Share

8. Tetangga Julid

Doa selama seharian ini tidak didengar Tuhan. Semesta justru seolah mendukung. Petang ini langit tampak begitu cerah. Begitu bersih tanpa awan dan bertabur bintang.

Sedari maghrib tadi keluarga Kiara bolak-balik menelepon. Mengingatkan pada kami tentang jamuan makan malamnya. Bahkan adik bungsu Kiara sengaja disuruh untuk menjemput kami oleh ibunya.

"Tunggu sebentar, ya. Kak Biru lagi jemaah isya di mushola." Aku memberi tahu remaja imut itu. 

Gadis itu mengangguk paham. Tanpa membantah dirinya balik lagi ke rumahnya yang tepat berhadapan dengan rumah ini. Namun, di pintu pagar pemudi itu berpapasan dengan Kak Sabiru. 

Dari ruang tamu kulihat Kak Sabiru dan gadis itu terlibat perbincangan sejenak. Usai menyampaikan sesuatu lajang itu pun berlalu. Kak Sabiru sendiri gegas menemuiku dan langsung menggendong Keanu.

"Dari tadi bolak-balik ke sini adik Kiara itu." Aku memberi tahu. "Jadi penasaran ... acara makan-makannya semeriah apa sih," ujarku kemudian.

"Ya udah ayah ganti baju dulu, ya. Jangan buat mereka menunggu." Kak Sabiru menyerahkan Keanu kembali padaku. Pria itu menderap langkah menuju kamar untuk mengganti koko putihnya. 

Sementara itu Nasya baru ke luar dari kamarnya. Gadis itu mengenakan rok bunga-bunga selutut. Rambut hitam agak kecokelatannya ia gerai begitu saja.

Tidak lama berselang Kak Sabiru muncul kembali. Pria itu mengenakan   kaos berkerah warna hitam. Dengan logo kecil gambar buaya di sakunya.

"Sini!" 

Kak Sabiru kembali mengambil alih untuk menggendong Keanu. Kami pun lantas ke luar rumah untuk memenuhi undangan makan malamnya Tante Santi. Rumahnya hanya berjarak lima langkah dari rumah kami.

Di pintu Kiara seolah menyambut kedatangan. Gadis cantik itu melengkungkan senyuman. Namun, senyum itu aku yakin ia tujukan hanya untuk Kak Sabiru.

"Aku seneng banget kamu balik lagi ke rumahmu, Bir," ujarnya dengan mengulum senyum.

"Sudah saatnya aku balik, Key," sahut Kak Sabiru santai.

Kami semua pun gegas masuk. Menurutku rumah Kiara ini sebelas dua belas sama luasnya dengan kepunyaan Kak Sabiru. Tidak ada yang istimewa. Semua barang dan furniturnya termasuk biasa.

Di meja makan Tante Santi menyambut kedatangan kami dengan semringah. Wanita itu memperlakukan Kak Sabiru seperti anak kandungnya. Dirinya seolah tidak memperhatikan keberadaanku dan Nasya. Dan yang membuat hati kian mangkel adalah saat dia menyuruh Kiara untuk duduk berdampingan dengan Kak Sabiru. 

"Maaf, ini kursi untuk Bila, Key," ucap Kak Sabiru menahan Kiara yang hendak duduk di sebelahnya. "Kamu duduk bersama Tante Santi saja sana," suruhannya tenang.

Kiara terlihat tertegun mendengar itu. Namun, seperti biasa gadis itu bisa menguasai keadaan. Dengan anggunnya ia dia memutari meja untuk duduk di samping sang ibu. 

Meja jati segi empat ini berisi delapan buah kursi kayu. Setiap sudut masing-masing terdiri dari sepasang kursi. Kedua adik perempuan Kiara duduk di sebelah kananku. Berhadapan dengan Nasya yang duduk berdampingan dengan pemuda yang bernama Tara itu. Sementara Tante Desi duduk tepat di hadapanku bersama Kiara.

Ketika acara makan malam di mulai, Tante Santi tampak begitu peduli dengan Kak Sabiru. Dirinya dengan senang hati mengambilkan makanan untuk Kak Sabiru. Mulutnya selalu melontarkan pertanyaan apakah makanan buatannya enak pada suamiku. Jika Kak Sabiru menganguk, wanita itu tersenyum lebar. 

