akan mungkin marah padaku. Selain itu ini demi kebaikan keluarga kita. Aku tidak bisa membiarkan perempuan pendosa itu menghalangi jalan cucu kesayanganku."
Apa yang dikatakan oleh Dorothy sangat masuk akal, Charlotte dan Rebecca yakin bahwa Aegis tidak akan mungkin memarahi ibunya sendiri karena mereka tahu seberapa sayang Aegis pada ibunya.
"Terima kasih, Nenek." Charlotte merasa sedikit tenang sekarang.
"Nenek hanya melakukan apa yang seharusnya nenek lakukan, Sayang." Dorothy tersenyum lembut. "Sekarang kau tidak perlu memikirkan apapun, tugasmu hanyalah bersikap sebaik mungkin di depan Yang Mulia Raja. Juga, jangan tunjukan kebencianmu terhadap Putri Raylene. Pekerjaan kotor apapun biar nenek yang melakukannya, jadi jika terjadi sesuatu yang buruk di masa depan, hanya nenek yang akan disalahkan dan bukannya dirimu."
Charlotte sangat terharu mendengar kata-kata dari neneknya. Wanita itu segera memeluk neneknya dengan penuh kasih sayang. "Aku akan mendengarkan Nenek."
"Cucuku sangat berbakti." Dorothy merasa terhibur.
Rebecca senang melihat putrinya sangat disayangi oleh ibu mertuanya.
"Baiklah, sekarang kembalilah ke paviliunmu. Kau harus menghadiri sesi minum teh bersama putri Menteri Pertahanan, bukan?"
"Ya, Nenek," balas Charlotte. "Kalau begitu aku akan segera kembali ke paviliunku."
Sebagai seorang bangsawan yang masih lajang, Charlotte memiliki begitu banyak acara, entah itu perjamuan, pesta atau kegiatan lainnya.
Selain itu undangan untuknya kini semakin banyak karena orang-orang sedang mencoba untuk menjilatnya, rumor mengenai Charlotte yang akan menjadi ratu telah menyebar di ibu kota.
Seperginya Charlotte, Rebecca dan ibu mertuanya pindah ke tempat bersantai.
"Bu, apa yang akan Ibu lakukan pada Putri Raylene?" tanya Rebecca.
"Ibu masih belum tahu, tapi Ibu pasti akan menyingkirkan wanita itu. Ibu harus memikirkannya dengan hati-hati agar tidak menimbulkan masalah," balas Dorothy.
Rebecca setuju dengan apa yang diucapkan oleh ibunya, mereka tidak bisa terburu-buru dalam menyingkirkan Raylene. Mereka harus memikirkannya dengan matang, agar rencana itu tidak gagal dan juga tidak tidak menimbukan masalah untuk mereka ke depannya.
Terlebih perasaan Xinlaire terhadap Raylene tidak bisa mereka tebak.
**
Aegis kini berada di dalam ruangan kerja Xinlaire setelah selesai dari ruang pemerintahan. Pria itu membahas beberapa hal dengan Xinlaire yang berkaitan dengan rencana pembangunan kembali Allegra.
Setelah pembahasan mengenai pekerjaan selesai, Aegis mulai membahas mengenai perjodohan antara Xinlaire dan Charlotte.
"Yang Mulia, Anda tidak lupa dengan keinginan Mendiang Yang Mulia Raja Dawson di masa lalu, bukan?"
Xinlaire mengangkat wajahnya menatap Aegis. Dia tahu apa yang sebenarnya ingin dikatakan oleh Aegis. Ketika ayahnya masih hidup, ayahnya sering bertukar pikiran dengan Aegis, dan pada saat itu ia juga terkadang ada di sana. Dan ayahnya akan mengatakan bahwa putri Aegis akan menjadi ratu masa depannya.
"Aku tidak akan melupakan keinginan Ayahku. Aku akan segera menikah dengan Nona Charlotte dan menjadikannya ratu kerajaan ini." Xinlaire tidak akan menunda-nunda masalah pernikahannya dengan Charlotte karena cepat atau lambat dia masih akan menikahi wanita itu.
Juga dengan pernikahan itu, dia bisa membiarkan Charlotte mengurusi urusan istana dalam yang juga perlu ditata kembali.
Dia tidak mencintai Charlotte sama sekali, tapi dia pikir dia bisa hidup rukun dengan Charlotte. Selain itu Charlotte adalah wanita yang pas untuk melahirkan penerus bagi kerajaan Allegra.
Senyum puas tampak di wajah Aegis, dia tahu bahwa Xinlaire tidak akan mengecewakannya. "Terima kasih, Yang Mulia."
