Home / Romansa / Tawanan Hati sang Penguasa / Tekanan Pembawa Kenikmatan

Share

Tawanan Hati sang Penguasa
Tawanan Hati sang Penguasa
Author: El khiyori

Tekanan Pembawa Kenikmatan

Author: El khiyori
last update Last Updated: 2025-03-03 22:31:05

Malam semakin larut, suasana dingin mulai menyelimuti, namun Serena masih harus berkutat dengan pekerjaan. Ini adalah hari pertama ia bekerja sebagai seorang pelayan.

Peluh bercucuran di sekujur tubuhnya dan Serena tetap tak akan menyerah walau itu sangat menyiksa. Ia harus mendapatkan uang demi pengobatan sang suami yang lumpuh setelah terserang stroke.

Tak ada pilihan lain, kini Serena harus melakukan apa saja demi bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Ditengah-tengah kegiatannya mengepel, salah seorang pelayan menepuk bahunya.

"Serena, masuklah ke kamar itu dan bersihkan semua kotoran yang ada di sana!" ujarnya dengan nada serius.

"Iya baiklah," sahut Serena tanpa berpikir panjang, membuat teman seprofesinya menyeringai tipis saat melihatnya langsung melakukan apa yang sudah ia minta.

Serena pun bergegas melangkah memasuki kamar yang sudah ditunjukkan. Begitu masuk ke dalam, tubuh Serena sempat mematung beberapa detik.

Aroma therapy yang menguar dari sudut-sudut ruangan terasa menenangkan saat dinikmati. Di dalam kamar luas bernuansa maskulin itu juga tak terlihat ada kotoran sama sekali, hanya tempat tidur saja yang terlihat berantakan.

Tanpa mengulur waktu, Serena segera melakukan tugasnya. Dirapikannya bed cover yang sedikit menjuntai, sebelum akhirnya beralih merapikan bantal, tetapi ditengah-tengah kegiatan yang ia lakukan tiba-tiba seseorang mendorongnya dengan kasar.

"Akhhh!!" pekik Serena spontan. Tubuhnya kini terlempar ke atas ranjang, namun tak lama pergelangan tangannya ditarik agar ia berada dalam posisi duduk dan berhadapan dengan pria yang telah mendorongnya.

Tampan, itulah satu kata yang cocok untuk menggambarkan visual pria di hadapannya. Rahang tegas dihiasi alis tebal melintang dan sorot mata setajam elang, sungguh membuatnya tampak begitu sempurna.

Tanpa sadar, mata teduh Serena sibuk mengagumi sosok di hadapannya. Ia baru tersadar saat tubuhnya kembali diguncang dengan kuat.

"Siapa kau?" tanya Serena kemudian dengan degupan jantung yang berpacu cepat.

"Aku pemilik rumah ini, beraninya kau masuk kemari?"

Ditanya seperti itu, rasa takut seketika menjalar ke sekujur tubuh Serena. Ia tentu sudah mendengar rumor kekejaman seorang Morgan Calister, sang pemilik rumah, dan kini pria itu tepat berada di hadapannya, meremas kedua bahunya sebelum menurunkan paksa pakaian yang menutupinya.

"Tuan apa yang anda _ hmphhhh .... "

Serena tak diberi kesempatan untuk bicara. Bibirnya kini sudah dilahap habis-habisan oleh pria bernama Morgan tersebut.

Tak cukup sampai di situ, tubuhnya mulai disentuh dengan cara yang tak biasa, membuat Serena semakin meronta-ronta.

"Menurutlah jika tak ingin kesakitan," desis Morgan di telinga Serena. Membuat wanita itu kembali memohon dengan nada pilu.

Sayangnya, seorang Morgan Calister bukanlah pria yang mudah tersentuh oleh rengekan seperti itu. Dengan sentakan kuat ia berhasil menyingkirkan semua yang membalut tubuh pelayan di hadapannya.

