Share

Bab 4

Author: Zahira
Berhubung latar belakang keluarga asalnya sangat miskin, Finella terpaksa mengarang latar belakang keluarga yang bisa dibanggakan.

Kini, Finella adalah seorang putri dari keluarga kaya yang lulus dari universitas bergengsi. Orang tuanya tinggal di luar negeri, yang satu adalah profesor dan yang satu lagi adalah dokter. Sementara itu, dia melamar posisi sebagai sekretaris presdir hanya untuk mengasah kemampuannya.

Finella tentu saja tahu bahwa latar belakang keluarga seperti itu tidak akan memungkinkannya untuk menikah dengan keturunan dari keluarga terpandang. Namun, dia tidak memiliki cukup banyak uang untuk mengarang latar belakang yang lebih kaya lagi pada saat itu.

Lagi pula, dengan koneksi Keluarga Pradipta, jika Finella mengarang latar belakang yang terlalu kaya, itu akan mudah terbongkar. Setelah banyak pertimbangan, dia mengarang cerita tentang latar belakang keluarga yang tidak terlalu mencolok, tetapi juga tidak memalukan.

Christian memandangi foto di tangannya, tetapi tidak merasakan emosi apa pun. Dia bertanya dengan tenang, "Kamu itu sekretarisku, lalu kita jatuh cinta?"

Finella buru-buru mengangguk. "Emm, kita jatuh cinta waktu kerja bareng. Tapi karena perbedaan status, kita nggak bisa publikasikan hubungan kita."

Christian mengangkat kepalanya. Tatapannya tertuju pada wajah Finella dan dia mengamati Finella sangat lama.

Finella telah melatih diri untuk memiliki hati sekuat baja. Meskipun dipandang lekat-lekat, dia juga tetap bersikap tenang dan bahkan bisa bertanya balik dengan nada serius, "Chris, kamu masih ingat setiap detail waktu kita bersama?"

Gerakan Christian membalik album foto itu terhenti sejenak. Dia menjawab, "Maaf, aku masih belum ingat."

Finella menunduk dengan pura-pura kecewa, tetapi segera bersemangat kembali.

"Nggak apa-apa. Santai saja. Kita masih punya banyak waktu. Suatu hari nanti, kamu akan mengingatnya."

Christian tidak menanggapinya.

Meskipun diperlakukan dengan dingin, Finella juga tidak marah. Dia melanjutkan dengan khawatir, "Chris, aku penasaran sama pengalamanmu selama tiga tahun terakhir. Bisa nggak kamu cerita padaku secara mendetail?"

Christian menjawab tanpa mendongak, "Nggak ada yang perlu diceritakan. Semuanya sudah berlalu."

Untuk sesaat, Finella benar-benar tidak mampu menebak pemikiran pria ini. Apakah pria ini sudah bosan padanya? Apakah Christian menyimpan perasaan pada Adina dan sengaja menjaga jarak darinya?

Finella merasa kemungkinan ini sangat besar. Bagaimanapun juga, mereka berdua telah menghabiskan tiga tahun bersama di pulau itu. Mungkin saja mereka sudah saling menyukai sejak lama.

Namun, Finella tidak berniat untuk menyingkap hal ini dulu. Meskipun dia telah melahirkan cucu tertua Keluarga Pradipta, dia dan Christian belum memiliki akta nikah atau melangsungkan pernikahan. Ini membuatnya merasa tidak aman.

Finella harus memanfaatkan kesempatan selagi Christian sedang kehilangan ingatannya untuk segera meresmikan pernikahan mereka. Selama mereka memiliki akta nikah dan menjadi suami istri yang sah, dia akan mengamankan posisinya sebagai menantu Keluarga Pradipta.

Finella tidak peduli apakah Christian mengenalinya atau berapa banyak wanita simpanan yang diinginkannya. Dia hanya tertarik pada uang, bukan Christian.

Finella segera menenangkan diri. "Yang kamu bilang benar. Biarkanlah masa lalu berlalu. Yang penting adalah kehidupan kita sekarang."

Sambil berbicara, Finella meletakkan tangannya yang halus dan lembut di punggung tangan pria itu. Jari-jarinya perlahan-lahan menjalar di antara sela-sela jari Christian dengan niat untuk mengaitkannya.