"Kau tidak perlu berterima kasih padaku, itu adalah keinginan Ayahku, dan juga tidak ada wanita yang lebih cocok menjadi ratu selain Nona Charlotte." Xinlaire telah mengamati Charlotte selama bertahun-tahun. Wanita itu memiliki kepribadian yang baik dan juga peduli pada rakyat Allegra.
Dia memiliki kecerdasan yang hampir sama baiknya dengan Raylene. Dengan Charlotte yang menjadi ratu, maka dia tidak perlu mengkhawatirkan tentang istana dalam. Dia mungkin juga bisa berbagi beban dengan Charlotte.
Setelah pembahasan itu, Aegis meninggalkan ruang kerja Xinlaire. Berikutnya yang masuk adalah pelayan utama Xinlaire.
"Siapkan mahar untuk pernikahanku dengan Nona Charlotte. Atur semuanya dengan sangat baik, pernikahanku dengan Nona Charlotte akan diadakan bulan depan."
"Baik, Yang Mulia."
Xinlaire benar-benar selesai membahas mengenai pernikahannya dengan Charlotte, pria itu kini kembali bekerja. Memeriksa berbagai laporan dari semua orang kepercayaannya yang tersebar di berbagai daerah kerajaan Allegra.
Sejak perebutan kembali kekuasaan yang dia lakukan beberapa waktu lalu, kerajaan yang memiliki konflik dengen Allegra sejak dulu mulai melancarkan serangan.
Selama tiga tahun ini, Xinlaire telah beberapa kali turun berperang dengan prajurit kerajaan tersebut yang dikirim untuk merebut satu per satu kota yang merupakan wilayah kekuasaan Allegra, tapi dia telah menggagalkan semua upaya perebutan wilayah tersebut.
Dalam beberapa bulan terakhir ini, kerajaan itu tidak melakukan pergerakan apapun setelah dipukul mundur oleh pasukan Xinlaire, tapi tampaknya pemimpin kerajaan itu telah memerintahkan kembali penyerangan.
Pria itu mungkin berpikir bahwa ini adalah saat yang tepat untuk menyerang karena kondisi Allegra masih terpecah belah.
Xinlaire tidak bisa membiarkan hal seperti ini terjadi, ia memutuskan untuk turun tangan sendiri mengatasi serangan dari musuh.
Dengan cepat, Xinlaire memerintahkan Demonico, tangan kanannya untuk mengumpulkan pasukannya. Mereka akan pergi ke perbatasan kota Heath malam ini juga.
Sementara istana, Xinlaire mempercayakannya pada Aegis. Pria itu akan memimpin rapat di ruang pemerintahan selagi ia tidak ada, Aegis juga yang akan mengatasi semua permasalahan di ibu kota dan sekitarnya selama ia pergi.
**
Dekrit kerajaan segera tiba di kediaman perdana menteri, Aegis dan keluarganya segera berlutut di depan pelayan utama Xinlaire yang membawa gulungan berwarna emas.
Pria itu membacakan isi dekrit yang berisi tentang mahar dan tanggal pernikahan yang sudah ditetapkan oleh para tetua kerajaan berdasarkan banyak perhitungan.
Charlotte menerima dekrit itu dengan perasaan bahagia yang terpancar di wajah cantiknya.
Setelahnya para pelayan menyerahkan mahar yang dibawa bersama dengan dekrit.
Pelayan utama Xinlaire dan rombongannya kemudian meninggalkan kediaman perdana menteri.
Charlotte yang bahagia segera memeluk ayahnya. Dia tahu bahwa ayahnya pasti telah bicara dengan Xinlaire sehingga dia menerima dekrit pagi ini.
"Ayah, terima kasih." Wanita itu menatap ayahnya penuh haru.
Aegis tersenyum lembut. "Ayah senang melihatmu bahagia, Charlotte."
"Suamiku, selamat. Kau akan menjadi mertua raja setelah ini." Rebecca memberi selamat untuk suaminya.
Semua orang yang ada di kediaman perdana menteri bahkan sampai ke pelayan bersuka cita karena sebentar lagi posisi kediaman itu akan menjadi sangat kuat.
Berita tentang lamaran yang diterima oleh Charlotte telah menyebar di berbagai kalangan lapisan masyarakat di ibu kota.
Hal itu juga sampai ke telinga Melissa yang tidak sengaja mendengar dari sesama pelayan. Wanita itu segera kembali ke tempat istirahat Raylene. Dia merasa perlu memberitahu majikannya tentang berita itu.
"Yang Mulia, dalam satu bulan lagi Yang Mulia Raja akan menikah dengan Nona Charlotte."
