Share

3. Keramas Pagi

Aku mendengkus lelah sekaligus kecewa mendapati Kak Sabiru sudah terbuai mimpi. Hati kecilku masih ingin bercengkrama dengan dia. Masih ingin bermanja-manja.

Entahlah ... akhir-akhir ini semenjak Keanu lahir ke dunia, aku merasa sangat mengagumi pria ini. Sikapnya yang teramat perhatian pada kami dan juga siaga membuatku merasa beruntung memilikinya. Kemudian akan semakin jauh cinta padanya jika teringat masa-masa kelabu kami.

Kak Sabiru yang sabar akan selalu tersenyum walau kumaki. Dirinya tetap perhatian biar pun didiamkan. Dan teguh bertahan untuk bertanggung jawab, meski aku menolaknya berulang kali.

Mengingat perilaku bodoh sendiri tak terasa air mataku menitik. Namun, lekas kuhapus. Pelan kurebahkan tubuh di sampingnya. Memiringkan posisi agar bisa menatap lekat torehan karya Tuhan pada wajah pria ini.

Kak Sabiru terlihat damai dalam lelapnya. Dadanya turun naik dengan napas yang beraturan. Sangat pelan karena takut membangunkan, kuelus lembut pipinya yang sedikit kasar bekas cukuran bulu-bulu halusnya. .

Bibirnya yang bersih dari nikotin tampak seksi dipandang mata. Apalagi saat tertidur mulut lelaki ini sedikit terbuka seolah mengundang untuk dikecup. Oh ... kenapa aku sampai punya pikiran seperti ini? Benarkah hatiku telah tertawan olehnya?

Walaupun hati merutuk, tetapi tubuhku justru terobsesi ingin menyentuh pria ini. Kembali tanganku berjelajah pada wajahnya. Dan tiba-tiba saja Kak Sabiru menangkap tanganku yang tengah menyusuri hidung mancungnya.

"Keanu sudah tidur?" tanyanya dengan suara sayu. Kuiyakan dengan anggukan.

Kak Sabiru tersenyum. Diraihnya kepalaku untuk dikecupnya pelan. "Kamu sangat cantik malam ini, Bila," bisiknya syahdu, "sini!" Kak Sabiru membuka kedua tangan.

Tanpa ragu aku lekas menyusup pada dada bidang itu. 

Mata kami saling beradu. Saling menatap penuh damba. 

Sentuhan lembut dan penuh kehati-hatian darinya membuatku melayang ke langit ketujuh.

***

"Bila ... bangun!"

Bisikan lembut itu mengalun indah di telinga. Sayangnya aku sedang tidak tertarik untuk mendengarkannya. Sehingga aku hanya menggeliat sebentar untuk kemudian tertidur kembali.

"Bangun, La! Kakak sudah siapkan air hangat," perintah Kak Sabiru di telinga.

"Air hangat untuk apa? Aku masih ngantuk nih." Aku menjawab dengan mata yang masih tertutup.

"Keramas, La! Mumpung belum ada yang pada bangun," suruh Kak Sabiru lagi.

Mendengar kata keramas seketika mataku terbuka. Lantas teringat pergumulan pertamaku dengan Kak Sabiru. Langsung saja kusentuh area sensitif ini. Masih terasa perih dan sedikit lengket. Ya aku harus membersihkan badan.

Terburu kusingkap selimut putih yang menutup seluruh tubuh. Ah tidak ... ternyata tubuhku masih polos tanpa sehelai benang. Dengan wajah merona malu kututup kembali tubuh ini.

Kak Sabiru yang pengertian mengambil baju tidurku yang tergeletak mengenaskan di lantai. Pria itu duduk dan siap memakainya.

"Aku bisa sendiri," tolakku langsung menyambar kain berwarna hijau muda itu. "Kakak balik badan!" suruhku kemudian.

Namun, Kak Sabiru bergeming. Dia justru menarik selimut yang tengah kudekap. Bibirnya pelan mengecup pundak polosku. "Kenapa harus malu? Aku bahkan sudah menikmati setiap inci dari tubuhmu," ujarnya dengan senyum samar.

"Ahhh ... pokoknya sana balik badan, aku mau pakai baju sendiri," perintahku tegas sembari mendorong pelan tubuh Kak Sabiru.

"Oke deh."

Kak Sabiru mengalah dan menuruti perintahku dengan membalik badan. Dirinya bahkan bangkit dari duduk untuk melangkah menuju ke lemari empat pintu kami. Sembari menunggu aku memakai baju, pria itu membuka pintu lemari.