"Apa yang kamu lakukan?" Christian secara naluriah menarik tangannya.

Finella tertegun sejenak, sorot matanya bergetar. Dia memasang tampang sedih dan menggigit bibirnya.

"Dulu, kita sering saling menempelkan dahi, juga menautkan jari-jari kita. Aku nggak nyangka kamu akan bereaksi sekuat ini."

"Aku kurang suka dekat-dekat sama orang lain." Christian mundur dua langkah untuk memberi jarak di antara mereka.

Finella menyahut dengan sedih, "Chris, kita ini suami istri, bukan orang asing. Kita pernah lakukan hal-hal paling intim di dunia ini. Kita pernah menyatu hingga nggak ada lagi batasan di antara kita. Kita bisa pelan-pelan dalam hal lain, tapi aku nggak akan kompromi dalam hal berdekatan denganmu. Sedikit pun juga nggak bisa."

Finella berbicara dengan sangat tegas, tetapi mengakhirinya dengan nada manja. Kata-katanya seolah-olah bisa mengait hati orang.

Christian menatap wajah yang luar biasa cantik di hadapannya. Semburat merah muda samar melekat di kulitnya yang seputih susu. Bibirnya yang agak dimanyunkan terlihat lembut dan menggoda, sedangkan matanya juga begitu memikat.

Finella benar-benar cantik.

Christian tanpa sadar menelan ludah. "Aku mengerti. Aku akan coba beradaptasi, tapi aku juga berharap kamu bisa memberiku waktu."

Finella juga tahu kapan untuk mundur. "Oke, aku juga akan coba untuk menahan rasa cintaku yang meluap-luap padamu. Kamu pasti sudah capek. Aku akan siapkan air untukmu supaya kamu bisa berendam dengan nyaman."

Christian menolak, "Nggak usah. Aku bisa melakukannya sendiri."

Finella memasang tampang cemberut. "Baiklah. Kalau kamu butuh sesuatu, panggil saja aku. Aku akan selalu siap."

"Emm." Christian berbalik, lalu melangkahkan kaki jenjangnya dengan cepat ke arah kamar mandi.

Melihat punggung pria yang pergi dengan tergesa-gesa itu, Finella pun tersenyum.

...

Di dalam kamar yang mewah, yang masih menyala hanyalah lampu tidur di samping tempat tidur yang memancarkan cahaya kuning hangat. Di atas tempat tidur yang besar, terlihat dua sosok besar dan kecil. Sesekali, terdengar juga suara napas yang halus.

"Sayang?" bisik Finella di telinga pria itu. "Kamu sudah tidur?"

Mata Christian terpejam dan napasnya teratur, seolah-olah dia sudah tertidur. Akan tetapi, bulu matanya bergerak untuk sejenak. Bibirnya terkatup rapat dan rahangnya terasa tegang, seolah-olah dia sengaja mempertahankan "posisi tidur" yang sempurna.

Sandiwaranya terlalu buruk.

Sedikit keusilan terpancar di mata Finella. Ujung jarinya dengan lembut membelai bulu mata Christian. Christian tetap tidak bergerak, tekadnya benar-benar tak tergoyahkan.

Tiba-tiba, Finella mencondongkan tubuhnya dan mempersempit jarak di antara mereka. Napasnya yang hangat sengaja menyapu bibir Christian. Bulu mata Christian pun bergetar lagi.

Bibir Finella melengkung membentuk senyum tipis. Namun, ketika berbicara, suaranya terdengar sangat sedih.

"Sayang, aku benar-benar takut semua ini cuma mimpi dan begitu bangun, kamu akan menghilang."

Sambil berbicara, Finella bersandar di atas dada Christian. Ujung jarinya menelusuri kancing piama Christian dan memainkannya. Gerakannya sangat lambat.

Otot-otot Christian pun menegang, sedangkan napasnya juga memburu. Akhirnya, dia tak kuasa menahannya lagi dan membuka matanya lebar-lebar. Dia meraih pergelangan tangan Finella untuk menghentikannya.

Mana ada rasa kantuk yang terpancar dari mata gelap itu? Yang ada hanya api yang membara.