Benar apa yang Morgan duga. Serena memiliki tubuh yang sangat indah. Dengan keahliannya ia segera menyentuh bagian-bagian tersensitif milik wanita itu, hingga membuat Serena semakin merasa kehilangan dirinya sendiri.

Tanpa sadar tubuhnya telah menerima apa yang Morgan lakukan. Tak mudah bagi Serena untuk menolak semua sentuhan yang akhir-akhir ini hanya mampu bermain dalam imajinasinya saja. Bagaimana tidak, beberapa bulan sudah sang suami tidak menyentuhnya sama sekali.

Mereka kerap terlibat percekcokan semenjak usaha penjualan parfum milik Serena mengalami kebangkrutan. Puncaknya adalah saat pria itu jatuh sakit hingga menderita kelumpuhan.

Sedangkan sekarang ia diperlakukan seperti itu. Serena merasa dirinya bagai menemukan oase di tengah padang pasir, tubuhnya begitu menikmati adegan demi adegan yang terjadi. Bibirnya pun tak mampu menyembunyikan kenikmatan yang ia rasakan.

"Ohhh ... you're so damn hot Baby!!" pekik Morgan saat miliknya sudah dimanjakan oleh milik Serena. Ia sungguh tak menyangka ada seorang pelayan senikmat itu di rumahnya.

Tak peduli pada bibir Serena yang sesekali meminta ampun, Morgan tetap melakukan apa yang ia suka. Istirahat sebentar lalu melakukannya kembali, lagi dan lagi. Di permainan ketiga mereka, Serena sampai kewalahan.

Pria bernama Morgan itu sungguh seperti singa kelaparan yang sangat buas, tapi tak bisa dipungkiri. Serena merasakan kepuasan bertubi-tubi meski ia akhirnya pingsan karena tak sanggup lagi mengimbangi.

Ia baru terbangun saat mencium aroma minyak penghangat di ujung hidungnya. Serta-merta Serena bangkit dari tempatnya, namun sepasang tangan kembali menarik tubuhnya.

"Kumohon lepaskan aku Tuan, aku harus pulang," lirih Serena.

"Hmm ... pulang ya," sahut Morgan dengan senyum miring menghiasi bibirnya.

"Jangan pernah keluar dari sini kecuali kau ingin mati!!" ujar Morgan lagi sambil mendekap erat tubuh Serena, tapi ternyata itu tak membuat Serena pasrah begitu saja.

Sekuat tenaga ia berusaha mendorong tubuh Morgan dan ternyata pria itu melepaskannya.

"Untuk apa kau pulang? tetaplah di sini bersamaku dan akan kuberikan apapun yang kau mau, asalkan kau bersedia menghangatkan ranjangku kapanpun aku mau."

Serena tersentak mendengar tawaran itu. Sudah pasti ia menolak karena dirinya bukanlah seorang jalang yang berkeliaran. Ia adalah seorang wanita bersuami.

Morgan sendiri tak menyangka ada wanita yang berani menolaknya. Ini adalah kali pertama ia mengalami hal seperti itu.

"Apa yang membuatmu menolakku? bukankah tadi kau sangat menikmatinya?" tanya Morgan lagi. Pria itu masih duduk dengan santai di atas ranjang sambil memperhatikan semua yang Serena lakukan.

Bagian dada wanita itu sepertinya akan menjadi favoritnya saat berada di rumah.

"Pelayan!! jawab pertanyaanku barusan! Apa yang membuatmu berani menolakku?!"

Kali ini suara Morgan terdengar meninggi namun Serena berusaha untuk berani menghadapi pria itu.

"Maaf Tuan, saya memiliki seorang suami. Jadi tolong, apa yang terjadi hari ini biarlah berlalu begitu saja, saya permisi!!" ucap Serena tegas sambil berlalu pergi, dan itu membuat Morgan merasa begitu terhina.