Sementara Kiara tampak curi-curi pandang terus pada suamiku. Gadis yang aneh. Dirinya telah bertunangan dengan seorang pria yang cukup tampan dan mapan, tetapi kenapa dia seolah sangat menginginkan suamiku.

Sepanjang acara makan malam Tante Santi yang mendominasi. Wanita itu bercerita tentang masa kecil Kak Sabiru dengan Kiara. Dirinya seolah memancing rasa cemburuku. Seenak hati Tante Santi menceritakan kedekatan sang putri dengan Kak Sabiru. 

Aku yang memang sedari datang sudah tidak berselera. Apalagi rawon memang bukan makanan favorit, kian hilang nafsu makannya. Diriku mengabaikan cerita Tante Santi dengan sibuk mengajak Keanu bercanda.

"Sini gantian. Bunda makan dulu, biar Keanu ayah yang pegang." Kak Sabiru yang perhatian mengambil Keanu dari pangkuanku. 

Namun, aku menggeleng. "Aku sudah kenyang, Kak. Pulang saja yuk!" ajakku seraya bangkit.

"Lho ... Bila baru sedikit lho makannya. Sayang itu nasi dan lauknya yang sudah diambil. Mubasir kan," tegur Tante Desi tampak tidak suka.

"Makasih untuk makan malamnya, Tante. Tapi maaf saya sedang tidak berselera," balasku mencoba tersenyum.

"Jangan gitu dong!" sela Tante Santi cepat. "Tante capek-capek masak, ngeluarin duit banyak buat masak semua ini. Eh ... kamu main ajak balik Biru aja. Hargai saya dong!" Tante Santi tampak memberengut.

Aku menarik napas dalam-dalam. Dada yang mulai terasa sesak ini kuusap pelan. "Ya udah ... aku pulang sendiri saja. Kak Biru silahkan lanjutkan makan malam ini. Kebetulan Keanu juga mulai rewel. Dia sudah mulai mengantuk."

Usai berkata seperti itu kutinggalkan ruangan itu. Tidak peduli Tante Santi mencebik karenanya. Dan syukurnya Kak Sabiru mendukung tindakanku. Pria itu ikut menyusul pulang bersama Nasya. 

"Sudah jangan diambil hati semua omongan Tante Santi! Anggap saja angin lalu," pinta Kak Sabiru begitu kami masuk rumah sendiri.

"Kayaknya gak yakin aku kuat bertetangga dengan dia," balasku pesimis.

"Harus kuat dong. Memuliakan tetangga itu kan baik."

"Tetangga yang gimana dulu," sambarku dan Nasya bersamaan.

Kak Sabiru tersenyum mendengarnya. "Udahlah! Kamu lanjutkan makan malammu. Ibu menyusui harus banyak makan biar kuat ...."

"Kuat apa?" Kembali aku dan Nasya menyahut kompak.

Kak Sabiru tersenyum lagi. "Gak jadi ah! Ada anak kecil." Kak Sabiru menunjuk Nasya.

Nasya sendiri hanya mencibir melihatnya.

***

Hari pertama mendiami rumah baru, aku dibuat kewalahan. Pagi ini aku benar-benar dilanda kesibukan. Sedari subuh Keanu sudah terbangun. Bayi itu sama sekali tidak mau ditinggal. Beruntung Kak Sabiru sigap membantu. Sehingga bisa mengerjakan tugas rumah lainnya.

Sarapan pagi aku hanya membuat nasi goreng seadanya. Karena lemari pendingin belum ada isinya. Kami belum sempat berbelanja kemarin. Untungnya punya suami yang pengertian, aku yakin nasi goreng buatanku pasti dilahap habis olehnya.

Waktu kian merangkak. Kak Sabiru bersiap bekerja. Pria itu tengah membersihkan badan di kamar mandi. Aku sendiri tengah sibuk menggosok kemeja kerjanya. Sementara Nasya pergi ke luar membawa Keanu jalan-jalan pagi. Ada gunanya juga gadis itu di sini.

"Assalamualaikum, Biru!" Terdengar suara Tante Santi.

"Walaikum salam," seruku menyahut. 

Ketika aku hendak menyabut colokan seterika wanita itu sudah mendekat. Menurutku dia agak lancang karena masuk begitu saja sebelum kupersilahkan. Walau pintu memang tidak dikunci.

"Biru mana?" tanya wanita itu tanpa menyebut namaku. 

