Share

Bab 3

Author: Zahira
Zeze segera menyadari kehadiran Christian, lalu bertanya dengan rasa ingin tahu, "Mama, siapa paman ini?"

Zeze merasa orang ini sangat familier, tetapi tidak ingat di mana dia pernah melihatnya.

Finella menjawab dengan lembut, "Zeze, dia itu papamu. Kamu kan pernah lihat fotonya. Setiap kali kamu nangis, kamu selalu peluk foto Papa dan nggak berhenti memanggilnya."

Finella menambahkan beberapa detail tanpa terlalu mencolok sambil mengamati reaksi Christian dari sudut matanya.

Zeze mengamati Christian berulang kali, lalu menggaruk belakang kepalanya. "Dia Papa?"

Christian juga balas menatap Zeze. Anak laki-laki yang sangat mirip dengannya ini adalah putranya?

Ayah dan anak itu saling bertatapan, juga mengamati satu sama lain. Adegan ini tidak terasa mengharukan seperti yang dibayangkan.

Zeze mengerutkan kening, lalu berpikir sejenak. "Tapi, Papa yang ada di foto kelihatan putih, sedangkan paman ini berkulit gelap."

Setelah mendengar celetukan Zeze, bibir Christian pun sedikit berkedut. Kulitnya gelap karena dia sering pergi memancing dan terpapar sinar matahari.

Finella mengelus kepala Zeze dan menjelaskan dengan lembut, "Kulit Papa agak gelap karena sering terpapar sinar matahari. Dia akan kembali putih seperti di foto setelah beberapa saat."

"Benarkah?"

"Tentu saja."

"Tapi, bukannya Mama bilang Papa itu astronaut di luar angkasa? Kenapa kulitnya bisa jadi gelap karena terpapar sinar matahari?"

Finella tertegun sejenak, lalu menatap putranya yang berusia dua setengah tahun dengan ekspresi tidak percaya. Bagaimana mungkin anak seusianya terpikirkan hal ini?

"Sayang, kenapa kamu merasa astronaut di luar angkasa nggak mungkin punya kulit gelap karena terpapar sinar matahari?"

Zeze menjawab dengan ekspresi bangga, "Ya karena aku pernah melihatnya! astronaut pakai pakaian tebal, jadi kulit mereka nggak akan bisa jadi gelap karena terpapar sinar matahari."

Finella pun tidak tahu harus bagaimana menjawabnya. Sepertinya, dia sudah meremehkan kecerdasan putranya.

Namun, ini juga tidak mengherankan. Finella adalah lulusan universitas bergengsi, sedangkan Christian adalah seorang genius. Bagaimana mungkin anak mereka mudah dibodohi?

Setelah berpikir sejenak, Finella memutuskan untuk melemparkan pertanyaan itu kepada Christian. "Gimana kalau kamu saja yang menjelaskannya?"

Christian menatap Finela untuk beberapa detik, lalu berjongkok untuk menyejajarkan pandangannya dengan Zeze.

"Yang mamamu bilang benar, aku memang papamu." Suara Christian terdengar kaku dan dia juga tidak mengatakan apa-apa lagi setelahnya.

Finella yang merasa tidak berdaya pun bersiap-siap untuk menutupi kebohongannya.

"Papa!" Zeze tiba-tiba merentangkan lengannya dan mencondongkan tubuh ke arah Christian. "Papa, peluk ...."

Christian menatap mata bocah yang berkaca-kaca itu dan sebuah perasaan aneh pun membuncah dalam hatinya. Setelah ragu sejenak, dia perlahan-lahan mengangkat tangannya dan memeluk Zeze dengan lembut.

"Papa ... ada di sini" Suaranya terdengar agak tegang saat berbicara. Anak berusia dua setengah tahun itu sangat ringan dan terasa lembut dalam pelukannya. Tubuhnya juga memancarkan bau susu.

"Huhuhu ...."

Zeze melingkarkan lengannya di leher ayahnya dengan erat, lalu membenamkan kepalanya di sana. Isak tangis itu perlahan-lahan berubah menjadi tangisan yang kuat.

Christian tidak pernah berinteraksi dengan anak sekecil ini. Untuk sesaat, dia merasa agak kewalahan. Dia menoleh ke arah Finella yang sedang diam-diam menyeka air matanya, lalu mengedipkan mata untuk meminta pertolongan.