Finella bukan hanya tidak melepaskan diri dari cengkeraman Christian, bahkan sengaja mencondongkan tubuhnya. Bibirnya hampir menyentuh telinga Christian.

"Sayang, aku takut ini cuma mimpi."

"Jangan khawatir, ini bukan mimpi." Suara pria itu terdengar tegang.

"Tapi, aku nggak bisa merasakanmu dan itu membuatku merasa nggak tenang. Aku mau rasakan kehadiranmu. Sayang, biarkan aku merasakanmu. Oke?"

Suara Finella terdengar makin menggoda.

Christian tetap diam. Matanya terpaku pada Finella, seolah-olah ingin melihat ke dalam dirinya.

Finella melengkungkan bibirnya. Dalam keheningan yang menegangkan ini, dia menggigit pelan jakun pria itu ....
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 100

    Hera tidur sampai terbangun secara alami. Dia berbaring di tempat tidur cukup lama sebelum perlahan-lahan keluar dari balik selimut.Rambut panjang berwarna merah anggur Hera terlihat acak-acakan. Dia meregangkan badannya dan tali bahunya pun melorot di kulit mulusnya. Separuh bahunya yang seputih salju terpampang di luar. Bahunya dihiasi beberapa bekas ciuman yang terlihat mencolok di kulitnya yang putih.Semalam, Hera dan Robin bergulat hingga larut malam sebelum akhirnya berhenti. Anak muda memang berbeda. Selain berstamina tinggi, setelah diberi sedikit instruksi, mereka langsung paham, juga dapat mengembangkannya.Hera mengikat rambutnya, lalu keluar dari kamar tidur tanpa alas kaki dengan masih mengenakan gaun tidurnya. Begitu keluar, dia langsung mendengar bunyi dentingan spatula dan aroma samar telur goreng."Harum banget!"Mengikuti aroma itu, dia menemukan Robin sedang menggoreng telur dengan mengenakan celemek merah mudanya."Kak, kamu sudah bangun?" Robin menoleh dan tersen

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 99

    Yunita menunduk dan tidak menyahut. Melihat tampangnya itu, Sarah juga tidak tega memarahinya lagi. Mereka berdua berjalan beriringan di trotoar yang dingin tanpa mengatakan apa-apa lagi.Kemudian, Sarah tiba-tiba teringat foto itu dan berkata, "Oh iya, ada sebuah hal yang nyaris kulupakan. Ada selembar foto yang jatuh keluar dari tas nenek sihir itu. Gadis di foto itu mirip banget sama Nyonya Finella!"Langkah Yunita terhenti sejenak. Dia langsung menoleh dan bertanya, "Apa katamu? Nyonya Finella?""Emm, gadis itu mirip banget seperti Nyonya Finella, terutama sepasang matanya yang begitu jernih dan berkilau."Tidak heran juga Sarah langsung mengenalinya. Finella memiliki wajah yang sangat mudah diingat."Coba ceritakan dengan lebih spesifik lagi." Yunita bertanya sambil mendekat, "Apa isi foto itu?"Sarah berpikir sejenak. "Foto itu terlihat cukup tua. Lingkungannya mirip desaku. Nggak, kayaknya bahkan lebih miskin dan terbelakang daripada desaku. Gadis itu baru berusia sekitar 17-18

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 98

    Pelipis Yunita tidak berhenti berdenyut, tetapi dia tetap bersikeras berkata, "Terserah kamu mau percaya atau nggak. Aku akan anggap aku lagi sial, kalian nggak perlu ganti rugi. Sekarang, cepat tinggalkan tempat ini!"Sarah memanfaatkan pertengkaran itu dan menyelinap ke belakang, lalu mengambil tas Jenny yang diletakkan di atas meja kopi. Setelah itu, dia membuka tas itu dan menuang keluar isinya. Ada setumpuk barang gratis yang berhamburan keluar, termasuk syal Hermes itu."Ini syalnya!"Saat hendak mengambil syal itu, mata Sarah menangkap sebuah foto lama yang jatuh di atas meja. Itu adalah foto seorang gadis remaja yang berusia sekitar 18-19 tahun.Gadis itu terlihat sangat cantik, bagaikan bidadari yang turun ke dunia fana dan sama sekali tidak cocok dengan lingkungan kumuh di sekitarnya. Namun, kenapa gadis itu terlihat familier?Sebelum Sarah sempat bereaksi, Jenny sudah menerjang ke arahnya dan mendorongnya."Dasar anak nggak berpendidikan! Beraninya kamu geledah tasku! Aku ak

