“Arya, Tania! sudah cukup, jangan bertengkar, ini rumah sakit!” ucap ibu Kalimah dengan nada yang lemah.
“Maaf, Bu,” ujar Arya.
Kak Tania terlihat bodo amat. Ia berpindah duduknya di karpet dekat jendela. Dengan sandaran tembok rumah sakit ia memainkan ponselnya. Sama sekali tidak terlihat peduli dengan ibunya.
“Kak Tania, Arya ada urusan sebentar, tolong jagain ibu,” ujar Arya pada kakaknya.
“Ya, ya,” jawab kak Tania ketus, “kamu pasti mau pacaran sama Ressa kan? Ibu sakit bukannya ngerawat malah sibuk pacaran,” tebak kak Tania.
“Kakak! bisa enggak sih berhenti berpikir negatif ke aku dan Ressa?” tanya Arya yang mulai kesal dengan kakaknya yang selalu menyinggung Ressa.
“Kamu tuh yang cinta buta sama Ressa, mau maunya kamu disuruh ini itu, jadi budaknya, kamu pasti bakal dipermalukan di sana, Ressa tuh anak tuan tanah, juga pemilik perusahaan terbesar di kota ini, sedang kamu anak seorang pengangguran kaya bapak, ga mungkin kalian bisa bersatu,” ucap kak Tania pada Arya.
Mendengar perkataan dari kak Tania, Arya terlihat tidak terima. Ketika hendak bersuara, ibu Kalimah meraih tangan Arya dan memberinya isyarat agar menghentikan perdebatan dengan kakaknya.
Beruntung bagi ibunya, memiliki anak penurut seperti Arya. Arya menahan diri untuk tidak membalas perkataan kakaknya. Ia diam membisu. Mengatur nafasnya untuk meredam emosi.
Setelah emosinya stabil, Arya pamit pada ibunya untuk mengurus bisnisnya yang baru beberapa minggu ia tekuni.
Saat mengurus usahanya pun Arya tidak bisa konsentrasi. Pikirannya tertuju pada ibunya yang pasti akan sendirian di rumah sakit. Kak Tania tentu akan pulang duluan untuk mengurus kedua anaknya, sedangkan ayahnya, sejak pertengkaran lalu belum pulang ke rumah. Entah di mana. Sedikit pun Arya tak mengetahui ke mana saja ayahnya pergi.
Tak hanya memikirkan soal ibunya, Arya yang dua hari ini tidak bisa menghubungi Ressa, merasa rindu dengan kekasihnya. Ia tak bisa menemuinya sebab ia terlalu sibuk mengurus ibunya yang sakit dan usaha barunya. Bahkan di hari kelulusannya yang teramat penting bagi kekasihnya itu pun Arya absen. Entah apakah Ressa akan marah padanya atau tidak.
Meski sudah menitipkan pesan melalui Vera, tetap saja hati Arya merasa tidak tenang. Ia hanya berharap semoga hari segera berganti, rindu segera terobati.
--Hari ini Ressa nongkrong di kafe bareng Vera setelah keliling mall mencari baju kerja. Ressa yang kemarin baru saja diwisuda, ia sudah mendapat panggilan untuk kerja di pusat kota. Memang ia anak yang cerdas, dan banyak pengalaman. Terlebih selama praktik kerja lapangan, ia bekerja dengan sangat baik bahkan melebihi ekspektasi perusahaan. Sehingga tak mengherankan jika Ressa dilirik perusahaan bahkan sebelum ijazahnya keluar.
“Ve, thanks ya udah nemenin aku nyari baju kerja,” ujar Ressa.
“Yaelah, santai kali Ress, kek sama siapa saja,” jawab Vera santai sambil menyeruput jus di hadapannya, “eh, Ress, by the way, aku penasaran deh, kenapa kamu enggak masuk perusahaan ayahmu? Bukannya perusahaan ayahmu itu yang terbesar di kota ini? Kenapa kamu malah masuk perusahaan kecil?” tanya Vera yang penasaran.
“Aku udah sreg sama perusahaan ini sejak praktik kerja dulu Ve, lagi pula enggak mau lah tiba-tiba masuk perusahaan ayah, pengin meniti karier dari bawah dulu,” jawab Ressa yang idealis.