'Apa yang harus kulakukan sekarang?'

Finella melangkah maju, lalu meraih tangan Christian dan meletakkannya di punggung putranya. Dia memberi isyarat pada Christian untuk menghibur Zeze.

Christian menepuk-nepuk punggung bocah itu, lalu menghiburnya dengan canggung, "Jangan nangis lagi. Papa ada di sini."

Setelah beberapa menit, tangisan Zeze berangsur-angsur mereda, tetapi tangan kecilnya masih mencengkeram erat baju ayahnya, seolah-olah takut ayahnya akan pergi lagi.

"Kenapa Papa baru pulang sekarang?" Suara Zeze teredam karena kepalanya masih terbenam di lekuk leher ayahnya.

Christian merasa sedikit tidak nyaman dengan pelukan itu. Lehernya sudah basah, tetapi dia juga tidak tega mendorong si kecil menjauh darinya.

"Maaf, Papa bukan sengaja mau melewatkan masa pertumbuhanmu."

"Jadi, apa alasannya?"

Christian tidak menutupi kebenarannya. Dia menjawab dengan jujur, "Tiga tahun yang lalu, sebelum kamu lahir, Papa mengalami kecelakaan dan jatuh ke laut. Setelah sekian lama, Papa baru temukan jalan pulang."

Zeze tiba-tiba mengangkat wajah kecilnya. Matanya terbelalak ketakutan. "Papa jatuh ke laut?"

"Iya."

"Tapi, Mama bilang kamu pergi ke luar angkasa."

"Itu karena dia ...."

"Ekhem!" Finella berdeham untuk memperingati Christian.

Memangnya pria ini tidak bisa menutupi kebohongannya? Apa dia harus membongkar kebohongannya di depan anak mereka? Ternyata, amnesia tidak bisa sepenuhnya mengubah kepribadian seseorang.

Christian melanjutkan, "Apa pun alasannya, Papa sudah kembali."

"Apa Papa akan pergi lagi?"

"Nggak."

"Baguslah!" Zeze akhirnya tertawa sambil berseru, "Kelak, aku akan punya Papa!"

Christian menatap bocah dalam pelukannya. Tatapannya perlahan-lahan melembut. Sepertinya, tiba-tiba memiliki seorang putra juga tidak begitu sulit untuk diterima.

...

Di ruang kerja.

Christian membolak-balik trofi, album foto, dan jejak-jejak kehidupannya. Dia memandangi etalase kaca yang penuh dengan foto-foto dirinya bersama tokoh-tokoh ternama dari berbagai industri, tetapi merasa seperti sedang melihat kisah hidup orang lain. Setiap detail terasa asing baginya.

"Tok, tok, tok!"

Ketukan pelan terdengar di pintu.

Finella menjulurkan setengah badannya dari balik pintu dan bertanya dengan lembut, "Chris, aku boleh masuk?"

Christian menoleh ke arah datangnya suara. Wanita di hadapannya telah berganti pakaian tidur sutra. Rambutnya diikat dengan longgar sehingga memperlihatkan lehernya yang ramping dan seputih salju.

Finella sangat cantik. Dia adalah tipe wanita yang lembut dan memikat. Setiap gerakan wajahnya sangatlah menggoda.

Christian tidak yakin apakah ini adalah tipe wanita yang pernah disukainya.

"Chris ...," panggil Finella lagi dengan lembut. "Aku boleh masuk?"

Christian tersadar dan mengangguk pelan, "Emm, masuklah."

Mata Finella langsung berbinar. Dia berjalan ke hadapan Christian sambil memeluk sebuah album foto.

“Chris, ini foto-foto kita bersama. Mau lihat?”

Mata Finella berbinar dengan penuh harap. Christian menatapnya, lalu akhirnya menerima album yang disodorkan Finella dan membalik halaman demi halaman.

Foto pertama adalah foto candid mereka yang sedang bercanda. Foto itu sedikit buram, tetapi penuh kehangatan. Finella tersenyum sambil menutupi lensa kamera dengan tangannya, sedangkan Christian menjulurkan kepala dari belakangnya untuk mencium pipinya.

Foto kedua diambil di depan dinding kaca sebuah kantor dengan latar belakang pemandangan malam kota yang gemerlap. Christian menyandarkan dagunya di bahu Finella, wajah mereka saling menempel dan mereka sama-sama menatap kamera. Mereka tersenyum dengan sangat gembira.

