Doa selama seharian ini tidak didengar Tuhan. Semesta justru seolah mendukung. Petang ini langit tampak begitu cerah. Begitu bersih tanpa awan dan bertabur bintang.
Memuliakan tetangga memang wajib. Bukan sunnah. Namun, jika tetangganya seperti Tante Santi, aku tidak yakin apakah akan mampu melakukannya. Pasalnya wanita paruh baya yang masih terlihat ayu itu terlalu rempong.Menurutku, Tante Santi agak lancang karena terlalu sering mencampuri urusan rumah tangga yang kubina dengan Kak Sabiru. Padahal memang siapa dia? Dirinya tidak lebih dari orang luar saja. Tetangga dekat yang kebetulan pernah meluangkan waktunya untuk ikut mengasuh Kak Sabiru. Ketika suamiku itu baru saja ditinggal pergi selama-lamanya oleh sang ibu.Menurutku pula, karena alasan tersebut Tante Santi jadi seolah punya senjata yang ampuh. Wanita itu akan mengungkit kebaikan kecilnya di masa lalu untuk memeras Kak Sabiru. Kukatakan memeras karena setiap hari selalu saja ada barang atau uang yang dia pinjam.Kak Sabiru yang memang sangat menghindari keributan akan selalu memenuhi permintaan wanita itu.
πππSalah. Aku tahu apa yang baru saja kuucap memang salah. Namun, hati siapa yang tidak iba? Melihat sosok pria yang pernah bertahta lama di hati berdiri tergetar karena menahan dinginnya hawa. Apalagi dengan wajah pucat dan bibir yang biru, aku yakin banyak hati yang akan tersentuh untuk menolongnya."Ya, masuklah!"Akhirnya, kupersilahkan Zayn masuk. Senyum tipis seketika terbit dari bibir biru itu. Zayn meletakan bungkusan yang ia bawa di meja ruang tamu. Terlihat dia mengedarkan pandangan, lalu manik hitam nan teduh yang dulu begitu kurindu kini beralih menatapku."Duduklah! Aku akan ambilkan baju ganti," suruhku canggung. Bahkan mungkin cenderung kaku atau kikuk. Entahlah aku tidak peduli. Karena aku harus menjaga sikap. Namun, Zayn menggeleng lemah. "Bajuku basah kuyup. Kalo aku duduk kursi ini akan basah semua," tolaknya pen
"Kak!"Aku memanggil Kak Sabiru. Pria itu tidak menghiraukan. Dirinya tetap lunglai berjalan menuju kamar tidur kami. Aku sendiri lekas menaruh Keanu ke dalam boks dan memberinya mainan. Kasihan ... bayi itu harus bermain sendiri saat kedua orang tuanya terlibat cekcok."Tolong dengar penjelasan aku dulu, Kak," pintaku dengan sorot pengharapan. Tanganku menghalangi Kak Sabiru yang hendak meraih gagang pintu.Kak Sabiru menggeleng lemah. Terlihat jelas dari sorot matanya jika pria itu memendam kekecewaan yang teramat. "Baru tadi pagi kamu berjanji dan sore ini kudapati kamu mengingkarinya, Bila," ujarnya getir. Lagi Kak Sabiru menggeleng lemah disertai senyuman miris."Makanya dengarkan aku bicara dulu," tukasku cepat. "Kasih aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya!""Tidak perlu." Kak Sabiru menggeleng tegas. "Kalian berduaan di dalam kamar. Hanya berdua dan kalian pernah saling mencinta
πΈπΈπΈNapasku tercekat. Seperti ada dua tangan yang menyekik leher. Tak kuhiraukan ponsel yang jatuh dari genggaman. Sambil memejam aku mengigit bibir bawah ini dengan kuat. Berharap apa yang baru saja kudengar adalah halusinasi. Rasa asin akibat setetes darah yang ikut masuk ke mulut menjadi pertanda, bahwa semuanya adalah nyata."Kak Sabir."Lirih aku menyebut nama itu. Lutut ini terasa lemas sehingga tidak mampu menopang badan. Tanpa sadar tubuhku luruh ke lantai."Kami bahkan belum saling memaafkan," sesalku nelangsa. Bibir ini mencebik. Tanpa bisa dicegah air mata pun mulai mengalir.Samar-samar terdengar suara keributan dari luar. Bahkan sebuah lengkingan suara yang kuyakini milik Tante Santi terdengar amat jelas. Apa yang terjadi? Kak Sabiru pergi bermain futsal bersama Kara dan Dokter Tama.
