Share

Bab 2

Author: Zahira
Tiga tahun lalu, Christian bepergian dengan helikopter pribadinya dan helikopter itu jatuh karena alasan yang tidak diketahui. Lokasi kecelakaannya di laut.

Tim penyelamat mencari selama lebih dari dua minggu, tetapi hanya menemukan puing-puing helikopter dan beberapa jasad kru. Meskipun jasad Christian tidak pernah ditemukan, bertahan hidup di laut yang begitu luas hampir mustahil. Pada akhirnya, Keluarga Pradipta pun mengumumkan kematian Christian.

Tak disangka, pada hari kecelakaan, Christian yang terluka parah diselamatkan oleh ayah dan anak Keluarga Martono yang sedang melaut untuk menangkap ikan. Mereka pun membawanya kembali ke Pulau Amo.

Pulau itu sangat terbelakang. Sarana komunikasi dan transportasinya juga tidak memadai sehingga berita sangat terlambat sampai di sana.

Daman Martono, ayahnya Adina itu membawa Christian pulang ke rumah dan menyuruh dokter dari desa untuk mengobatinya. Untungnya, tubuh Christian sangat kuat dan sehat. Dia pun pulih total setelah beristirahat sekitar setengah bulan.

Namun, Christian melupakan siapa dirinya dan menghabiskan hari-harinya membantu Keluarga Martono bekerja. Dia juga menjadi bagian dari keluarga mereka.

Daman sangat puas dengan penampilan Christian dan memberinya nama Cakra Martono. Dia juga membimbing Christian untuk menjadi menantunya. Dia bukan hanya membiarkan Christian tinggal di rumahnya, tetapi juga mengajarinya keterampilan pertukangan dan memancing supaya dia dapat bertahan hidup di pulau itu.

Setengah tahun yang lalu, Daman tiba-tiba jatuh sakit. Di saat-saat terakhirnya, dia menggenggam erat tangan Christian dan memintanya untuk merawat Adina dengan baik.

Beberapa bulan kemudian, Christian meninggalkan pulau itu untuk berdagang. Setelah bertemu dengan lebih banyak orang, dia pun segera dikenali.

Tentu saja, ini adalah kisah yang dirangkai Finella setelah mendengar keseluruhan cerita dan menggabungkan pemahamannya sendiri tentang sifat manusia.

Menurut versi Christian, ayah dan anak Keluarga Martono menyelamatkannya karena mereka baik hati. Itu juga benar. Tanpa ayah dan anak Keluarga Martono, siapa yang tahu bisa atau tidak Christian bertahan sampai tim penyelamat tiba.

Finella menggenggam tangan Adina dan berujar, "Adina, terima kasih sudah selamatkan Chris. Kalian bukan cuma penyelamat Chris, tapi juga penyelamatku, anak kami, dan seluruh Keluarga Pradipta."

Ketika mendengar kata "anak", hati Adina terasa seperti tertusuk jarum. Dia tiba-tiba menarik tangannya dan menjawab, "Kamu nggak perlu berterima kasih padaku. Aku bukan selamatkan Kak Chris demi siapa-siapa."

Kedua tangan Finella tergantung di udara. Dia menggigit bibirnya sambil perlahan-lahan menariknya kembali tangannya.

Leny pun menengahi situasinya dengan berujar, "Yang Nella bilang benar. Kamu itu penyelamat Keluarga Pradipta. Katakan saja apa yang kamu inginkan. Kami pasti akan penuhi apa pun yang kamu mau sebisa kami."

Adina menggeleng. "Sekarang, ayahku sudah tiada, sedangkan Kak Chris sudah temukan keluarganya. Aku cuma sendiri dan nggak punya permintaan apa-apa."

"Kalau begitu, Adina tinggal saja dulu bersama kami untuk sementara. Yang selebihnya, kita bisa urus lagi nanti."

Tanpa peduli apakah pihak lain setuju atau tidak, Leny langsung memberi perintah, "Kepala Pelayan, suruh pembantu bersihkan kamar untuk Adina."

Adina berkata dengan cemas, "Bibi, aku nggak mau tinggal di sini! A ... aku mau tinggal bareng Kak Chris."

Dari percakapan semua orang, Adina tahu Christian tidak tinggal di sini. Dia yang tidak ingin berpisah dengan Christian pun menatap Christian dengan mata berkaca-kaca.

"Kak, boleh nggak aku tinggal bareng kamu?"