"Lagi mandi," sahutku datar dan memilih meneruskan menyetrika. Sekarang sedang menggosok celana kerja Kak Sabiru.

"Ya ampun, Bila! Masa gosok saja tidak bisa," tegur wanita itu saat memperhatikan aku menyetrika. Wanita itu mengambil kemeja krem hasil gosokanku. "Ini tuh masih lecek!" Tante Santi menilai. "Kasihan Biru pergi kerja pake baju kusut begini," lanjutnya dengan sinis.

Aku diam saja tidak menggubris. Lebih baik meneruskan menggosok celana Kak Sabiru saja.

Bosan memperhatikan aku menggosok, Tante Santi berlalu. Wanita itu menghentikan langkahnya di meja makan. Seperti yang telah kuduga, wanita itu lekas membuka tudung saji.

"Ya ampun! Kamu ngasih sarapan pagi Biru hanya dengan nasi goreng seperti ini?" seru Tante Santi membelalak kaget.

Aku mendengkus kesal. Usai mengusap dada, kudekati wanita yang tengah mencicipi hasil olehanku itu.

"Masakan apa ini? Masa rasanya cuma asin doang." Kembali Tante Santi menilai hasil kerjaku.

"Memangnya kenapa, Tante?" Aku bertanya dengan nada bersabar.

"Biru itu kan mau berangkat kerja, harusnya kamu siapkan sarapan yang layak buat dia. Bukan sarapan asal seperti ini!"

DEG!

Aku tertohok mendengarnya. Nasi goreng itu kubuat sepenuh hati. Dan di waktu sibuk saat mendiamkan tangisan Keanu tadi pagi. Sekata-kata wanita itu bicara.

"Ada apa, Tante?" 

Tiba-tiba Kak Sabiru sudah hadir di antara kami. Pria itu hanya mengenakan kaos dalam dan celana pendek. Rambutnya yang basah ia keringkan dengan handuk.

"Eh ... Biru! Ini lho ... Tante perlu bantuan," jawab Tante Santi langsung memegang tangan Kak Sabiru. Untung suamiku lekas melepas cekalan tangan itu. "Tante butuh uang untuk biaya daftar ulangnya Amara. Kemarin Tante sudah minta uang pada Kiara untuk bayar semesterannya Kinara, jadi Tante tidak enak jika minta uang sama dia lagi," tutur Tante Santi dengan wajah memelas.

Kak Sabiru tampak berpikir sejenak. Pria itu melirik ke arahku. Dan aku hanya melengos saja. "Berapa?" Akhirnya pria itu bertanya.

Tante Santi tersenyum lebar mendengarnya. "Sepuluh juta saja. Soalnya dua hari lagi, Tante ada arisan juga. Sudah dua kali nunggak. Nanti kena marah member kalo bolong lagi. Tante janji lepas tas-tas tante laku. Tante langsung bayar hutangnya kok." Tante Santi berusaha meyakinkan.

Kak Sabiru kembali melirikku. Kembali pula aku buang muka. "Ya sudah nanti biar aku transfer ke rekening Bila. Nanti sore Tante bisa minta uang pada dia," putus Kak Sabiru kemudian.

"Aduh ... emang kamu gak pegang uang tunai sekarang? Soalnya Tante butuh banget nih buat bayar tagihan listrik juga. Sudah jatuh tempo dari beberapa hari lalu." Tante Santi berusaha memaksa.

"Gak ada, Tante! Kalo Tante mau bersabar, ya nunggu nanti sore," tegas Kak Sabiru.

"Gak ada cek atau-"

"Tante Santi-"

"Iya-iya, Biru," sambar Tante Santi mengalah. "Ya sudah nanti sore Tante ke sini lagi. Dan ... tolong, itu Kiara  ikut nebeng mobil kamu ya? Soalnya mobil dia lagi di bengkel.

"Ya," sahut Kak Sabiru datar.

"Terima kasih, Biru. Tante permisi."

Tante Santi melempar senyum manis untukku dan Kak Sabiru sebelum beranjak pergi.

"Kayaknya aku gak bisa tinggal lama di sini, Kak," keluhku begitu wanita itu pergi.

"Jangan dong!" sahut Kak Sabiru cepat. "Ingat orang sabar itu disayang Allah. Apalagi kamu istri dari seorang Sabir yang artinya sabar," lanjut Kak Sabiru sembari menjawil pipiku pelan. Aku sendiri hanya bisa mengerucutkan bibir.

Next.

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status