πππAku tersedu di pundak Zayn. Lutut ini terasa lemas. Badan pun seperti tidak bertenaga sama sekali. Aku butuh bersandar dan Zayn menawarkan.Pemuda itu menyambut hangat. Bahkan tangannya terusap lembut di rambut. Kekalutan, kegundahan, hingga ketakutanku bermuara pada satu titik. Kutumpahkan segala rasa itu pada pundak Zayn."Tenanglah! Ada aku di sini." Zayn memberi kekuatan.EHEM-EHEMTerdengar gumaman keras. Spontan kutarik kepala ini pada bahu Zayn. Kami berdua menoleh ke belakang. Ada Elma masih dengan mata dan hidung yang merah menatap kami datar."Zayn, tolong kamu antar mama pulang. Dia teramat lemah. Aku takut mama jatuh pingsan di jalan tanpa ada yang menolong kalau pulang sendiri," pinta Elma panjang."Baik," sahut Zayn sigap. "Kamu sendiri tidak ikut pulang?" Zayn menunjukkan kepeduliannya."Aku akan jaga Bang Tama." Suara El
πππBerita kebutaan Kak Sabiru tentu saja menggegerkan semuanya. Baik itu keluargaku, keluarga dia, juga keluarga Tama. Ibu bahkan jatuh pingsan saat pertama kali mendengar kabar tersebut. Wanita itu sangat terpukul sehingga sepanjang hari hanya bisa menangis pilu.Om Hendri dan Tante Lisa baru datang ke Jakarta setelah sehari Kak Sabiru tersadar. Itu karena Om Hendri sendiri juga tengah dirundung sakit. Sudah seminggu tekan darahnya naik. Menurut dokter yang merawat, Om Hendri harus banyak beristirahat. Namun, papa Zayn itu memaksa ingin melihat keadaan sulungnya.Nasib buruk juga dialami Kiara. Gadis cantik tinggi semampai itu tersadar sehari setelah Kak Sabiru siuman. Namun, ia harus menelan pil pahit karena kaki jenjangnya mendadak tidak dapat digerakkan. Dirinya sama sekali tidak bisa merasakan sesuatu apapun pada kedua kakinya."Tidakkk! Aku tidak mau lumpuh! Aku ingin bisa berjalan sepert
β€οΈβ€οΈβ€οΈ"Bila, aku ... aku mohon!" Mata sayu Tama memindaiku.Aku bergeming. Seenak hati Tama berkata demikian. Apa dia pikir berbagi suami itu semudah berbagi permen?"Bila ...." Lagi Tama memanggil."Maaf, Bang Tama." Aku menangkupkan kedua tangan. "Kamu boleh saja meminta apapun dariku, tapi tolong jangan suruh aku berbagi suami. Itu sulit!" Kutegaskan saat mengucap kata 'sulit'.Tama memejam. Dari sudut matanya meleleh buliran bening. Siapapun yang melihat pasti pilu. "Aku tahu perasaanmu, Bila." Pria itu berucap serak. "Tapi aku tidak bisa pergi tenang jika-""Bila, ayo tinggalkan tempat ini sekarang juga! Persetan dengan semuanya!" sambar Kak Sabiru cepat. Dia bahkan memukul pegangan kursi.Kami semua tercengang mendengar Kak Sabiru berkata lantang seperti itu. Bahkan sedikit tidak percaya jika pria yang hampir satu setengah tahun menema
β€οΈβ€οΈβ€οΈTepat di hari ketujuh meninggalkannya Tama, Kak Sabiru menjalani operasi pencangkokan kornea mata. Tadinya pria itu menolak habis-habisan. Karena masih memikirkan amanat Tama. Namun, semua orang membujuk dan memaksa, termasuk diriku."Kornea itu hanya bertahan selama empat belas hari dalam laboratorium, Biru. Jangan buat semuanya sia-sia. Kasihan Tama," kata Tante Mirna di malam ketiga tahlilan Tama."Jangan dengarkan celotehan Santi. Yang terpenting nanti kamu serius menjaga Kiara sesuai amanat Tama." Om Hendri turut menimpali."Bukankah Kakak merindukan senyumku dan Keanu? Jadi tunggu apa lagi?" Aku ikut menambahkan waktu itu.Berbekal nasihat-nasihat tersebut dan juga betapa tersiksanya menjadi tuna netra, akhirnya Kak Sabiru mau juga menjalani operasi tersebut. Satu jam proses pencangkokan itu berlangsung.