Christian akhirnya angkat bicara, "Ibu, Paman Daman sudah meninggal dan ini juga pertama kalinya Adina bepergian jauh. Dia pasti takut berada di lingkungan asing. Untuk sementara, aku berencana untuk biarkan dia tinggal di sisiku dulu. Setelah dia adaptasi dengan kehidupan di sini, kita bisa buat pengaturan lain."

"Ini ...." Leny tidak berhenti melirik putranya dan Finella dengan serbasalah.

Finella menunggu sejenak. Setelah sudah hampir waktunya, dia pun berbicara dengan penuh pengertian, "Ibu, yang Chris bilang benar. Memang lebih baik kalau Adina tinggal bersama kami untuk sementara. Lagian, aku lumayan suka sama dia."

Finella juga tidak benar-benar murah hati, melainkan hanya tahu bahwa tidak ada gunanya dia menolaknya. Leny hanya terlihat berpihak padanya, tetapi sebenarnya berharap dia bisa berinisiatif untuk menyetujui hal ini.

Berhubung begitu, lebih baik Finella menurut saja. Selain itu, dia juga bisa sekalian meninggalkan kesan baik kepada Christian. Sesuai dugaan, begitu dia selesai berbicara, Christian memberinya tatapan penuh terima kasih.

Leny mengangguk puas. "Emm, aku senang kamu bisa berpikir begitu."

Heh, ternyata benar. Finella diam-diam tertawa dalam hati.

...

Di sebuah vila mewah yang terletak di pusat ibu kota.

Finella bersikap layaknya nyonya rumah dan memberi perintah, "Kepala Pelayan, antar Adina ke kamar tamu di area timur vila."

Kamar tamu di sana cukup jauh dari ruang tamu utama. Dengan berjalan kaki, seseorang paling tidak membutuhkan waktu sepuluh menit.

Finella sengaja menempatkan Adina di kamar terjauh.

"Baik," jawab kepala pelayan itu sambil mengangguk. Kemudian, dia menoleh ke arah Adina dan berkata, "Nona Adina, silakan ikuti aku."

Kepala pelayan mengulurkan tangan untuk membuat gerakan silakan.

Adina merasa agak kewalahan berada di rumah semegah ini. Dia pun menatap Christian untuk meminta bantuan. "Kak ...."

Christian memberinya tatapan menghibur. "Pergilah, kamu pasti juga sudah capek setelah beraktivitas seharian."

Setelah mendengar ucapan Christian, kegugupan Adina langsung berkurang banyak. "Emm. Kalau begitu, aku pergi dulu. Dadah, Kak."

Adina melebarkan matanya dan melambaikan tangan dengan enggan sambil melirik ke belakang setiap beberapa langkah.

Finella yang berdiri di samping menyaksikan semua ini sambil memasang senyum terpaksa. Ketika sosok itu menghilang di ujung koridor, dia perlahan-lahan melangkah maju dan meraih lengan Christian secara alami.

"Chris, ayo kita pergi temui anak kita. Dia sangat imut, juga mirip banget sama kamu."

Begitu mengungkit tentang anak, Finella langsung memancarkan aura lembut.

Tubuh Christian membeku sesaat, lalu dia menarik tangannya tanpa ragu. Gerakannya begitu cepat hingga menimbulkan suara "woosh".

Tangan Finella menggantung di udara untuk sejenak sebelum dia perlahan-lahan menariknya kembali. Ini sudah yang kedua kalinya. Sebelumnya, dia ditolak oleh Adina. Sekarang, dia ditolak lagi oleh Christian. Memangnya dia itu semacam monster yang menakutkan?

Meskipun menggerutu, Finella tetap harus lanjut bersandiwara. Dia menunduk dan berujar, "Maaf, apa aku membuatmu takut?"

"Nggak, aku cuma nggak terbiasa didekati orang asing," jawab Christian dengan suara rendah. Dia juga sangat jelas sedang menjaga jarak.

"Orang asing?" Finella merasa bagaikan sudah tersambar petir. Bahunya merosot dan dia jelas terluka.

Christian mengalihkan pandangannya dan berkata, "Bukannya kamu mau bawa aku temui anak kita?"

Melihat Christian yang tidak berniat untuk menghiburnya, Finella segera menenangkan diri. "Emm, ayo pergi."

Sepanjang perjalanan, Finella berjalan di depan, sedangkan Christian mengikutinya dengan menjaga jarak setengah meter hingga mereka tiba di depan pintu kamar anak.