Tubuhku terhalang pandangan karena pintu lemari terbuka itu. Gegas kupakai baju tidur secepat mungkin. "Sudah," ucapku memberi tahu.

Kak Sabiru menutup kembali pintu lemari berwarna putih itu begitu mendengar aku berujar. Dirinya mendekat seraya membawa sepotong handuk dan baju ganti untukku.

"Aku mandi dulu. Titip Keanu sebentar, ya," pamitku begitu menerima angsuran darinya.

Begitu mendapat anggukan kepala dari Kak Sabiru, tertatih aku melangkah ke luar kamar. Walau sudah bukan perawan, tetapi semalam adalah kali kedua kewanitaanku dimasuki.

Suasana rumah masih lenggang. Sepertinya penghuni lain belum ada yang bangun. Air panas di atas kompor yang telah disiapkan Kak Sabiru segera kupindah ke kamar mandi.

Seketika aku menggigil kedinginan saat mulai mengguyur badan. Walau sudah memakai air hangat tetap saja hawa dingin itu tetap terasa. Seumur-umur baru kali ini aku membersihkan badan di pagi buta.

Karena tidak kuat menahan hawa dingin kegiatan mandi besar ini kubuat secepat mungkin. Yang penting telah sesuai dengan syariat. Apalagi terdengar ada seseorang yang mengetuk pintu kamar mandi. Maka bergegas aku ke luar dari bilik ini.

"Bila?" sapa Ibu terlihat kaget melihat aku yang baru saja menggunakan kamar mandi. "Habis ngapain kok lama?"

"Eh ... E ...." Aku bingung mau menjawab apa.

Mendadak senyum kecil terlukis dari bibir Ibu begitu menyadari keadaanku. "Habis keramas, ya?" tebaknya kemudian.

"E-e-iya," jujurku dengan terbata.

Lalu karena tidak mau lagi salah tingkah gegas aku menderap langkah. Beranjak pergi menuju kembali ke kamar. Di jalan aku berpapasan dengan Paman yang baru saja ke luar dari kamar tidurnya.

"Habis junub, La? Pagi amat," ledek Paman dengan cengiran di bibir.

Aku yang salah tingkah tidak mampu membalas. Hanya mampu meringis untuk kemudian melanjutkan langkah menuju kamar.

Kak Sabiru telah mengganti kaos tipis putihnya menjadi baju koko ketika aku masuk. Pria itu tengah duduk di lantai beralaskan sajadah panjang berwarna merah. Mulutnya mengalun ayat-ayat suci. Walau bukan seorang qiroah, tetapi bagiku suara lumayan merdu.

Sementara menunggu Kak Sabiru menyelesaikan bacaannya, aku memilih untuk mengeringkan rambut. Duduk di depan cermin besar meja rias sembari mengarahkan hairdryer ke rambut. Namun, suara bising dari mesin ini membuatku merasa tidak nyaman.

Aku takut mengganggu Kak Sabiru. Sehingga terpaksa mengeringkan rambut secara manual. Mengacak-acak rambut menggunakan kain handuk. Namun, tiba-tiba handukku ada yang memegang. Dan Kak Sabiru si pelakunya.

"Sini aku bantu keringkan," ujarnya mulai siap mencolokkan kembali hairdryer.

"Nggak usah," tolakku langsung, "Kakak lanjutin saja ngajinya. Suaramu bagus aku suka."

"Udahan tadi," sahutnya santai. "Ayo sini aku bantu keringkan."

Tidak mampu lagi menolak, aku diam pasrah saat tangan kekar itu mulai mengarahkan mesin pengering ke rambut. Dengan lembut Kak Sabiru mengacak-acak rambutku. Lalu menyisirnya. Sesekali kurasakan kecupan ringan darinya pada rambut. Membuatku spontan mendongak menatapnya.

"Wangi rambutmu sungguh menggoda. Aku suka," kilahnya begitu melihat tatapanku.Tersenyum aku mendengar pujian itu.

Kembali aku menatap cermin. Merasakan lagi sentuhan tangan dari Kak Sabiru pada rambut. Dirasa sudah cukup kering, pria itu mematikan mesin itu. Dirinya tersenyum menatapku lewat pantulan cermin.

"Cantik," pujinya mesra di telinga.

Membuat seketika bulu kudukku terasa berdiri. Pria itu menunduk untuk menyejahterakan posisi wajah di pundakku.

"I love you, Bila," ucapannya syahdu.

Untaian kata yang meluncur lembut dari mulutnya itu, layaknya mantra yang membuat aku tidak mampu berkutik. Ini adalah pernyataan cinta yang pertama kali kudengar dari bibirnya. Terdengar begitu tulus dan menyejukkan jiwa.

