Share

6. Cemburu

 

❤️❤️❤️

 

"Bila?" Terdengar suara Kak Sabiru dan Elma menegur bersamaan.

 

Seketika aku dan Zayn terkesiap mendengar teguran itu. Gegas aku lekas bangkit. Sialnya pengait gelang yang kupakai tersangkut di kemeja Zayn. Dan itu membuatku susah untuk bangkit.

 

"Kok malah tindih-tindihan terus dari tadi. Kasihan Zayn dong, Bil, kamu tindih terus." Elma menegur lagi. Ada rona cemburu yang terlukis pada wajahnya.

 

"Sembarang!" selorohku tidak terima. "Ini gelangku nyangkut di kemeja Zayn." Aku menerangkan dengan sedikit mengeluh.

 

"Sini!"

 

Kak Sabiru jongkok untuk membantu melepas gelangku. Sepertinya pria itu kesusahan melepasnya. Dan aku sungguh tidak menyangka jika Kak Sabiru memilih untuk menarik paksa. Sehingga gelang rantai mungil yang terbuat dari emas putih itu patah.

 

"Yahhh ... sayang sekali gelang cantiknya patah!" seru Nasya dengan wajah terkesima.

 

Kak Sabiru terlihat tidak peduli. Pria itu membantuku untuk berdiri. Begitu pun Zayn. Sekali sentak pemuda itu berdiri tegak usai tidak lagi tertindih olehku. Tanpa bicara dirinya kembali ke meja. Elma pun mengikuti walau sesekali gadis itu memandangku dengan tatapan yang tidak bisa kuartikan.

 

"Bang, patahan gelang itu mau diapakan?" tanya Nasya penasaran.

 

"Buang," jawab Kak Sabiru datar.

 

"Eh ... jangan! Sayang. Buat Nasya aja, ya?" pinta Nasya memasang wajah sok manis. Layaknya anak kucing yang minta dikasih makanan. Kak Sabiru memberikan gelang itu tanpa bersuara. "Asyik! Masih bisa dijual kok gelang ini," girang Nasya meringis.

 

"Jadi ke toilet?" tanya Kak Sabiru.

 

"Jadi," sahut singkat. "Ayok, Sya!" Kutarik lengan Nasya menuju toilet.

 

"Eh ... iya ... tunggu-tunggu! Jangan keras-keras nariknya, napa? Kan sakit lenganku, Kak!"  gerutu Nasya.

 

Aku tidak peduli pada ocehan gadis ini. Walau kaki masih sakit, terus saja kutarik Nasya hingga ke toilet dengan mencengkeram lengannya. Rasanya tidak sabar ingin membuat perhitungan dengan gadis tengil ini. 

 

Begitu sampai di toilet. Aku mencari bilik yang kosong. Lumayan ramai. Namun, ada bilik dengan pintu terbuka di paling ujung ruangan. Begitu masuk bilik itu lekas kusentak tangan Nasya dan segera mengunci pintunya.

 

"Ihhh ... Kak Bila kasar banget deh! Gak suka ah!" protes Nasya cemberut, lalu bersedekap. Kutatap manik kecoklatan itu dengan garang, lalu kuping kecil itu kutarik keras ke atas. "Akhhh ... sakit, Kak Bila!" lengking Nasya seraya melepas jeweranku. 

 

"Lebih sakitan mana sama kakak yang kamu dorong tadi?" sinisku murka.

 

"Aku gak sengaja tadi." Nasya berkilah.

 

"Besok cepat beresi pakaian kamu dan lekas angkat kaki dari sini bareng ibumu!" usirku tegas.

 

"Ngancem ... dikit-dikit ngancem bisanya." Nasya masih berani membantah.

 

"Kamu itu udah dikasih hati minta jantung ya, Sya," kesalku masih dengan menatap tajam gadis itu. "Tahu gak tadi? Betapa malunya kakak saat semua orang menatap aneh karena kakak menubruk tubuh Zayn."

 

"Aku bilang kan tidak sengaja." Nasya tetap menyangkal.

 

"Aku tidak peduli. Pokoknya kamu usah tinggal di sini lagi. Sekarang kamu ke luar! Kakak mau kencing." 

 

Kudorong tubuh langsing itu ke luar bilik. Dan Nasya tidak protes lagi. Hasrat buang air kecil yang sedari tadi tertahan kini kutuntaskan.