Finella membuka pintu dengan pelan. Begitu masuk, dia langsung mendengar suara pengasuh yang sedang menghibur si kecil dan juga tawa cekikikan anak kecil.

"Zeze, Mama sudah pulang," ucap Finella dengan lembut.

Nama lengkap anak itu adalah Zayden Pradipta, tetapi dia lebih sering dipanggil "Zeze". Tahun ini, dia sudah berusia dua setengah tahun.

"Mama!" Zeze langsung mendongak. Suaranya terdengar jernih dan merdu.

Kemudian, Zeze berlari kecil ke arah Finella dengan tangan terentang. Dia benar-benar sangat menggemaskan. Pengasuh juga mengikutinya dan melindunginya dari belakang dengan hati-hati.

Finella berjongkok sambil tersenyum, lalu memeluk putranya yang berlari ke arahnya. Dia menunduk dan mencium kening putranya dengan lembut. "Zeze kangen sama Mama nggak?"

Zeze mengangkat wajah mungilnya yang putih dan menjawab dengan suara lembut nan imut, "Kangen! Zeze kangen banget sama Mama."

Christian yang berdiri di belakang menyaksikan pemandangan yang mengharukan ini.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 100

    Hera tidur sampai terbangun secara alami. Dia berbaring di tempat tidur cukup lama sebelum perlahan-lahan keluar dari balik selimut.Rambut panjang berwarna merah anggur Hera terlihat acak-acakan. Dia meregangkan badannya dan tali bahunya pun melorot di kulit mulusnya. Separuh bahunya yang seputih salju terpampang di luar. Bahunya dihiasi beberapa bekas ciuman yang terlihat mencolok di kulitnya yang putih.Semalam, Hera dan Robin bergulat hingga larut malam sebelum akhirnya berhenti. Anak muda memang berbeda. Selain berstamina tinggi, setelah diberi sedikit instruksi, mereka langsung paham, juga dapat mengembangkannya.Hera mengikat rambutnya, lalu keluar dari kamar tidur tanpa alas kaki dengan masih mengenakan gaun tidurnya. Begitu keluar, dia langsung mendengar bunyi dentingan spatula dan aroma samar telur goreng."Harum banget!"Mengikuti aroma itu, dia menemukan Robin sedang menggoreng telur dengan mengenakan celemek merah mudanya."Kak, kamu sudah bangun?" Robin menoleh dan tersen

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 99

    Yunita menunduk dan tidak menyahut. Melihat tampangnya itu, Sarah juga tidak tega memarahinya lagi. Mereka berdua berjalan beriringan di trotoar yang dingin tanpa mengatakan apa-apa lagi.Kemudian, Sarah tiba-tiba teringat foto itu dan berkata, "Oh iya, ada sebuah hal yang nyaris kulupakan. Ada selembar foto yang jatuh keluar dari tas nenek sihir itu. Gadis di foto itu mirip banget sama Nyonya Finella!"Langkah Yunita terhenti sejenak. Dia langsung menoleh dan bertanya, "Apa katamu? Nyonya Finella?""Emm, gadis itu mirip banget seperti Nyonya Finella, terutama sepasang matanya yang begitu jernih dan berkilau."Tidak heran juga Sarah langsung mengenalinya. Finella memiliki wajah yang sangat mudah diingat."Coba ceritakan dengan lebih spesifik lagi." Yunita bertanya sambil mendekat, "Apa isi foto itu?"Sarah berpikir sejenak. "Foto itu terlihat cukup tua. Lingkungannya mirip desaku. Nggak, kayaknya bahkan lebih miskin dan terbelakang daripada desaku. Gadis itu baru berusia sekitar 17-18

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 98

    Pelipis Yunita tidak berhenti berdenyut, tetapi dia tetap bersikeras berkata, "Terserah kamu mau percaya atau nggak. Aku akan anggap aku lagi sial, kalian nggak perlu ganti rugi. Sekarang, cepat tinggalkan tempat ini!"Sarah memanfaatkan pertengkaran itu dan menyelinap ke belakang, lalu mengambil tas Jenny yang diletakkan di atas meja kopi. Setelah itu, dia membuka tas itu dan menuang keluar isinya. Ada setumpuk barang gratis yang berhamburan keluar, termasuk syal Hermes itu."Ini syalnya!"Saat hendak mengambil syal itu, mata Sarah menangkap sebuah foto lama yang jatuh di atas meja. Itu adalah foto seorang gadis remaja yang berusia sekitar 18-19 tahun.Gadis itu terlihat sangat cantik, bagaikan bidadari yang turun ke dunia fana dan sama sekali tidak cocok dengan lingkungan kumuh di sekitarnya. Namun, kenapa gadis itu terlihat familier?Sebelum Sarah sempat bereaksi, Jenny sudah menerjang ke arahnya dan mendorongnya."Dasar anak nggak berpendidikan! Beraninya kamu geledah tasku! Aku ak

