Kegiatan panas Farrel dan Jessi sudah terjadi berulang kali. Sepertinya mereka ingin terus melampiaskan hasrat yang sudah terpendam. Hingga sekarang, tubuh polos mereka berdua sudah mendarat dilantai. Keduanya mengunakan alas yang ada di sana. Bahkan suhu dingin dari Ac seperti tidak mampu mengalahkan kobaran rasa yang memanaskan raga. Jessi menunduk. Menatap wajah Farrel yang menyusup di dadanya. Ia juga mengusap kepala Farrel. Apa yang sudah terjadi dimasa lalu, memang tidak akan pernah bisa diperbaiki, apalagi untuk dihapus. Farrel adalah orang yang sudah membuat luka. Tapi sekarang, Farrel adalah obat yang Jessi butuhkan. Ia hanya bisa berharap, mereka bisa bersama-sama membangun istana penuh kebahagiaan. "Aku cinta kamu, Farrel." "Apa?" Farrel langsung menatap Jessi. "Jangan pura-pura tidak dengar ya," Jessi menjewer gemas telinga Farrel. "Tapi aku ingin dengar lagi, istriku." "Aku cinta kamu, suamiku." *** Sudah sering Rhona dibawa ke perusahaan oleh Farrel. Te
"Agh ..." "Hagh ..." Deru desah suara Jessi dan Farrel menggema, bercampur menjadi satu. Bagaimana kuatnya suara Jessi, itu sebagai gambaran jika Farrel telah mencurahkan rasa hasratnya secara bebas. Semakin cepat Farrel menghujam raga Jessi, rasanya segalanya semakin menghimpit dan tak terkendali. Membuat tubuh mereka semakin lembab oleh peluh. "Pelan, Farrel. Pelan. Aku tidak akan lari." Ucapan Jessi membuat Farrel menatap Jessi begitu dalam. "Aku cinta kamu, Jessi. Sangat! Tolong jangan tinggalkan aku lagi." Jessi mengusap wajah Farrel. Kemudian Farrel mengecup telapak tangan Jessi. "Bagaimana mungkin aku bisa pergi, jika kita sudah seperti ini." Farrel hanya bisa pasrah saat Jessi mendorongnya cukup kuat. Karena sekarang giliran Jessi yang memberikan panduan. 2 insan yang sudah lama menahan hasrat, kini sedang menghabiskan waktu untuk memuaskan diri. Tanpa kenal lelah, tanpa kenal waktu. Jerit-jerit yang mereka ciptakan, sampai membuat tenggorokan Jessi se
Sudah sejak 3 jam yang lalu Rhona lelap di dalam kamar yang kini sudah menjadi kamar Rhona. Secara khusus Regan persiapkan kamar tersebut agar Rhona betah di rumahnya ini. Sedangkan Regan dan Carla sudah sejak 2 jam yang lalu memasuki kamar mereka. "Cantik," puji Carla menatap wajah lelap Rhona. Setelah memastikan Regan sudah lelap, Carla memilih melihat Rhona. Hati Carla sangat terusik akan kehadiran Rhona. Namun, keangkuhan Carla juga masih ada. Rasa-rasanya Carla masih belum percaya kalau keturunan keluarganya terlahir dari perempuan yang memiliki latar belakang seperti Jessi. Namun, Carla tidak bisa memungkiri kalau Rhona adalah gadis kecil yang pintar. "Siapa yang menduga, wajah tampan anakku ada diversi wajah kecil ini." Meski ragu, pada akhirnya Carla mengusap kepala Rhona secara perlahan. Sesungguhnya Carla takut kalau Rhona sampai terusik akan perbuatannya. "Kami hidup berkecukupan sejak dulu. Sedangkan kamu sejak lahir hidup seadanya. Sungguh miris." Setelah cukup
"Mama di mana?" tanya Regan setelah Carla menerima panggilan suaranya. "Baru saja Mama selesai arisan. Kenapa, Pa?" "Papa sama Rhona sudah ada di rumah." "Papa suka sekali membawanya ke rumah kita?" Ucapan Carla memang sinis. Tapi langkahnya semakin cepat untuk segera sampai mobil. "Besok Rhona libur sekolah. Jadi Papa ingin menghabiskan banyak waktu dengannya. Kalau Mama tidak mau, ya biar Rhona sama Papa saja." Hati Carla seperti terbakar api cemburu. Ia segera memasuki mobil. "Pak, kita ketoko buah biasanya." "Loh, bukannya kemarin si mbak sudah belanja buah ya, Bu." "Sudah, jangan banyak protes!" Sungut Carla kesal. "Ayo cepat. Aku ingin cepat sampai rumah." 2 jam sudah berlalu. Barulah Carla sampai rumah. Sedangkan supir segera membawa buah belanjaan Carla kedapur. "Ini sama ibu buahnya disuruh segera dibersihkan dan dimasukan ke kulkas," ucap supir. "Buah apa ini?" tanya Art sambil membuka kantong belanjaan. "Buah strowberi? Buah ini kan kesukaan n
[Aku baru dapat kabar dari Rika kalau anaknya masuk rumah sakit. Apa aku boleh menjenguknya?] Hingga beberapa kali Farrel membaca pesan singkat dari Jessi. Membuatnya tidak fokus dengan meeting siang ini. 'Dia pamit denganku? Aku tidak salah membaca kan?' Pipi Farrel sampai merona. Ia bahkan tersenyum dan jadi salah tingkah sendiri. "Rencana yang sudah kita perbaiki hingga 3 kali ini, apakah sekarang Pak Farrel setuju?" Semua orang menatap Farrel. Mereka jadi keheranan sendiri dengan calon pengganti Regan tersebut. Padahal ini proyek besar mereka. Tapi semua orang merasa kalau Farrel tidak fokus. 'Kalau seperti ini terus, aku jadi mengira kalau kamu sudah menerimaku sebagai suamimu, Jessi. Terlalu banyak yang berubah darimu akhir-akhir ini,' batin Farrel. "Pak! Pak Farrel. Pak!" "Iya!" Farrel terkejut karena orang didekatnya memanggil dengan suara begitu keras. "Ada apa?" "Maaf, apakah semuanya perlu saya ulang? Menurut saya ..." "Setuju. Besok ajukan dana p
"Opa hebat," puji Rhona sambil mengacungkan kedua jempolnya. Begitu sampai rumah, Regan mengajak Rhona makan lalu bermain. Entah sudah berapa permainan yang Regan ikuti. Meski dirinya tidak bisa, tapi Regan berusaha untuk mengikuti arahan Rhona. Apapun akan Regan lakukan agar dirinya bisa dekat dengan Rhona. Hingga sekarang Regan dan Rhona baru saja selesai bermain basket. Meskipun Regan sangat menjaga kebugaran tubuh, tapi usia memang tidak bisa bohong. Meski Rhona masih kecil, tapi Rhona seperti tidak kenal lelah. Bermain basket saja Regan hanya ala kadarnya. "Benarkah? Padahal Rhona yang sangat hebat. Sudah sabar dan mau mengajari apa yang tidak bisa Opa lakukan." "Rambut Opa sudah ada yang putih. Opa kan sudah tua. Tapi sejak tadi Opa temani Rhona bermain tanpa merasa lelah. Padahal teman Rhona di kampung, kakeknya tidak ada yang bisa diajak bermain bola begini. Itu artinya Opa hebat." "Karena setiap orang punya kesehatan dan ketahanan tubuhnya masing-masing. Kalau R