Share

Kisah dari 2017

Masih dari tahun 2017, saat aku sudah bekerja di salah satu Puskesmas. Memang ada seorang gadis cantik yang dekat denganku, tetapi kami hanya sebatas saling menggenggam tangan. Sebab, dia anak pondok yang menjaga sikap untuk jauh dari khilaf.

Kami membahas hal seru di setiap tulisan yang kukirim padanya, Ayu sangat menyukai tulisan Angela. Dia bahkan, akan antusias dalam membahas adegan demi adegan yang seolah diciptakan begitu nyata oleh istriku. Tentu saja, gadis ini tak tahu penulis aslinya.

Kukatakan jika seseorang membantuku membuat tulisan tersebut, aku juga menyabotase grup-grup menulis milik Angela. Kukatakan jika di sana Dyo Kusuma sering mengisi kelas online, bahkan dianggap sebagai salah satu penulis yang keberadaannya diperhitungkan. Kalian tahu responsnya? Ayu semakin berbinar-binar.

“Bapak hebat, suatu saat Ayu mau sepeti Bapak.” Dia menunjukkan rasa takjub, memberi senyuman terbaik untukku. Lihat, senyuman! Hal paling indah yang jarang kudapat di rumah, aksi sepele yang mulai tergerus zaman.

Jangankan menyambut dengan senyuman, mengirim pesan pribadi saja lupa menyematkan emoticon. Apa pertambahan usia membuat Angela lupa jika dahulu dialah yang mengejarku? Mengatakan hal-hal manis setiap kali berkomentar di akun f******k.

Siapa yang akan melupakan sosok manisnya di masa lalu, Angela berhasil meruntuhkan penilaian buruk mengenai karakter perempuan manja dan malu. Dia muncul bersama kepribadian menyenangkan, memberi semangat hanya dengan komentar konyolnya. Namun, apa yang terjadi setelah pernikahan?

Angela sudah tak melirikku sebagai pria. Jangankan meninggalkan satu kata di kolom komentar, untuk menekan simbol jempol pada setiap kirimanku saja sudah tak bisa. Wanita itu berubah, menjadi asing.

Perhatiannya tak ada lagi, di rumah memang selalu membuat hari-hariku ceria. Membuat masakan aneh, tetapi dengan cita rasa luar biasa. Memberi bekal yang selalu ditunggu teman-teman kantor, bahkan Cindy dan Ayu menyukai masakannya.

Bukan hanya itu yang aku inginkan, Angela yang kini perhatian dengan tindakan justru lalai mengirimiku pesan. Lupa menelepon saat suaminya di luar rumah. Dia hanya fokus pada kegiatan sendiri, abai padaku.

Istriku sibuk mengurusi toko, sedangkan suaminya dibiarkan bekerja tanpa suport. Padahal hanya membalas chat dariku, apa sesusah itu meluangkan waktu? Jika kutegur, Angela akan memberikan alibi yang lucu.

“Mas, saat kamu bekerja. Jadilah profesional meskipun hanya sukwan. Sebab, mengambil waktu bersantai saat jam aktif, sama saja korupsi.” Dia akan mengatakan hal tak masuk akal, padahal di kantor aku bebas tugas. Jika tak ada laporan untuk diketik, bisa duduk santai.

Menata obat di gudang pun tak dilakukan setiap hari, hanya sewaktu-waktu. Akan dilakukan saat kiriman dari farmasi pusat datang atau ketika kepala Puskesmas meminta kami mengemas beberapa jenis obat untuk dikirim ke Pustu atau bidan desa. Kenapa harus mengatakan korupsi waktu ketika tak ada kerjaan?

“Semuanya begitu, mereka akan santai saat tak ada tugas. Bahkan, ada yang menelepon anak dan istrinya, jangan terlalu serius.”

“Mas, kamu selalu menganggap setiap orang di sekitarmu suka. Jangan lupa, tidak semua yang terlihat manis akan mendatangkan kebaikan. Bisa saja mereka menunggu waktu terbaik untuk mengungkap semua kesantaianmu, ada banyak cara untuk mencapai puncak. Salah satunya, menginjak rekan kerja.”

“Kamu terlalu berburuk sangka.”

“Menjaga segala risiko buruk itu wajib, Mas. Salah satunya, dengan bersikap profesional di tempat kerja. Kamu hanya 8 jam di Puskesmas, sisanya di rumah bersamaku. Apa aku harus memberondongmu dengan perhatian yang bisa menjadi bumerang? Perhatian bukan ada pada durasi pengiriman chat dan telepon, Mas. Dari 24 jam, kita hanya perlu 8 jam untuk fokus pada pekerjaan. Apa 16 jam perhatianku tak ada artinya buatmu?”