Perlahan Kak Sabiru meraih daguku. Membuatku terpaksa membalas tatapan intensnya. Kini pria itu mulai mendekatkan wajah. Aku tahu apa yang hendak ia lakukan. Maka aku pun menutup mata. Bersiap menerima sentuhan lembut darinya.

"Panggilan cinta dari Allah telah tiba. Kakak pergi sholat subuh ke masjid dulu, ya," pamitnya kalem.

Aku yang telah salah menerka lekas membuka mata. Dengan tersenyum kecut aku mengangguk.

"Ya sudah kakak pergi, ya."

"Ya," sahutku sembari mengusap tengkuk. Kupikir tadi dia akan menciumku. Ternyata aku gede rasa sendiri.

Cup!

Kak Sabiru mengecup ringan bibirku. Membuat aku sedikit terkesiap mendapat perlakuan tiba-tiba itu. Melihat ekspresiku Kak Sabiru menjawil pipiku sebentar, lantas dirinya meraih sajadah panjang miliknya untuk di sampirkan di pundak dan memakai kopiah putih.

Ahhh ... kok kian tampan saja pria ini. Mataku seakan tidak jemu memandang. Selanjutnya Kak Sabiru bergegas menuju pintu untuk kemudian menutupnya dari luar.

"Hati-hati," ucapku lirih begitu dirinya sudah tidak berlalu.

Sepertinya tadi aku begitu terpesona, tetapi malu mengakui sehingga untuk mengucap kata 'hati-hati' saja tidak mampu. Kenapa sih ... jatuh cinta kali ini begitu indah? Aku menggeleng pelan walau bibir melengkung senyuman.

Aku bergegas menuju kamar mandi lagi untuk berwudhu, setelah itu lekas menggelar sajadah panjang sendiri. Memakai mukena putih bunga-bunga untuk kemudian menunaikan ibadah dua ra'kaat. Penuh kekhusyukan aku menghadap Tuhan.

Sujud terakhir sengaja kupanjangkan dengan menyelipkan doa. Memohon kepada sang Pencipta, agar babak hidup yang baru kuarungi bersama Kak Sabiru ini senantiasa diberikan kedamaian, cinta kasih, dan rahmah.

Aktivitas mendamaikan hati ini lekas kusudahi begitu mendengar suara rengekan dari Keanu. Bayi kecilku pasti sudah bangun. Usai melipat mukena dan sajadah, lekas kuhampiri Keanu dalam boks. Matanya masih terpejam, tetapi rengekannya kian menambah. Dia pasti lapar.

Tanpa menunggu lagi kuangkat malaikat kecil dalam hidup ini. Keanu sungguh begitu menggemaskan sehingga aku tidak tahan untuk  menciumi pipi chubby-nya. Lalu dengan penuh kasih sayang bayi kecil itu kususui.

Terdengar suara pintu berderit. Saat kutengok wajah tenang Kak Sabiru menyembul dengan senyuman. Pria itu mendekat usai menutup pintu kembali.

"Keanu kelaparan, ya?" tanya Kak Sabiru sembari merapatkan duduk untuk merangkul pundakku.

"Iya, nih rakus banget miminya," jawabku masih terus memandangi wajah bayi kami.

"Ayah juga lapar nih."

Kutoleh pria di samping. Kak Sabiru menganguk cepat ketika mata kami bertemu pandang.

"Ya udah aku bikin sarapan dulu."

Keanu yang sudah puas menyusu lekas kubaringkan kembali di boks. Namun, ketika aku hendak membuka pintu untuk membuat sarapan, Kak Sabiru menghalangi.

"Mau ke mana?"

"Ke dapur katanya tadi lapar."

"Gak usah ke dapur di sini saja."

"Lho kok gitu?" Aku menyipit bingung.

Kak Sabiru melempar senyum manis. Tangannya menarik lenganku untuk merapatkan tubuh kami.

"Aku mau sarapan lain," cengirnya.

"Sarapan lain apa?" Aku yang masih bingung bertanya dengan polosnya.

"Sarapan batin."

"Sarapan batin itu ap-"

Belum sempat aku menyelesaikan ucapan, bibirnya terlebih dulu berlabuh. Begitu lembut dan dalam. Membuatku terbuai. Aku bahkan sampai terkaget saat tiba-tiba dia mengangkat tubuhku dan membawanya ke ranjang.

Lagi Kak Sabiru membawaku terbang ke angkasa cinta. Bahkan kali ini aku mampu mendaki puncak kenikmatan surga dunia. Dan badan yang letih akhirnya mengantarkanku ke alam mimpi kembali.

next

kasih tau kalo ada typo

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status