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 97

    "Mikkel dan kamu sudah pacaran tujuh tahun, tapi kamu malah mau lapor polisi untuk menghancurkannya hanya karena uang sesedikit itu!" umpat Jenny.Sarah mengejek, "Cih! Kalau cuma sedikit, kenapa kamu nggak bayar? Sudah nggak bayar, kamu masih berani bersikap searogan ini!"Jenny memelototi Sarah dan berseru, "Apa urusannya itu denganmu? Kamu itu cuma orang luar! Memangnya kamu punya hak untuk ikut campur?"Sarah memutar bola matanya. "Dasar nenek sihir! Orang luar di sini itu kamu dan putramu!""Lagian ...." Sarah berhenti sejenak sebelum menambahkan, "Kamu itu juga pencuri!""Apanya yang pencuri? Apa yang kucuri?" Kerutan di wajah Jenny terlihat makin jelas lagi karena marah. "Jangan asal bicara! Dasar anak nggak berpendidikan!"Sarah juga sudah sepenuhnya marah karena dimaki. Dia meninggikan suaranya dan berseru, "Kamu sudah curi syal Hermes Yunita!""Omong kosong!" Jenny mengentakkan kaki dengan marah. Jarinya hampir menusuk hidung Sarah. "Memangnya aku begitu nggak ada kerjaan sam

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 96

    Yunita berdiri dengan tangan terlipat di depan dada. "Ini apartemen sewaanku, kenapa aku nggak boleh kembali?"Jenny masih berujar dengan percaya diri, "Memangnya kenapa kalau ini apartemen sewaanmu? Berhubung kamu sudah pindah keluar, jangan harap kamu bisa kembali lagi."Yunita mencibir, "Boleh saja kalau mau aku pindah, tapi kalian harus kembalikan uang sewanya dulu kepadaku. Aku sudah bayar uang sewa enam bulan terakhir dan masih ada sisa tiga bulan. Totalnya 18 juta.""Selain itu, putramu masih berutang setengah biaya sewa sebelumnya, yaitu 9 juta. Mengenai tagihan listrik, air, dan yang lain, aku malas menghitungnya dengan kalian. Kalian bayar saja aku 27 juta."Sarah mengingatkannya, "Yunita, jangan lupa sama uang deposit.""Oh iya, aku hampir lupa. Karena aku sudah nggak tinggal di sini lagi, nggak seharusnya juga aku yang bayar uang depositnya. Jadi, kalian juga harus kembalikan uang deposit sebesar 20 juta itu. Totalnya jadi 47 juta."Yunita mengeluarkan ponselnya dan membuka

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 95

    Gadis itu mengambil hot pot yang telah dibungkus dari tangan pemilik toko, lalu hendak pergi.Melihatnya hendak pergi, Mikkel buru-buru meraih bahunya. "Tunggu! Berhenti!"Gadis itu seketika berteriak ketakutan dan wajahnya terlihat panik. "Mau apa kamu?"Mikkel akhirnya melihat jelas wajah gadis itu. Dia sama sekali tidak mirip dengan Jayleen. Baru saja Mikkel hendak melepaskan gadis itu, kejadian ini kebetulan disaksikan oleh pacar si gadis yang sedang membeli teh susu di sebelah. Dia pun meletakkan teh susunya dan bergegas menghampiri pacarnya, lalu mendorong Mikkel."Apa-apaan kamu!"Mikkel yang lengah pun terdesak mundur beberapa langkah. Hal ini membuat banyak pejalan kaki berhenti untuk menyaksikan keributan. "Mikkel! Kamu baik-baik saja?" Jenny bergegas menghampiri Mikkel dan menopangnya.Mikkel mengusap bahunya yang sakit, lalu memelototi pria yang mendorongnya.Jenny memelototi pasangan itu. "Apa-apaan kalian? Kalau putraku terluka, aku pasti akan lapor polisi untuk tangkap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status