Vera mengacungkan jempolnya, merasa salut dengan sahabatnya ini, “gila keren banget kamu Ress, sungguh sangat perlu dicontoh para anak muda.”
“Ve, kamu udah ada kabar dari Arya?” tanya Ressa serius.
Vera menghentikan tangannya yang akan mengambil kentang goreng, “belum Ress, dia enggak ke rumahku lagi buat ngabarin, Adit juga gak ngerti soal Arya, katanya belum ketemu.”
“Aku udah ngehubungin kakaknya via messenger dan DM akun instagramnya, tapi enggak dijawab, padahal setelah itu dia bikin status-status gitu,” ungkap Ressa sedih.
“Ya ampun Ress, yang sabar ya... kak Tania ya? Dia memang agak-agak sih orangnya,” jawab Vera.
“Hey, agak-agak gimana?” tanya Ressa dengan polos.
Vera menggelengkan kepalanya, dia tidak habis pikir dengan sahabatnya ini. Bagaimana mungkin dia tidak tahu sikap calon kakaknya ini, padahal sudah dua tahun bolak-balik rumah Arya.
“Loh, kamu gak tahu?” tanya Vera keheranan.
“Enggak,” jawab Ressa sambil mengangkat kedua bahunya. Tangannya memasukkan kentang goreng ke dalam mulutnya.
“Ya udah, lebih baik tidak tahu deh. Ntar juga kamu tau sendiri,” ujar Vera.
Ressa pun tak ambil pusing tentang itu. Yang ia pikirkan hanyalah Arya dan ibunya.“Ve, menurut kamu, apa tidak apa-apa kalau aku tidak jenguk ibunya Arya?” tanya Ressa.
Vera tampak berpikir sejenak, “baiknya si jenguk ya.”
“Tapi kan aku enggak tau ibunya Arya dirawat di rumah sakit mana,” jawab Ressa.
“Kenapa kamu gak nyamperin Arya ke tempat kerjanya? Kan itu gudang punya ayahmu, bisalah masuk,” celetuk Vera.
Ya, kekasih Ressa yang bernama Arya Permana bekerja di sebuah gudang tekstil milik tuan Sanjaya yang tidak lain adalah ayah Ressa.
Ressa membelalakkan matanya, seperti tersadar dari kebodohannya, “Aha, kenapa aku bisa goblok banget ya, ga kepikiran kesitu, thanks Ve,”
Vera hanya melongo melihat ekspresi Ressa yang kegirangan mendapatkan solusi.
“Setelah ini, ikut aku ke gudang yuk,” ajak Ressa. Ia tak ingin pergi ke sana sendiri.
“Siap,” jawab Vera memasukkan kentang goreng terakhirnya.
--Di Gudang tekstil milik tuan Sanjaya, semua orang sibuk wara wiri bekerja. Beberapa orang mengecek stok barang, beberapa orang terlihat memberi label, ada yang sibuk mencocokkan data keluar masuk barang, dan beberapa yang lain sedang mengangkut barang masuk yang baru saja tiba.
Sebuah mobil terlihat memasuki area gudang dan menepi di tempat parkir, Ressa segera melepas sabuk pengamannya.
“Ress, aku tunggu di sini aja ya,” ujar Vera.
Ressa memanyunkan bibirnya, ia memaksa Vera agar ikut turun dengannya, “gak bisa. Kamu harus temenin aku, ayo turun!”Vera hanya nyengir saja mendengar ajakan Ressa, pada akhirnya Vera ikut turun dengan Ressa dan berjalan beriringan.
Sesampainya di pintu masuk, Ressa celingukan, mencari sosok Arya yang tak terlihat. Ia enggan untuk masuk lebih dalam. Saat itu, seorang wanita menghampirinya.
“Selamat siang mbak Ressa, ada yang bisa saya bantu?” tanya seorang wanita yang juga bekerja di gudang sebagai admin.
Ressa sedikit terkejut ditanya demikian, “eh, saya cari Arya mbak,” jelas Ressa, “apa dia berangkat?” tanyanya lagi.
