Share

Dating Offers

SEMALAMAN ABIGAIL berselancar di internet melihat beberapa artikel yang menjelaskan kedekatan Benjamin dan Monica yang mendapat banyak dukung dari beberapa pengemar mereka.

Perempuan lawan main Benjamin adalah Monica Jaquetta. Dia memiliki lekuk tubuh yang diinginkan model mana pun, juga memiliki bibir penuh seksi yang membuat dokter suntikan bibir merasa cemburu padanya.

Mengenyahkan pikiran tentang Benjamin dan Monica, Abigail duduk di balkon kamar hotel ditemani ekspreso dengan mug besar melihat gemerlap menara Eiffel saat malam hari.

Tidak mau berlama-lama larut memikirkan Benjamin, Abigail mulai membuka aplikasi kencan dan mencari teman pria yang berpotensi untuk dijadikan teman kencan selama ia di Paris.

Abigail membuka icon pesan dan ada dua pesan dari teman online-nya: mereka sama-sama pria. Namun, Abigail lebih mengutamakan membalas pria bernama Victor setelah melihat bahwa asal pria itu dari Perancis.

Di aplikasi kencan, Abigail memasang potret foto selfie, wajahnya campuran Rusia dan Italia. Rambutnya sengaja ia gerai dihiasi jepit rambut dengan seulas senyum tipis berlatar menara Eiffel ternyata mampu memikat sebagian pria pengguna aplikasi kencan.

Victor : Hai, Abigail, kau memiliki mata yang indah. Itu persis seperti milik ibuku. Kuharap kita bisa berteman. :)

Victor cukup sopan menurut Abigail, daripada beberapa pesan sebelumnya dari pria lain yang dengan terang-terangan meminta foto bugil Abigail.

Abigail : Thanks. 

Victor : Apa kau berasal dari Paris?

Abigail : Aku sedang

liburan di sini. 

Victor : Kau turis? Aku dari Spanyol, tetapi sudah lima tahun di Paris karena tuntutan pekerjaan. Jika kau mau, aku dapat menunjukkan hal-hal indah di Paris untuk kau kunjungi.

Abigail : Kau baik sekali, 

tentu aku mau. 

Setelah percakapan singkat itu, Victor dan Abigail saling bertukar nomor ponsel.

***

Keesokan harinya, di siang yang terik, Abigail memakai blazer hijau muda panjang hampir menyentuh lutut dan syal bermotif floral di leher dari merek Channel yang dilengkapi ankle boots keluaran dari Balenciaga.

Gaji sebulan dari pekerjaan sebagai jurnalis Abigail memang tidak akan mampu membeli barang mewah tersebut, tetapi suaminya--Benjamin Marchetti bisa melakukannya. Di umur Abigail yang masih muda, ia harus melepaskan impiannya untuk melanjutkan pendidikan di Harvard demi bekerja di bawah naungan ayah tirinya. Hendrix mungkin bukan ayah tiri yang Abigail sukai, tetapi setidaknya pria itu masih mau menjadi wali Abigail dengan catatan Abigail harus mencari uang sendiri dan membiayai hidup sendiri. Pria itu masih bisa dikatakan baik karena memberikan tempat Abigail untuk bekerja di perusahaan berita mengingat posisi Hendrix di sana sebagai Redaktur Eksekutif.

Saat Abigail keluar dari kamar hotel, seorang pelayan pria muda yang akan mengantar makanan ke kamar Abigail tiba di sana dengan kereta dorong.

"Madame Abigail?"

Abigail mengernyit, tetapi tetap mengangguk saat pelayan tersebut mengetahui namanya.

"Layanan kamar, Madame. Dan tambahan, kiriman bunga untuk Anda." Pelayan tadi memberikan buket kamelia merah muda yang diterima Abigail dengan ragu-ragu.

Pelayan tadi pergi setelah mengantar buket dan makanan. Abigail menghirup aroma wangi dari kamelia. Bunga itu memiliki makna tentang pengambaran kerinduan. Kemudian, Abigail menarik secarik note yang diselipkan di antara kuntum bunga tersebut.

Mari habiskan waktu seharian bersama sebagai pengganti kita tidak bersama lagi.

-B. M. Your Husband.

"Bajingan itu ...." Abigail menggeram, merasa sangat jengkel pada Benjamin Marchetti karena tidak menyangka pria itu akan mengetahui di mana ia menginap.

Tanpa berpikir dua kali, Abigail membuang buket pemberian Benjamin ke tempat sampah. Jika saja, Abigail termasuk salah satu penggemar fanatik Benjamin Marchetti ia akan menyimpan, bahkan mengawetkan bunga itu, tetapi dia seorang Abigail Russell, istri sah pria itu yang keberadaannya tidak pernah diketahui siapa pun. Setelah apa yang dilakukan Benjamin, Abigail tidak akan pernah melupakan rasa sakit hatinya terhadap sikap Benjamin atas pernikahan mereka.