 

Setelah hasrat tersalurkan aku kembali ke meja makan. Ternyata Nasya sudah berada di kursinya. Gadis itu duduk diam sembari memainkan sedotan pada minumannya. 

 

Aku sendiri merasakan tatapan aneh dari semua orang saat duduk kembali. Elma yang biasanya hangat padaku mendadak cuek. Bahkan Kak Sabiru juga berlaku dingin. Mungkinkah kedua orang ini cemburu padaku.

 

Sikap dingin Kak Sabiru berlanjut sampai acara selesai. Tidak ada suara yang terlontar dari mulutnya. Dirinya kuat diam bahkan sampai di rumah. 

 

Pria itu tidak juga lekas masuk kamar walau malam kian larut. Dirinya lebih memilih menghabiskan malam dengan main catur bersama Paman di teras depan. Aku yang merasa penat sehabis jamuan makan, juga mengurus Keanu, akhirnya terlelap sendiri.

 

*

 

Jam tiga dini hari seperti ada alarm alami. Keanu selalu terbangun pada jam-jam itu untuk minta susu. Dan sebagai ibu yang baik tentu aku memenuhi kewajiban. Walau mata masih terkantuk-kantuk. 

 

Biasanya ada Kak Sabiru yang menemani. Namun, sepertinya pria ini belum lama tertidur, sehingga ia tidak bisa mendengar rengekan tangis anaknya tadi. 

 

Keanu yang kenyang kembali tertidur. Bayi itu kembali aku taruh di boks. Dengan sangat lembut aku membangunkan Kak Sabiru untuk sholat malam bersama. 

 

Semenjak aku selesai nifas dulu, kami memang kerap sholat malam bersama. Apalagi saat itu Keanu masih sering terjaga. Ada kedamaian yang terasa jika menghadap Tuhan diimami pria itu.

 

"Kak ... bangun! Sholat malam, yuk! Udah jam tiga lewat," ajakku lembut.

 

Kak Sabiru menggeliat sebentar. Tanpa bicara dirinya bangkit duduk. Setelah menutup mulut dengan tangan karena menguap lebar, dia lekas menuju kamar mandi. 

 

Kuikuti langkah pria itu hingga depan pintu kamar mandi. Ketika pria itu sedang berwudhu, aku menunggu giliran. Kak Sabiru menghindar saat berpapasan denganku di pintu kamar mandi. Dia menjaga wudhu. Aku sendiri juga berniat membersihkan hadas kecil ini.

 

Lantas kami sholat malam bersama. Sama-sama khusyu beribadah. Dan saat pria itu memohon doa kebaikan untuk kelangsungan pernikahan ini, kuaminkan dengan tulus.

 

Ada yang berubah. Biasanya Kak Sabiru akan tetap berdiam di kamar ini usai shalat malam. Kadang waktu menunggu datangnya subuh ia gunakan untuk mengaji atau meminta jatah nafkah batin. Namun, pagi ini dia memilih ke luar kamar. Dan kulihat dirinya membaringkan tubuhnya di sofa ruang keluarga.

 

Huftt ... aku menghela napas panjang. Dia masih tidak mau bicara sejak semalam. Benarkah dia cemburu? Seharusnya Kak Sabiru paham kalau kejadian semalam bukan karena kesengajaan. Dan aku yakin Zayn pun tidak nyaman karenanya.

 

***

 

Hari ini Kak Sabiru sudah mulai masuk kerja lagi. Semua keperluannya sudah kusiapkan sebaik mungkin. Kemeja putih, celana bahan warna hitam, dan dasi senada celana. Tas kerja pun sudah siap di meja. 

 

Pria itu hanya mengecup singkat pucuk rambutku ketika pamit berangkat kerja. Tidak ada basa-basi hangat seperti biasanya. Atau gurauan kecil pada sang putra. 

 

Datar. Kak Sabiru sungguh bersikap datar bahkan cenderung dingin. Ini benar-benar membuat aku merasa tidak nyaman. Rasanya lebih baik ditegur atau bertengkar seperti dulu, dari pada didiamkan seperti ini. 

 

"Ada masalah, ya? Kok muka Sabir keruh gitu?" tanya Ibu. Wanita itu mendekat sembari membopong Keanu, saat aku baru saja mengantar Kak Sabiru berangkat kerja bersama Paman.

 

"Iya. Semua itu gara-gara dia tuh!" Aku menunjuk Nasya yang tengah asyik bermain game di gadgetnya.

 

"Kok aku?!" protes Nasya cepat.