Raylene tidak terkejut lagi, tapi meski begitu hatinya tetap kesemutan. Dahulu Xinlaire pernah berjanji hanya akan mencintainya seorang, tapi sebentar lagi pria itu akan menikah dengan wanita lain.
Rasa getir meracuni hati Raylene. Janji? Cinta? Bagaimana mungkin dia masih memikirkan tentang hal itu saat semuanya adalah sandiwara Xinlaire.
Tentu saja Xinlaire akan menikah dengan Charlotte, ayah mereka berdua adalah sahabat. Selain itu Charlotte memiliki wajah yang cantik dan kepribadian yang menarik, pria mana yang tidak akan jatuh hati pada wanita seperti Charlotte.
Raylene hanya bisa membenahi hatinya yang hancur berkeping-keping. Dalam kisah cinta segitiga ini, dia adalah pecundangnya.
"Yang Mulia, apakah Anda baik-baik saja?" tanya Melissa. Dia seharusnya tidak menanyakan tentang kondisi Raylene sekarang, karena jawabannya pasti tidak baik-baik saja.
"Bagian mana dari diriku yang baik-baik saja, Melissa. Namun, kabar yang kau bawa adalah berita yang baik. Aku mungkin harus memberi selamat pada Yang Mulia Raja dan Nona Charlotte."
Melissa lagi-lagi merasa iba pada majikannya, karena dosa orangtuanya Raylene harus menanggung rasa sakit yang teramat besar.
Dia harus segera membebaskan majikannya dari penderitaan ini, tapi sebelum itu dia harus membebaskan Raphael terlebih dahulu. Dengan begitu Xinlaire tidak akan bisa mengancam Raylene.
Melissa hanyalah seorang pelayan, tapi bergaul selama puluhan tahun dengan Raylene membuatnya tumbuh menjadi pelayan yang cerdik dan cukup terlatih dalam seni bela diri, selain itu dia mengetahui sedikit tentang obat-obatan.
Dia telah memikirkan cara untuk menyelamatkan Raphael, dan sekarang hanya menunggu waktu yang tepat untuk membebaskan pria itu dari penjara.
tbc
Pemakaman Raphael telah dilakukan, saat ini Raylene sedang menggendong putranya."Raylene, ayo kembali." Xinlaire harus menjelaskan pada Raylene ketika Raylene sudah lebih tenang. Kali ini ia merasakan bagaimana rasanya difitnah dan ia tidak memiliki bukti untuk menunjukan bahwa ia tidak bersalah sama seperti yang terjadi ketika Raylene difitnah oleh Charlotte ketika Raylene mengalami keguguran.Raylene mengangkat kepalanya, matanya masih sembab karena menangisi kepergian kakaknya."Kembali? Aku tidak akan pernah kembali bersamamu."Xinlaire tidak menepati janjinya, pria itu sekali lagi telah menghancurkan hati dan kepercayaannya."Menyingkir!" Raylene mengeluarkan belati yang ia simpan di balik gaunnya. Siapapun yang berani menghalanginya maka orang itu akan mati.Di sebelahnya ada Nora yang juga mengeluarkan belati, Nora akan menemani ke mana pun Raylene pergi."Jangan menyakiti Ratu ataupun Putra Mahkota!" Xinlaire memperingati orang-orangnya yang saat ini sudah siaga.Namun
Hari ini Xinlaire membuka gerbang, ia dan seluruh pasukannya kini berada di tanah lapang menghadapi Bennedict dan juga Raphael.Kedua belah pihak berada di tempat masing-masing saling berhadapan dengan keinginan untuk saling mengalahkan.Bennedict memiringkan wajahnya menatap Raphael mengejek. "Tampaknya adikmu gagal menjalankan tugasnya."Jika Raylene gagal maka bagaimana keadaan Raylene saat ini apakah Raylene dibunuh oleh Xinlaire?"Kau tidak perlu mencemaskan adikmu, Mantan Putra Mahkota Raphael. Raja Xinlaire pasti tidak akan membunuhnya. Adikmu terlalu cantik untuk menjadi mayat, selain itu Raja Xinlaire juga memiliki anak dengan adikmu, tapi mungkin saat ini nasib adikmu tidak terlalu baik.""Aku pasti akan membunuh bajingan itu hari ini!" Raphael berkata dengan tatapan sinis pada Xinlaire yang berada jauh di sana.Pasukan dua kerajaan itu mulai bergerak saat pemimpin mereka memberikan arahan untuk menyerang.Pagi itu cuaca sangat cerah, semangat dari kedua pasukan membara.