“Mas Arya ada di dalam mbak, sedang menata barang yang baru saja masuk,” jelas wanita itu, “mau saya panggilkan atau mbak mau masuk sendiri?” tanyanya.Tanpa berpikir panjang Ressa memintanya untuk memanggilkan Arya, “minta tolong panggilkan dia ke sini saja ya mbak, saya tunggu di sini.”“Baik mbak, saya panggilkan dulu,” ujar wanita itu.Setelah wanita itu melangkah masuk, Ressa menarik tangan Vera agar ikut duduk di kursi tunggu, “duduk di sini saja Ve!”“Ramah banget ya karyawan ayahmu,” ujar Vera yang sedari tadi hanya diam mematung memperhatikan percakapan Ressa.Beberapa saat kemudian, Arya mendekati Ressa. Keringat di tubuh lelaki si hadapan Ressa membasahi kaos hitamnya. Ia tak bisa menyembunyikan rasa lelahnya. Wajah tampannya tak luput dari peluh tanda kerja kerasnya.Arya diam mematung di samping kursi tempat gadisnya duduk. Ia masih agak se
Ibu Kalimah mencoba mencegah kak Tania agar tak berkata lebih lagi. Kak Tania yang ditegur segera beringsut ke pojokan sambil terus bermain ponsel.“Ibu sudah agak mendingan Nak,” jawab ibu Kalimah, “kamu sendiri, bagaimana kabarnya?”“Ressa baik, Bu,” jawab Ressa, “ini ada sedikit buah buat ibu, dimakan ya, Bu.”“Enggak usah repot-repot gini Nak, makasih ya,” ucap bu Kalimah.Ressa tersenyum manis, “Ressa sama sekali enggak repot kok Bu.”“Kamu sudah ketemu Arya? Dia kelihatan sedih karena enggak bisa datang ke acara wisudamu, maafin ibu ya Nak,” ujar bu Kalimah.“Ibu tidak perlu minta maaf, ibu tidak salah. Ressa sudah ketemu mas Arya Bu tadi, buat nanya ibu dirawat di mana,” jawab Ressa lembut, “Ressa do’ain semoga ibu cepat sembuh ya, Bu,” lanjutnya.“Amin, makasih Nak Ressa,” ujar bu Kali
Arya tak menjawab pertanyaan ibunya. Namun sebagai orang tua yang sudah banyak makan asam garam kehidupan, ibunya paham apa yang terjadi.“Menunggu balasan Ressa?” tanya Bu Kalimah.Arya masih malas bersuara. Ia hanya mengisyaratkan jawaban iya dengan mengangguk. Mungkin dia sedang tidak mood.“Nak, mungkin Ressa sedang membereskan barang-barangnya karena besok Ressa berangkat ke kota,” ujar ibunya.“Iya, Bu, tadi Ressa pun berkata demikian ke Arya.”“Besok kamu temani Ressa saja, mumpung kamu libur kerjanya.”“Besok kan Ibu pulang ke rumah, nanti siapa yang mengurus?”“Ada kakakmu, Tania, nanti ibu yang bicara padanya.”“Arya tidak tega meninggalkan Ibu.”“Ibu sudah baikan Nak.”“Nanti Arya pikirkan.”Sungguh kacau sekali perasaan Arya kali ini. Bagaimana mungkin ia membiarkan
Ada begitu banyak pertanyaan di benak Arya. Namun pada akhirnya, ia bisa merasa lega karena ternyata masih punya waktu setengah jam dari waktu janjiannya dengan Ressa.Pukul 10.00, Arya memesan ojek online ke rumah Ressa. Seperempat jam kemudian ia sampai di rumah Ressa.Setelah memberi uang cash pada driver, Arya berjalan mendekati gerbang rumah Ressa. Di sana ada satpam yang menjaganya.“Siang, Pak, saya mau bertemu Ressa,” ujar Arya.Satpam itu segera membukakan gerbang untuk Arya.“Silakan, Mas, Non Ressa nya masih di dalam rumah, lagi siap-siap mau berangkat ke kota.“Terima kasih,” ucap Arya sambil melangkah menuju pintu rumah Ressa.Buset, jalan dari gerbang ke pintu rumah aja lumayan ya buat olahraga raga. Batin Arya.Pintu rumah Ressa terbuka. Arya segera memencet bel rumah yang berada di sebelah kanan pintu. Tidak mungkin ia teriak salam ata