 

Gadis itu lekas bangkit dari kursi teras untuk ikut masuk. Kami semua duduk santai di ruang tamu. Hanya Bu Halimah saja tidak turut serta. Dirinya akan pulang besok. Jadi sekarang tengah berkutat di kamar untuk mengemasi barang-barangnya.

 

"Kalo kamu tidak mendorong aku sehingga nabrak Zayn, mungkin Kak Sabiru tidak akan cemburu," ujarku tajam. Kuambil Keanu dari pangkuan Ibu.

 

"Aku gak sengaja, Kak Bila. Swear!" Nasya mengancungkan jari telunjuk dan tengahnya. Aku mencebik menanggapinya.

 

"Hari ini kakak sudah suruh Kak Biru untuk pesan tiket buat kamu pulang," tuturku berbohong.

 

"Please jangan lakukan itu, Kak Bila! Aku mohon." Nasya bersimpuh dan memeluk kedua kakiku. "Aku pengen tinggal dan kuliah di sini," lanjutnya dengan hidung yang mulai memerah. Siap untuk menangis. 

 

Aku sendiri malah melengos. Biar saja dia memohon. Ingin kulihat seberapa besar dia menyadari kesalahannya.

 

"Kak Bila, aku janji akan jadi adik yang baik dan nurut. Aku-aku gak akan iseng lagi," ikrar Nasya keceplosan.

 

"Tuh ... kan bener! Semalam kamu iseng. Benar-benar kamu, ya?" gertakku kesal.

 

"Ya ... maaf. Aku cuma pengen lihat ekspresi Kak Biru yang kalem gimana kalo lihat istrinya mesra-mesraan dengan mantannya," kilah Nasya menunduk takut.

 

"Cepat beresi bajumu! Kakak eneg lihat kamu," usirku sembari menepis tangan Nasya.

 

"Jangan keras begitu sama adik sendiri, Bila!" tegur Ibu bijak. "Nasya boleh tinggal di sini, tapi di rumah ini. Bukan di rumah baru Bila nanti," ujar Ibu pada Nasya.

 

Nasya menganguk lemah. Gadis itu bangkit, lalu beranjak menuju kamar bekas punya almarhum Kamila dan Kak Sabiru dulu.

 

"Biarkan dia di sini untuk temani ibu jika kamu pindah dari sini," tutur Ibu padaku memberi alasan. "Dia juga bisa bantu-bantu ibu di florist," lanjut Ibu lagi.

 

Aku diam saja dengan bibir yang masih mengerucut kesal.

 

"Sudah, sebaiknya kamu masak kesukaan Sabir. Temui dia di jam makan siang." Ibu memberi saran. "Tidak baik membiarkan masalah kecil berlarut-larut," nasihatnya kemudian.

 

"Iya." 

 

Aku menyetujui saran Ibu. Kuberikan lagi Keanu padanya. Lalu dengan langkah riang aku menuju dapur. Bersiap membuat menu kesukaan Kak Sabiru untuk makan siang, yaitu rawon.

 

***

 

Satu jam sebelum jam makan siang kantor Kak Sabiru mulai, aku telah selesai membuat membuat bekal makan siangnya. Sengaja lebih awal karena jalanan pada jam-jam sibuk seperti itu pasti sangat sibuk. Maka usai berganti baju rapi aku pun lekas pamit pada Ibu untuk pergi ke kantor Kak Sabiru.

 

Benar saja taksi yang ditumpangi terjebak macet. Untung cuma sekitar setengah jam. Sehingga pas aku sampai di kantor Kak Sabiru, pas jam makan siang. Dengan senyum mengembang aku melangkah menuju lobby kantor Kak Sabiru usai membayar tagihan argo taksi.

 

Sengaja aku tidak memberi tahu dia biar surprise. Namun, justru aku sendiri yang mendapat kejutan. Seketika langkahku terasa berat, ketika melihat Kak Sabiru tengah mengobrol dengan Kiara di sofa lobby. Tangan pria itu terlihat memegang termos makan.

 

"Kalian?" tegurku dengan mata menyipit.

 

Kiara dan Kak Sabiru spontan menengok. Keduanya lekas bangkit dari duduknya. 

 

"Ya udah, Bir, aku pergi dulu, ya."

 

Kak Sabiru mengiyakan pamitnya Kiara dengan anggukan. Gadis itu sendiri hanya mengulas senyum tipis untukku. Tanpa berniat menyapa.