Foto ketiga, keempat, dan selanjutnya adalah foto-foto yang serupa. Hanya dengan melihat foto-foto itu, semua orang bisa merasakan bahwa mereka sangat saling mencintai.

Fotonya tidak banyak, hanya sekitar belasan lembar, tetapi semuanya menunjukkan kemesraan mereka. Hanya dengan satu lirikan, siapa pun akan tahu bahwa mereka adalah pasangan.

Sebagian besar latar belakang foto berada di kantor atau di dalam ruangan yang lokasinya tidak jelas. Ini sangat cocok dengan kisah asmara di tempat kerja yang Finella karang.

Dulu, demi meyakinkan orang tua Christian bahwa dia adalah pacar yang tidak diumumkan Christian, Finella telah berupaya keras. Dia bukan hanya mengedit foto-foto mesra dirinya dengan Christian, tetapi juga merangkai kisah-kisah tentang kebersamaan mereka.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 100

    Hera tidur sampai terbangun secara alami. Dia berbaring di tempat tidur cukup lama sebelum perlahan-lahan keluar dari balik selimut.Rambut panjang berwarna merah anggur Hera terlihat acak-acakan. Dia meregangkan badannya dan tali bahunya pun melorot di kulit mulusnya. Separuh bahunya yang seputih salju terpampang di luar. Bahunya dihiasi beberapa bekas ciuman yang terlihat mencolok di kulitnya yang putih.Semalam, Hera dan Robin bergulat hingga larut malam sebelum akhirnya berhenti. Anak muda memang berbeda. Selain berstamina tinggi, setelah diberi sedikit instruksi, mereka langsung paham, juga dapat mengembangkannya.Hera mengikat rambutnya, lalu keluar dari kamar tidur tanpa alas kaki dengan masih mengenakan gaun tidurnya. Begitu keluar, dia langsung mendengar bunyi dentingan spatula dan aroma samar telur goreng."Harum banget!"Mengikuti aroma itu, dia menemukan Robin sedang menggoreng telur dengan mengenakan celemek merah mudanya."Kak, kamu sudah bangun?" Robin menoleh dan tersen

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 99

    Yunita menunduk dan tidak menyahut. Melihat tampangnya itu, Sarah juga tidak tega memarahinya lagi. Mereka berdua berjalan beriringan di trotoar yang dingin tanpa mengatakan apa-apa lagi.Kemudian, Sarah tiba-tiba teringat foto itu dan berkata, "Oh iya, ada sebuah hal yang nyaris kulupakan. Ada selembar foto yang jatuh keluar dari tas nenek sihir itu. Gadis di foto itu mirip banget sama Nyonya Finella!"Langkah Yunita terhenti sejenak. Dia langsung menoleh dan bertanya, "Apa katamu? Nyonya Finella?""Emm, gadis itu mirip banget seperti Nyonya Finella, terutama sepasang matanya yang begitu jernih dan berkilau."Tidak heran juga Sarah langsung mengenalinya. Finella memiliki wajah yang sangat mudah diingat."Coba ceritakan dengan lebih spesifik lagi." Yunita bertanya sambil mendekat, "Apa isi foto itu?"Sarah berpikir sejenak. "Foto itu terlihat cukup tua. Lingkungannya mirip desaku. Nggak, kayaknya bahkan lebih miskin dan terbelakang daripada desaku. Gadis itu baru berusia sekitar 17-18

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 98

    Pelipis Yunita tidak berhenti berdenyut, tetapi dia tetap bersikeras berkata, "Terserah kamu mau percaya atau nggak. Aku akan anggap aku lagi sial, kalian nggak perlu ganti rugi. Sekarang, cepat tinggalkan tempat ini!"Sarah memanfaatkan pertengkaran itu dan menyelinap ke belakang, lalu mengambil tas Jenny yang diletakkan di atas meja kopi. Setelah itu, dia membuka tas itu dan menuang keluar isinya. Ada setumpuk barang gratis yang berhamburan keluar, termasuk syal Hermes itu."Ini syalnya!"Saat hendak mengambil syal itu, mata Sarah menangkap sebuah foto lama yang jatuh di atas meja. Itu adalah foto seorang gadis remaja yang berusia sekitar 18-19 tahun.Gadis itu terlihat sangat cantik, bagaikan bidadari yang turun ke dunia fana dan sama sekali tidak cocok dengan lingkungan kumuh di sekitarnya. Namun, kenapa gadis itu terlihat familier?Sebelum Sarah sempat bereaksi, Jenny sudah menerjang ke arahnya dan mendorongnya."Dasar anak nggak berpendidikan! Beraninya kamu geledah tasku! Aku ak