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 97

    "Mikkel dan kamu sudah pacaran tujuh tahun, tapi kamu malah mau lapor polisi untuk menghancurkannya hanya karena uang sesedikit itu!" umpat Jenny.Sarah mengejek, "Cih! Kalau cuma sedikit, kenapa kamu nggak bayar? Sudah nggak bayar, kamu masih berani bersikap searogan ini!"Jenny memelototi Sarah dan berseru, "Apa urusannya itu denganmu? Kamu itu cuma orang luar! Memangnya kamu punya hak untuk ikut campur?"Sarah memutar bola matanya. "Dasar nenek sihir! Orang luar di sini itu kamu dan putramu!""Lagian ...." Sarah berhenti sejenak sebelum menambahkan, "Kamu itu juga pencuri!""Apanya yang pencuri? Apa yang kucuri?" Kerutan di wajah Jenny terlihat makin jelas lagi karena marah. "Jangan asal bicara! Dasar anak nggak berpendidikan!"Sarah juga sudah sepenuhnya marah karena dimaki. Dia meninggikan suaranya dan berseru, "Kamu sudah curi syal Hermes Yunita!""Omong kosong!" Jenny mengentakkan kaki dengan marah. Jarinya hampir menusuk hidung Sarah. "Memangnya aku begitu nggak ada kerjaan sam

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 96

    Yunita berdiri dengan tangan terlipat di depan dada. "Ini apartemen sewaanku, kenapa aku nggak boleh kembali?"Jenny masih berujar dengan percaya diri, "Memangnya kenapa kalau ini apartemen sewaanmu? Berhubung kamu sudah pindah keluar, jangan harap kamu bisa kembali lagi."Yunita mencibir, "Boleh saja kalau mau aku pindah, tapi kalian harus kembalikan uang sewanya dulu kepadaku. Aku sudah bayar uang sewa enam bulan terakhir dan masih ada sisa tiga bulan. Totalnya 18 juta.""Selain itu, putramu masih berutang setengah biaya sewa sebelumnya, yaitu 9 juta. Mengenai tagihan listrik, air, dan yang lain, aku malas menghitungnya dengan kalian. Kalian bayar saja aku 27 juta."Sarah mengingatkannya, "Yunita, jangan lupa sama uang deposit.""Oh iya, aku hampir lupa. Karena aku sudah nggak tinggal di sini lagi, nggak seharusnya juga aku yang bayar uang depositnya. Jadi, kalian juga harus kembalikan uang deposit sebesar 20 juta itu. Totalnya jadi 47 juta."Yunita mengeluarkan ponselnya dan membuka

  • Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu   Bab 95

    Gadis itu mengambil hot pot yang telah dibungkus dari tangan pemilik toko, lalu hendak pergi.Melihatnya hendak pergi, Mikkel buru-buru meraih bahunya. "Tunggu! Berhenti!"Gadis itu seketika berteriak ketakutan dan wajahnya terlihat panik. "Mau apa kamu?"Mikkel akhirnya melihat jelas wajah gadis itu. Dia sama sekali tidak mirip dengan Jayleen. Baru saja Mikkel hendak melepaskan gadis itu, kejadian ini kebetulan disaksikan oleh pacar si gadis yang sedang membeli teh susu di sebelah. Dia pun meletakkan teh susunya dan bergegas menghampiri pacarnya, lalu mendorong Mikkel."Apa-apaan kamu!"Mikkel yang lengah pun terdesak mundur beberapa langkah. Hal ini membuat banyak pejalan kaki berhenti untuk menyaksikan keributan. "Mikkel! Kamu baik-baik saja?" Jenny bergegas menghampiri Mikkel dan menopangnya.Mikkel mengusap bahunya yang sakit, lalu memelototi pria yang mendorongnya.Jenny memelototi pasangan itu. "Apa-apaan kalian? Kalau putraku terluka, aku pasti akan lapor polisi untuk tangkap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status