Share

3 Dibawa Kemana Aku?

“Mr. Bossy?”

Aku merasa heran karena tak biasanya kekasih virtual ku ini mengaktifkan nomor ponselnya di siang hari.

Ada apa kali ini, momentum nya begitu pas. Apa mungkin chemistry kami yang mengundang Mr. Bossy untuk menelepon ketika Aku sedang terpuruk seperti ini?

“Hi, Ily kamu sedang apa?”

Aku semakin terisak mendengar kalimat sapaan Mr. Bossy.

“Kamu nangis?”

Aku masih terus terisak. Belum mulai bicara, bibir ini kelu rasanya, tak tahu harus mulai dari mana untuk bercerita.

“Ok, lanjutkan dulu menangisnya. aku disini menunggumu untuk bercerita.”

Tapi pengertiannya justru membuat emosiku meluap.

“Huaaa, aku dipecat Bos menyebalkan itu,” Tangisku pecah, aku tak sanggup lagi menahannya, berusaha mengatur napasku. “Huf, huf, huf…” Aku mengipas wajahku dengan tangan, berharap air mataku mereda.

“Padahal hari ini rencananya aku mau mengambil pinjaman di koperasi kantor karena rumah peninggalan orang tuaku digadaikan adikku, dan kakakku juga sedang sakit.”

Seperti tak sadar, aku bicara begitu saja dengan cepat tanpa memberi jeda. “Aku tidak tahu harus berbuat apa sekarang, bagaimana aku bisa bayar uang rumah dan rumah sakit kakakku kalau begini?”

Mr. Bossy belum berkata apa-apa lagi, sementara aku masih berusaha menenangkan diri. Dan ketika aku mulai tenang, ia mulai bersuara.

“Jadi kamu sedang banyak masalah?” Tanya Mr. Bossy.

“Maafkan aku, aku seharusnya tidak mengatakan ini padamu.”

Aku merasa sedikit menyesal meluapkan emosiku padanya yang akhirnya membuat dia tahu semua masalahku.

“Come on Ily, kenapa tidak? Siapa tahu aku bisa sedikit membantumu.”

“Tidak, tidak. Aku tidak ingin merepotkanmu, Mr.” Aku benar-benar tidak mau berhutang budi. Apalagi kalau nanti dia menganggapku memanfaatkannya.

“Merepotkan apa? Tidak, ini aku yang memaksa. Kita harus bertemu. Ini tidak bisa hanya dibicarakan di telepon.”

Hah, serius? Aku masih tidak percaya dan tak dapat berkata-kata. Jujur aku terkejut dengan reaksi Mr. Bossy.

Bak pangeran berkuda putih ia tiba-tiba muncul di siang bolong dan memberi harapan jalan terang bagi kesulitan ku. Meski Aku sendiri tidak tahu, bantuan seperti apa yang akan kudapatkan dari kekasih virtual ku ini.

“Pukul 3 nanti, aku tunggu kamu di coffee shop samping kantor walikota, bisa?”

Aku hanya bisa mengangguk dalam ketertegunanku.

“Ily, bisa?” Mr. Bossy memastikan.

Aku tersentak, “ah? Bisa… Iya bisa.”

***

Kafe itu sunyi.

Aku menunduk dan mengaduk kopi di hadapanku.

Suasana hatiku sangat buruk. Rasanya bernafas saja sulit ketika mengingat masalah keluarga yang kuhadapi saat ini. Tapi juga ada perasaan tidak sabar dan bahagia karena sebentar lagi aku akan bertemu dengan seseorang yang selama ini sangat ingin ku temui.

“Ily?"

Seorang Pria duduk dan bertanya dengan suara rendah. Aku belum punya keberanian untuk melihatnya. Auranya terlalu kuat, hanya kalimat pertanyaan sederhana, tapi membuat jantungku berdegup semakin kencang saja.

Dan setelah aku mendongak, kejutan besar sekali lagi datang dalam hidupku.

Bertemu dengan orang yang selama ini menemani suka dukaku bahkan kami juga saling memuaskan hasrat satu sama lain dalam panggilan telepon.

Aku tak pernah menyangka apa yang akan terjadi sampai akan berangkat menuju kafe ini tadi. Tak pernah ku duga, pria yang duduk di sini adalah Harvey Adam, CEO dari Adamindo Group. Perusahaan konstruksi berskala besar tempat ku bekerja.

Iya, Si Raja Neraka.

Seorang pria yang dengan tiga kali hentakan kakinya saja dapat mengguncang dunia bisnis di bidang konstruksi ibu kota!

Sekaligus laki-laki yang menjadi sumber masalah hidupku.

Aduh… Harus berekspresi apa aku di hadapannya?

Tapi mengingat tujuanku datang kemari, Aku berusaha bersikap setenang mungkin, walaupun masih dengan sedikit tergagap.

Bagaimanapun aku harus memastikan kenyataan yang sebenarnya.

“Mr. Bossy?” cicitku dengan ragu.

Yah, siapa tahu, kan ada kesalahpahaman di sini!? Lagian masa bosku ini bermain aplikasi kencan panas begitu? Namun, aku tidak menerima penolakan dari pria itu.