"Kau pikir bisa merayuku dengan bunga, Benjamin Marchetti? Aku Abigail Russell tidak akan terpikat rayuanmu," gumam Abigail sambil berjalan keluar dari kamar hotelnya.

Matahari tersenyum ke arah Abigail setelah keluar dari gedung hotel seolah menyemangati perempuan itu, walau ia sendirian berada di kota romantis ini. Abigail pun mulai berbelanja di minimarket berjarak seratus meter dari tempat ia menginap. Ia membutuhkan soda dan beberapa camilan untuk keperluannya begadang menonton N*****x nanti malam.

Saat melihat minuman soda kaleng kesukaannya, Abigail segera mengambil satu, tetapi tidak sengaja tangannya bersentuhan dengan tangan besar milik pria berkemeja flanel cokelat dengan kancing keseluruhan tidak dikancingkan hanya untuk memamerkan kaos putih polosnya. Pria itu tinggi, berotot seperti pemandu gym.

"Maaf, kau bisa mengambilnya terlebih dahulu," kata pria itu dengan ramah.

"Terima kasih." Abigail tersenyum tipis, ia tidak akan basa-basi berebut sekaleng soda dan menginvestasikan waktunya untuk hal tidak berguna.

"Mademoiselle? Maaf, sepertinya aku pernah melihatmu."

Abigail berbalik badan, dia mengangkat alis. "Benarkah?"

"Namamu Abigail, bukan begitu?" tanya pria itu memastikan.

"Uh-huh. Apa aku mengenalmu?"

Senyuman menyebar di wajah pria itu. "Senang bertemu denganmu secepat ini. Aku Victor, jika kau lupa kita berteman di LoveMath."

LoveMath adalah aplikasi untuk berteman dengan pengguna lain bertujuan mencari teman kencan.

Abigail ikut tersenyum, kali ini lebih lebar dari sebelumnya. "Ah, ya. Aku mengingatmu."

"Wah, aku tahu Paris begitu sempit. Jadi, bagaimana liburanmu?"

"Paris luar biasa."

"Memang. Kulihat kau membeli soda. Itu untuk dirimu sendiri?"

"Iya, aku membutuhkan untuk nanti malam menonton N*****x, kutahu itu terdengar membosankan."

"Apa kau suka alkohol? Kebetulan aku bekerja di bar di belakang minimarket ini. Jika kau mau, kita dapat ke sana sekarang juga, aku yang traktir."

Abigail meringis, tidak enak hati menolak tawaran Victor, jadi ia mengangguk.

Mereka keluar dari minimarket dan menaiki sedan abu-abu milik Victor. Selama perjalanan menuju bar Victor bercerita tentang tempat-tempat indah di Paris sampai mereka tiba di bar besar bertulisan Moulin Bar dengan lampu merah dan beberapa lampu menyakitkan mata lainnya.

Victor menuntun Abigail masuk dan duduk di counter yang berbentuk huruf L menghadap langsung ke bartender melakukan aksinya membuat minuman.

"Tetaplah di sini. Aku akan kembali."

Abigail mengangguk menanggapi. Ia melihat sekelilingnya: berisik dan memuakkan. Setelah lima menit pergi, Victor kembali ke hadapan Abigail dengan segelas koktail di tangannya.

"Tequilla for the Queen." Victor menyerahkan tekila bergelas tinggi pada Abigail. "Ini cocok untukmu karena kau cantik, bahkan Aphrodite iri padamu."

Abigail mengulas senyum sambil menerima tekila dari Victor. Ia mengamati minuman itu dalam diam, ragu antara meminumnya atau tidak.

"Kau seorang bartender?" Abigail bertanya.

"Dulu iya, tapi sekarang aku manager di sini." Victor mengambil duduk di depan Abigail.

"Kau pasti tahu banyak tentang minuman beralkohol."

"Lumayan."

Abigail mengangkat kedua alisnya sebelum mencicipi tekila buatan Victor. Ia pernah minum alkohol sebelumnya, itu pun ia dapatkan dari Jolanda, teman Abigail di sekolah menengah atas--dari hasil curian anggur milik ayahnya. Mereka mencoba merayakan kelulusan dengan menginap di rumah Abigail karena keduanya dilarang menghadiri Prom Night oleh orang tua masing-masing.

"Luar biasa," komentar Abigail, padahal ia tidak tahan rasa tekila buatan Victor. Jika dibolehkan jujur, rasanya kacau dan Abigail memilih meminum sodanya daripada tekila tersebut.

Victor terkekeh. "Jadi, bagaimana dengan Sabtu malam besok? Apa kau ada acara?"

"Tidak ada."

"Bagus, ikutlah denganku dan akan diperlihatkan Paris yang begitu indah padamu."

"Apakah itu sebuah kencan?" Abigail menarik sebelah alisnya ke atas.

Victor menggaruk tengkuk yang sama sekali tidak gatal. "Ya, bisa dibilang seperti itu. Itu pun, jika kau mau, aku tidak akan memaksamu. Kau tahu, aku hanya berusaha mengenalmu lebih jauh."

"Jadi, di mana kita bisa bertemu?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status