"Beraninya kau menolakku pelayan bodoh!! Baiklah jika ini maumu. Kau punya suami kan, jadi mari kita bermain-main Sayang," cerocos Morgan seorang diri setelah Serena benar-benar berlalu dari hadapannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tawanan Hati sang Penguasa    Bab 54

    Awalnya langkah Serena begitu mantap, tapi saat matanya sudah bisa menjangkau keberadaan Morgan, kedua kaki yang semula berdiri tegak kini justru bergetar hebat."William? itukah bayi yang dimaksud orang tadi?" tanya Serena pada diri sendiri. Tampak di depan sana, Morgan tengah meletakkan kembali tubuh William ke dalam stroller. Serena hampir saja mendekat karena tak rela Morgan menyetuh putranya, namun ia segera tersadar. Kalau sampai dirinya melakukan itu, sama artinya dengan memberitahu Morgan siapa William sebenarnya. Namun Serena ingin mendengar apa yang pria itu katakan. Karenananya kakinya mulai bergerak semakin mendekat dengan langkah mengendap-endap."Lain kali jangan lupa memastikan rem strollernya aktif saat sedang berhenti," ucap Morgan pada bibi May. Serena pun bisa mendengar samar-samar ucapan itu. Sekarang ia mengerti kenapa Morgan berinteraksi dengan putranya. Besar kemungkinan karena dia berusaha menolong stroller William yang tergelincir karena mungkin bibi May lupa

  • Tawanan Hati sang Penguasa    Bab 53

    Sayangnya meski sudah diberi aba-aba, Serena masih diam tak bergerak. Ia sungguh tak tahu harus berbuat apa. Tak sanggup rasanya mempertontonkan lekuk tubuhnya di depan semua orang. Mungkin di kamera, tubuhnya memang tak terlihat sepenuhnya, tapi di hadapan orang di sekitarnya, tetap saja ia harus mempertontonkan lsemuanya. Belum lagi jika air sudah dinyalakan, Serena sungguh tak sanggup membayangkannya. "Aku tidak bisa," ucapnya kemudian yang membuat sutradara menatap tajam ke arahnya. "Hai Nona!! ayolah ... kita tidak sedang bermain-main tapi bekerja!!" Seketika ruangan tersebut hening. Mereka semua kini menatap ke arah Serena yang tampak diam tak bergerak. Merasa semakin kesal, sutradara tersebut memerintahkan pada asisten Felix untuk mengambil jubah mandi dari tubuh Serena. "Kita langsung ke adegan inti dulu! ambil pakaian luarnya dan air akan langsung dinyalakan." Mendengar itu asisten Felix pun langsung bergerak untuk mendekati Serena, tapi ternyata yang terjadi

  • Tawanan Hati sang Penguasa    Bab 52

    Felix benar-benar lega, akhirnya ia sudah menemukan solusi atas masalahnya. Sore itu Serena tampak cantik dengan menggunakan turtleneck dress nuansa cokelat yang dipadukan dengan long coat dan ikat pinggang bernuansa senada.Ia juga memakai sepasang pumps dan membawa sebuah handbag warna cokelat yang tadi sempat dibelikan oleh Arthur. Bibi May yang melihat penampilan Serena sampai terharu."Kenapa Bibi menatapku seperti itu?" tanya Serena sambil mengambil alih putranya yang juga mengenakan pakaian senada dengannya. Di usianya yang ke 7 bulan, William semakin tampak menggemaskan."Kau sangat cantik, mengingatkan Bibi pada ibumu.""Ibu ... ayolah, tolong jangan bahas hal-hal yang menyedihkan, kita harus bersemangat hari ini. Ayo kita berangkat sekarang," sela Felix yang kemudian sigap membawakan handbag milik Serena.Setelah berpamitan pada sang paman, ketiganya lalu berjalan beriringan menuju ke mobil."Bibi, lihatlah! William senang sekali melihat pemandangan di luar!!" seru Serena ya