Justru, mata dinginnya menatapku dengan tajam dan berkata, “Rupanya kamu punya waktu untuk hal-hal seperti ini.”

"Hah? Aku hanya menatapnya heran. Yang benar saja, harusnya aku yang bertanya seperti itu, dia masih punya waktu untuk hal seperti ini?

Melihat ekspresi heranku, Pak Harvey terdiam, tidak ada emosi yang dapat kubaca di wajahnya yang dingin.

Lain halnya dengan Aku, hati ku sedang benar-benar bergejolak saat ini. Ternyata benar kata pepatah, dunia ini hanya selebar daun kelor. Semudah itu aku bertemu dengan orang yang sama dengan dua karakter berbeda. .

Harvey Adam begitu menyusahkan hidupku meski menjadi idaman banyak wanita di luar sana. Sedang Mr. Bossy bak malaikat bagiku.

Drama macam apa ini?

Tiba-tiba Pak Harvey bertanya sambil melirik nomor diatas meja dengan sudut mata yang lebih menyilaukan dari cahaya petir beberapa saat, kemudian terdiam. Entah apa yang dia pikirkan. Mungkin dia sedang memastikan kalau dia benar-benar tidak salah tempat duduk.

“Pak?”

“Kamu?”

Kami membuka mulut pada saat yang bersamaan, juga berhenti tiba-tiba pada saat bersamaan. Membuatku mengangkat kepalaku karena terkejut

“Kamu yakin? Tetap mau menerima bantuan saya setelah tahu siapa saya?”

Aku menatap matanya sesaat, lalu setelahnya hanya bisa mengangguk ragu. “Iya…”

Memangnya aku punya pilihan lain, selain menerima bantuannya kalau keadaanku sangat mendesak seperti ini?

Ketika aku menatap matanya lebih lama,, ya Tuhan… aku tidak pernah menduga, Raja Neraka ini memiliki mata yang indah sekali.

Paras Pak Harvey benar-benar sempurna saat dilihat dalam jarak dekat, apa lagi kalau aku melupakan jabatanya sebagai raja neraka.

Keindahan ini langsung membuat otakku tegang dan menjadi error. Aku menunduk lagi. Benar-benar belum bisa percaya pada apa yang ku alami hari ini. Diam-diam kucubit paha ku.

Aw, sakit ... itu berarti, aku sedang tidak berhalusinasi.

“Ikuti saja apa yang saya katakan! Apa ada sesuatu yang mau kamu complain lagi?” Pak Harvey melihat ke arahku Sial, kenapa aku jadi merasa malu?.

Aku segera menggelengkan kepala. Apa yang bisa ku proteskan pada bos ku sendiri! Pikir ku.

Sementara, ponsel Pak Harvey tiba-tiba berdering dan dia mengangkatnya.

Setelah hening beberapa saat, dia menjawab dengan tenang, "Saya tahu."

Kemudian, menutup telepon, melihat ke arah ku lagi, "ikut saya, kita berangkat ke Bali sekarang juga!"

Dia bangun dari duduknya dan beranjak pergi.

Bali?

Aku bingung, tapi Aku berdiri saja dengan patuh, keluar dari kafe mengikuti Pak Harvey.

Ku ikuti dia untuk naik ke mobil Maybach hitam yang sering dia gunakan.

Aku duduk di dalam mobil mewah ini dengan tegang. Namun, tidak bisa seperti ini terus, semua harus jelas sebelum dia lebih jauh mengambil keputusan atas aku. Dalam keheningan aku pun memberanikan diri untuk bersuara, "Saya benar-benar tidak tahu kalau Mr. Bossy yang selama ini berbicara dengan saya setiap malam adalah anda, Kalau tahu, saya tidak mungkin mau membuang waktu seperti ini. Sedangkan anda ... Apa anda sebelumnya sudah tahu kalau Ily adalah saya?"

Pak Harvey terlihat terkejut dengan pertanyaan ku, tapi aku tidak tahu, keterkejutannya itu karena dia merasa ketahuan atau tidak mengira aku akan berpikir sejauh itu.

Tapi tetap saja dia tidak menjawab dan akhirnya aku memilih mengabaikannya. Kemudian kembali kepada fokus mencari jawaban pada otakku sendiri.

Namun semakin memikirkannya, aku semakin merasa heran dengan Raja neraka ini. Kiranya, apa yang membuat dia ingin menolong ku, lalu mau dibawa kemana Aku sekarang?

"Apa anda ingin mempertimbangkan soal pertolongan anda pada saya lagi? Sepertinya kita belum cukup…"

"Tidak. Cukup! Saya tidak ingin mempertimbangkannya lagi.”

Maksudku, aku hanya ingin menggugah pikirannya saja, siapa tahu dia berubah pikiran jadi tidak ingin menolongku setelah tahu kalau Ily adalah aku, sekretarisnya yang baru dia pecat.

Tapi bahkan Pak Harvey menginterupsi pertanyaan ku sebelum aku selesai mengatakannya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status