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 97

    "Mikkel dan kamu sudah pacaran tujuh tahun, tapi kamu malah mau lapor polisi untuk menghancurkannya hanya karena uang sesedikit itu!" umpat Jenny.Sarah mengejek, "Cih! Kalau cuma sedikit, kenapa kamu nggak bayar? Sudah nggak bayar, kamu masih berani bersikap searogan ini!"Jenny memelototi Sarah dan berseru, "Apa urusannya itu denganmu? Kamu itu cuma orang luar! Memangnya kamu punya hak untuk ikut campur?"Sarah memutar bola matanya. "Dasar nenek sihir! Orang luar di sini itu kamu dan putramu!""Lagian ...." Sarah berhenti sejenak sebelum menambahkan, "Kamu itu juga pencuri!""Apanya yang pencuri? Apa yang kucuri?" Kerutan di wajah Jenny terlihat makin jelas lagi karena marah. "Jangan asal bicara! Dasar anak nggak berpendidikan!"Sarah juga sudah sepenuhnya marah karena dimaki. Dia meninggikan suaranya dan berseru, "Kamu sudah curi syal Hermes Yunita!""Omong kosong!" Jenny mengentakkan kaki dengan marah. Jarinya hampir menusuk hidung Sarah. "Memangnya aku begitu nggak ada kerjaan sam

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 96

    Yunita berdiri dengan tangan terlipat di depan dada. "Ini apartemen sewaanku, kenapa aku nggak boleh kembali?"Jenny masih berujar dengan percaya diri, "Memangnya kenapa kalau ini apartemen sewaanmu? Berhubung kamu sudah pindah keluar, jangan harap kamu bisa kembali lagi."Yunita mencibir, "Boleh saja kalau mau aku pindah, tapi kalian harus kembalikan uang sewanya dulu kepadaku. Aku sudah bayar uang sewa enam bulan terakhir dan masih ada sisa tiga bulan. Totalnya 18 juta.""Selain itu, putramu masih berutang setengah biaya sewa sebelumnya, yaitu 9 juta. Mengenai tagihan listrik, air, dan yang lain, aku malas menghitungnya dengan kalian. Kalian bayar saja aku 27 juta."Sarah mengingatkannya, "Yunita, jangan lupa sama uang deposit.""Oh iya, aku hampir lupa. Karena aku sudah nggak tinggal di sini lagi, nggak seharusnya juga aku yang bayar uang depositnya. Jadi, kalian juga harus kembalikan uang deposit sebesar 20 juta itu. Totalnya jadi 47 juta."Yunita mengeluarkan ponselnya dan membuka

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 95

    Gadis itu mengambil hot pot yang telah dibungkus dari tangan pemilik toko, lalu hendak pergi.Melihatnya hendak pergi, Mikkel buru-buru meraih bahunya. "Tunggu! Berhenti!"Gadis itu seketika berteriak ketakutan dan wajahnya terlihat panik. "Mau apa kamu?"Mikkel akhirnya melihat jelas wajah gadis itu. Dia sama sekali tidak mirip dengan Jayleen. Baru saja Mikkel hendak melepaskan gadis itu, kejadian ini kebetulan disaksikan oleh pacar si gadis yang sedang membeli teh susu di sebelah. Dia pun meletakkan teh susunya dan bergegas menghampiri pacarnya, lalu mendorong Mikkel."Apa-apaan kamu!"Mikkel yang lengah pun terdesak mundur beberapa langkah. Hal ini membuat banyak pejalan kaki berhenti untuk menyaksikan keributan. "Mikkel! Kamu baik-baik saja?" Jenny bergegas menghampiri Mikkel dan menopangnya.Mikkel mengusap bahunya yang sakit, lalu memelototi pria yang mendorongnya.Jenny memelototi pasangan itu. "Apa-apaan kalian? Kalau putraku terluka, aku pasti akan lapor polisi untuk tangkap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status