Raylene membuka matanya ketika ia merasa bahwa Xinlaire telah terlelap. Tangan wanita itu bergerak ke bawah bantalnya, ia mengambil belati yang sudah ia simpan sejak beberapa saat lalu.Tangan wanita itu menggenggam belatinya dengan kuat, ia duduk dengan perlahan lalu kemudian mengayunkan belatinya ke dada Xinlaire.Namun, gerakannya yang semula dipenuhi oleh keyakinan kini terhenti tepat ketika ujung runcing belati itu hanya kurang satu senti dari dada Xinlaire, tempat di mana jantung pria itu berada.Sekali lagi Raylene mengalami pertentangan batin. Dia masih tidak tahan untuk membunuh Xinlaire.Tekadnya saat ini mulai goyah, tangannya mulai gemetar. Nyatanya ia hanyalah Raylene Allegra yang tidak akan pernah mampu membunuh Xinlaire.Raylene mengutuk dirinya sendiri yang masih memiliki kelembutan hati untuk pria yang telah menyakitinya sedemikian rupa.Ia merasa bahwa dirinya benar-benar menjijikan, bahkan setelah semuanya, ternyata masih tersisa rasa untuk Xinlaire. Di dunia ini, t
Malam harinya saat semua orang masih sibuk menyingkirkan mayat dan membersihkan bekas perang Raylene menyusup keluar dari Kota Perth melewati jalur rahasia.Sekarang ia berada di tengah hutan yang gelap, Raylene mengandalkan pengetahuannya tentang alam untuk sampai ke tenda musuh."Siapa kau?!" Seorang prajurit yang sedang berpatroli menghentikan Raylene. "Ada penyusup di sini!""Aku ingin bertemu dengan Tuan Raphael," seru Raylene. "Aku adalah adiknya, Raylene Allegra."Beberapa prajurit segera berkumpul, mereka mengarahkan pedang pada Raylene.Semua prajurit yang ada di depan Raylene tahu bahwa Raphael memang memiliki adik, dan adik pria itu saat ini adalah Ratu Allegra.Karena wanita di depan mereka mengaku sebagai adik Raphael, mereka tidak bisa bertindak sembarangan."Beritahukan Tuan Raphael bahwa ada wanita bernama Raylene Allegra ingin bertemu dengannya." Salah satu orang yang mengarahkan pedang pada Raylene adalah komandan pasukan."Baik, Komandan Jackson."Beberapa sa
"Bagaimana dengan pasukan bantuan Kerajaan Allegra?" Bennedict bertanya pada mata-mata yang ia kirim untuk mengawasi di luar gerbang kota Vegaz, kota yang terletek sebelum kota Perth. Jika pasukan bantuan ingin pergi ke kota Perth, maka mereka harus melewati gerbang kota Vegaz terlebih dahulu."Pasukan bantuan Kerajaan Allegra masih berada di Kota Vegaz, Yang Mulia. Belum ada tanda-tanda mereka akan meninggalkan Kota Vegaz."Senyum tampak di wajah Bennedith. Pasukan bantuan tampaknya sangat berhati-hati. Mungkin saat ini mereka masih menyusun strategi untuk menembus para pasukannya yang telah mengepung Kota Perth.Tidak peduli strategi apapun yang sedang direncanakan oleh para jenderal Allegra, mereka tidak akan bisa mencapai grebang kota Perth. Pasukannya telah berjaga di bukit bebatuan, jika pasukan bantuan melewati bukit bebatuan itu, maka pasukannya akan menghujani pasukan bantuan dengan panah api dan batu dari atas.Pada akhirnya pasukan bantuan hanya akan menarik mundur pasukann
Pasukan musuh berhasil memanjat dinding benteng, serangan panah api dan bola api berhasil membuat pasukan yang berjaga di atas benteng berguguran.Raylene memegang pedangnya kuat, saat ada prajurit yang berhasil naik ia akan mengayunkan pedangnya membunuh prajurit-prajurit itu. Situasi di atas benteng semakin memanas, api di mana-mana, suara denting pedang beradu terdengar hampir di setiap sudut.Xinlaire memperhatikan Raylene yang berada tidak begitu jauh darinya sembari terus menyerang pasukan musuh. Xinlaire tidak bisa tidak memuji keberanian istrinya, baik dulu ataupun sekarang ini adalah pertama kalinya Raylene ikut dalam peperangan seperti ini, tapi Raylene tidak takut sama sekali. Ia benar-benar tidak salah jatuh cinta pada Raylene.Waktu berlalu, pasukan musuh kini ditarik mundur. Gerbang kota Perth masih bisa dipertahankan. Hari ini kerajaan Onyx kehilangan cukup banyak pasukannya, begitu juga dengan Allegra.Prajurit mulai mengangkat mayat-mayat yang bergeleta