 

"Ngapain Kiara ke mari?" tanyaku tidak suka.

 

"Nganterin makan siang," jawab Kak Sabiru seraya menunjukkan termos makan itu.

 

"Aku juga bawa. Sering Kiara ngasih bekal makan siang?" selidikku curiga.

 

"Gak juga. Kebetulan hari ini Tante Santi masak rawon. Tante Santi selalu bagi ke aku. Karena tahu itu makanan kesukaanku," balas Kak Sabiru menyebut nama ibunya Kiara.

 

"Aku juga masak rawon kok. Nih." Kutunjukkan bekal yang kubawa.

 

Kak Sabiru hanya mendesah panjang mendengar penuturan bernada cemburu dariku. Tanpa bicara dirinya berjalan menuju petugas keamanan yang sedang bertugas. Bekal makan siang dari Kiara ia berikan pada petugas itu. Tampak sekuriti berbadan agak gempal itu mengangguk ramah untuk mengucap kata terima kasih.

 

Kemudian Kak Sabiru menghampiri aku kembali. Masih tanpa bersuara dia menggandeng tanganku menuju kantin di kantornya. Pria itu memilih bangku kosong di sudut ruangan.

 

"Kok banyak bener porsinya?" tanya Kak Sabiru heran begitu membuka bekal makan siang yang kubawa.

 

"Rencana mau nemenin kamu makan siang," jujurku dengan bibir yang masih manyun.

 

"Tapi ini kan rawon. Bunda Keanu kan gak suka rawon. Katanya geli ngelihat warnanya yang hitam," ujar Kak Sabiru sembari memandangiku dengan tatapan penuh cinta. Pastinya dia sedang tersanjung. 

 

"Rencananya mau bikin surprise buat ayahnya Keanu karena udah semalaman cemburu. Eh ... malah aku yang dapat kejutan dan jadi cemburu balik," tuturku sedikit kesal. 

 

Terdengar Kak Sabiru terkekeh kecil. "Habisnya semalam Bundanya Keanu nakal. Masih saja peluk-pelukan sama mantan," tukas Kak Sabiru mulai hangat. Bahkan pria itu mulai menyuapiku.

 

"Aku makan sendiri aja. Malu." Kutepis uluran sendok itu. Lantas gantian makan menggunakan sendok yang dipegang oleh Kak Sabiru. Pasalnya aku lupa cuma bawa satu sendok. "Semalam itu Nasya yang iseng dorong aku," ujarku sembari mengembalikan sendok ke suami.

 

"Tapi suka kan peluk-pelukan dengan mantan?"

 

"Kok ngomong gitu?" Aku yang tidak suka mendengarnya melirik tajam pria di hadapan.

 

"Habisnya barang-barang dari Zayn masih tersimpan rapi di gudang," balas Kak Sabiru santai sembari mengunyah makanan.

 

"Ya ... Allah, apa harus aku buang? Kan sayang."

 

"Tuh ... beneran masih sayang sama mantan," tukas Kak Sabiru merajuk.

 

"Ihhh ... bukan gitu!" sergahku tidak kalah gemas. "Ya udah nanti pulang, semua barang itu aku bakar. Atau kasih ke Nasya," putusku kemudian.

 

Kak Sabiru tersenyum lebar mendengarnya. "Kasih ke Nasya saja," suruhnya memberi saran. Aku menganguk patuh. "Sayang deh sama bundanya Keanu," ucap Kak Sabiru sembari menjawil pipiku pelan.

 

Aku tersenyum. "Aku juga sayang sama ayahnya Keanu," balasku ikut mengelus pipinya pelan.

 

"Cieee ... yang pengantin baru. Mesra-mesraan mulu bawaannya."

 

Aku dan Kak Sabiru menoleh ke meja di seberang. Tampak teman-teman Kak Sabiru tengah memperhatikan kami dan meledek. Seketika kami berdua meringis malu. 

 

Kami berdua akhirnya menyelesaikan makan siang dengan serius. Ketika waktu usai, suamiku itu pamit kerja kembali.

 

"Kita lanjutkan kebersamaan ini nanti malam, ya. Berdua aja di kamar," bisik Kak Sabiru terdengar menggoda.

 

Aku yang merona malu hanya bisa tertunduk. Kak Sabiru mengelus pelan pipiku. Kemudian bangkit berdiri dan beranjak pergi. Meninggalkan aku yang masih berbunga-bunga.

 

Next.

 

 

 

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status