Ressa bangun dan menarik tangan Arya. Dengan gontai Arya mengikuti Ressa untuk ikut rebahan di kasur dengan setengah badannya berada di lantai.Kepala mereka saling bertaut. Arya sibuk memainkan game online di ponselnya, sedangkan Ressa sibuk klak-klik remote TV mengubah channel berkali-kali untuk mencari tontonan yang menarik versi dirinya.Makanan tak kunjung datang, Arya membetulkan posisi tidurnya menjadi sejajar dengan Ressa. Dan mengubah posisi kepalanya menjadi miring, kali ini Ressa juga ikut miring yang membuat wajah mereka berhadapan.Beberapa detik mereka berpandangan, tubuhnya saling berhadapan. Nafas mereka menjadi tak teratur. Degup jantung masing-masing menjadi sangat cepat. Tangan Arya menyentuh pipi Ressa, dan mendongakkan dagu Ressa hingga bibir mereka saling bertaut. Satu kecup dua kecup, akhirnya dilumatlah bibir ranum Ressa oleh Arya.Tok tok tok.Tiba-tiba pintu kontrakan diketuk seseorang. Arya d
Sejak mengantar Ressa berangkat ke kontrakannya, Arya tidak pernah ke sana lagi. Dia masih sibuk bekerja di gudang milik ayahnya Ressa, dan mengelola bisnis warung kopi yang kini sudah memiliki bangunan tersendiri. Mereka hanya berkomunikasi lewat pesan tulisan, pesan suara maupun panggilan video.Ressa pun tak merengek minta dijenguk atau diajak jalan-jalan seperti anak kecil yang minta dibelikan es krim. Ia fokus pada kariernya, fokus pada pekerjaannya.Hingga dua bulan berlalu, tiba saatnya libur Natal dan tahun baru. Hari ini Ressa akan pulang. Arya yang dikabari merasa sangat senang. Mereka berdua memendam rindu yang terlalu dalam.Sudah ada banyak adegan yang tertulis dalam angan. Pulang, liburan, jalan bersama Arya, dilamar, dan tentu saja menetapkan tanggal pernikahan. Sempurna.Bukankah itu sangat membahagiakan?--Malam ini Ressa telah sampai di rumahnya. Saat makan malam, ia berniat bicara pada ayahnya pe
Sesampainya Ressa di rumah Vera, ia mengetuk pintu rumah sahabatnya itu. Sekali, dua kali, tak ada tanda-tanda orang membukakan pintu. Ia duduk di kursi teras depan sambil memainkan ponselnya. Ia biasa menunggu sang empunya rumah pulang. Lagi pula, Vera sudah membalas pesannya dan bersedia menampungnya sampai sore hari.Benar saja, beberapa menit kemudian terlihat Ressa yang mengendarai motor memasuki halaman rumahnya dan memarkirkan motornya di garasi. Ia menenteng map plastik yang berisi kertas-kertas entah apa, mungkin saja kertas skripsi. Ya, Vera masuk kuliah satu tahun di bawah Ressa, sehingga saat ini Vera sedang disibukkan menyelesaikan tugas akhir tersebut.“Sudah lama Res? Maaf ya membuatmu menunggu,” ucap Vera sambil melepas helmnya. Ia merasa tak enak hati membiarkan temannya duduk menunggu.“Iya, kamu lama banget sih, pasti sama doi kan,” jawab Ressa sambil menekuk muka.Vera yang paham malah te
Tok tok tok.Pintu rumah Vera diketuk seseorang, Berapa dan Ressa mengalihkan pandangan ke arah pintu. Sebenarnya percuma juga mereka memandang pintu. Sudah jelas tidak akan terlihat siapa yang datang sebab pintu terkunci dan korden tertutup rapat.Vera bangkit dari duduknya setelah meletakkan dan menutup stoples keripik singkong. Sambil mengunyah sisa-sisa keripik di mulutnya, ia berjalan ke arah pintu dan membukakan pintu. Benar dugaannya, Arya yang bertamu ke rumahnya.“Ve, Ressa di sini?” tanya Arya langsung tanpa basa basi.“Iya, silakan masuk dulu Ar!” ajak Vera pada Arya.Arya berjalan mengikuti Vera. Langkah mereka terhenti di depan televisi. Vera mempersilakan Arya untuk duduk.Arya memilih duduk di samping Ressa dengan kursi yang berbeda. Ia menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa. Sedangkan Vera memilih pergi ke dapur untuk mengambilkan segelas minum untuk Arya sekaligus mem