  • Tawanan Hati sang Penguasa    Bab 51

    Serena semakin salah tingkah karena dua pria yang ada di hadapannya sama-sama memperhatikan dirinya."Kenapa, kalian menatapku seperti itu?" tanyanya kemudian."Kurasa Felix memilihmu untuk menjadi modelnya kali ini," tebak Arthur yang ternyata dibenarkan oleh Felix.Seketika Serena tertawa."Bagaimana mungkin kalian berpikir seperti itu.""Serena ... kau sangat cantik. Kecantikanmu melebihi apapun yang ada di dunia ini. Jadi ... kenapa tidak?" ujar Felix yang membuat Arthur terdiam.Mungkin itu adalah gombalan, tapi ia merasa tatapan Felix terhadap Serena bukanlah tatapan sayang selayaknya seorang saudara, melainkan tatapan kekaguman sama seperti yang ia rasakan."Apa Felix juga menyukai Serena."Batin Arthur terus berkecamuk seiring tatapan Felix yang terasa semakin dalam. Diam-diam Arthur terus memperhatikan ekspresi pria itu dan ia semakin yakin kalau Felix memang menyukai Serena. Sama seperti dirinya.Kini Felix masih berusaha membujuk Serena yang ternyata cukup sulit."Tapi aku

  • Tawanan Hati sang Penguasa    Bab 50

    Tak hanya marah, karena rasa cemburu yang melanda, Morgan sampai harus melempar benda di tangannya. Ia sungguh tak terima melihat Serena dekat dengan pria lain.Hal pertama yang ia lakukan adalah mencaritahu mengenai alasan kenapa wanita itu bisa masuk ke rumahnya. Akhirnya ia mendapatkan informasi dari pelayan jika Serena datang ke kediamannya untuk menggantikan sang paman."Begitu rupanya .... " gumam Morgan yang mulai memikirkan sesuatu. Ia akan membuat wanita itu lebih sering berada di sekitarnya."Tapi bagaimana dengan anaknya?"Morgan kembali berpikir sejenak sebelum mengulas senyum di bibirnya.Belum juga ia beranjak, ponselnya sudah kembali berdering. Kali ini Felix yang menghubungi."Ya, ada apa?" ucap Morgan begitu telepon tersambung."Maaf Tuan, model yang sudah kita pilih untuk melakukan syuting iklannya mengalami kecelakaan, apa kira-kira syutingnya masih bisa ditunda?""Apa kecelakaannya parah?" tanya Morgan lagi."Cukup parah, yang pasti, kita tidak bisa memakainya. Kit

  • Tawanan Hati sang Penguasa    Bab 49

    Mendadak ia ingin menyuruh orang untuk mengikuti Serena kemanapun wanita itu pergi, tapi setelah kembali berpikir, Morgan akhirnya mengurungkan niatnya.Ia merasa tak rela ada orang lain yang memperhatikan Serena."CK ... arghhh .... "Morgan mengerang frustasi. Belum selesai ia dengan pikirannya, Maxime sudah kembali mengirimkan pesan yang membuat otaknya semakin penuh.Ternyata sejak tadi sang ibu berusaha menghubunginya. Tak ingin membuat ibunya khawatir, Morgan langsung balik menghubungi."Ada apa Bu? sepertinya ada hal penting sampai harus menelepon berkali-kali?"Bukannya jawaban, namun helaan nafas panjang yang pertama kali Morgan dengar sebelum akhirnya Lucia mengajukan pertanyaan."Boleh lbu tahu, apa alasanmu berfokus pada perusahaan parfum itu? sampai-sampai kau rela menetap di Paris beberapa waktu lamanya?"Morgan merasa aneh dengan pertanyaan yang ibunya lontarkan, tapi ia tetap bersikap tenang."Entahlah, Morgan hanya tertarik pada perusahaan ini. Tak terlalu sulit menge

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status