Lihat! Dia beranggapan aneh, terlalu serius menghadapi aturan kehidupan. Aku di sini karena ayah adalah sahabat kepala Puskesmas, mana mungkin menegur hanya karena bermain ponsel. Angela saja yang berlebihan, dia tak taju jika setiap hari suaminya menonton youtube dan chat mesra dengan Ayu melalui komputer kantor.

Semuanya tak ada masalah, baik-baik saja sampai saat ini. Semua orang justru memperhitungkan keberadaanku, mereka akan menjadikanku yang pertama setiap kali membutuhkan sesuatu. Butuh sopir ambulans di keadaan darurat, ganti shift, atau membeli makan siang. Semuanya akan mencariku jika butuh sesuatu.

Jadi, mustahil aku diberhentikan hanya karena bermain media sosial. Daripada ribet urusan Angela, mending aku fokus bersama Ayu. Tak usah mendengarkan setiap celoteh unfaedah dari perempuan sok tahu itu.

“Ini apa, Pak?” tanya Ayu ketika kuberi dia jam tangan berwarna merah muda, gadis itu terlihat sangat senang. Sampai memandangku dengan tatap berkaca-kaca, manis sekali dia ketika sudah menunjukkan pesonanya.

“Hadiah kecil untuk fans terbaikku.” Aku menyentuh ujung hidungnya dengan telunjuk, Ayu tersipu malu-malu. Saat ini kami berada di ruang obat, aku sengaja menyusulnya dengan alasan memeriksa stok.

“Makasih, Pak. Ayu cinta sama Bapak, semoga kita berjodoh. Selain itu, Ayu berharap perceraian Bapak dilancarkan agar setelah lulus nanti ....” Dia tampak ragu melanjutkan kalimatnya, kesempatan bagus. Gadis lugu ini mengungkapkan perasaan hanya dengan dipancing jam tangan murah, mudah sekali menyesap madunya.

Tak mau membuang kesempatan, aku meraih kedua tangannya sambil menghadiahkan tatap lembut. Dia tertunduk, momen yang sangat manis. Jiwa laki-laki dalam diri meminta dimanfaatkan dengan sempurna. Hanya namanya saja anak pondok, saat kusentuh pun dia akan memejamkan mata. Menikmati setiap detail perlakuan.

Aku selalu beruntung, senantiasa lancar dalam menaklukkan anak gadis orang. Cindy hanya bermodalkan kacamata 20 ribu untuk bisa mendapat servis bibir gratis, kunaikkan dengan harga ponsel 200 ribu. Sudah memberikan segalanya tanpa kuminta, rela melakukan apa pun untuk Dyo Kusuma.

Saat ini pun, sama. Ayu diam saja, entah saat bibirku menyusuri setiap inci wajah atau ketika tangan bergerilya nakal. Malah, dia menekan kuat saat aku hendak mewisuda pertukaran air liur.

Ternyata, penampilan berbanding terbalik dengan hasrat. Gadis ini lebih liar, meminta lebih dengan bahasa tubuh. Membimbing tangan menuju area terlarang, benar-benar keberuntungan paling indah.

Apa aku salah? Dia yang meminta, loh. Dari awal sudah dijabarkan dengan detail, aku hanya berusaha. Namun, Ayu tak menolak, justru memudahkan segalanya.

Jadi, saat aku tak mengalami kesulitan dalam melepas kancing seragam dan menyelusup ke dalam tangkuban  benda lembut berspons, semua murni atas izin pemiliknya. Rintihan manja yang memaksaku berbuat jauh, mana tega membiarkan anak manis ini memohon dengan ratapan nikmat yang menanjakkan hasrat.

Ini bukan mesum, tetapi adegan romantis. Akan kurang ajar saat aku melakukannya dengan paksa, merenggut dengan diberi cuma-cuma itu berbeda. Siapa yang tak suka gratisan? Jangan munafik, ya! Perempuan suka berburu diskon dengan gratis ongkos kirim bukan?

Sama, aku normal. Sangat menikmati setiap pelayanan gratis yang diberikan secara suka rela, apalagi untuk urusan ini. Tak akan berpikir dua kali untuk lanjut pada tahap berikutnya.

Jangan penasaran pada adegan selanjutnya, ini sudah lewat 1000 kata. Akan menjadi porno literasi saat dijabarkan dengan detail, cukup bayangkan saja. Sudah pada dewasa dan paham cara membuat bayi bukan?

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status