Hari ini adalah hari kelulusan sarjana gadis cantik bernama Ressa Adha Ayuningtyas. Dia memilih make up artist kenamaan di kotanya. Ia ingin memberikan reward untuk dirinya sendiri dengan menjadi cantik nan elegan di hari wisudanya.
“Selamat wisuda Ressa sayang,” ucap ayah dan ibu Ressa pada putri bungsunya yang kini telah menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar sarjana dengan predikat cumlaude.
“Terima kasih, Yah. Tanpa Ayah, dan Ibu, Ressa tidak bisa sejauh ini melangkah,” jawab Ressa dengan perasaan yang bahagia.
Seikat bunga diberikan tuan Sanjaya pada putrinya. Dipeluknya Ressa oleh kedua orang tuanya, tuan Sanjaya dan nyonya Mira. Ressa membalas rangkulan mereka. Suasana haru dan bahagia menyelimuti gedung mewah yang jadi tempat perayaan wisuda.
Tidak hanya ayah dan ibunya saja yang datang di hari kelulusan Ressa. Di sana juga terlihat kakak Ressa, kak Nawa dan suaminya, bang Ali. Turut hadir pula kakak pertama Ressa, kak Adnan dan istrinya, kak Novi, serta keponakan-keponakan Ressa.
Setelah mendapatkan ucapan selamat dari orang-orang terkasihnya, Ressa celingukan. Ia terlihat seperti sedang mencari seseorang. Ya, dia sedang mencari kekasihnya, Arya Permana.
“Cari siapa Nak?” tanya ibu Ressa yang menyadari anaknya bertingkah aneh.
Ressa terkejut, “eh, tidak cari siapa-siapa Bu.”Ressa kecewa karena di hari kelulusannya, kekasihnya tidak datang. Di mana Arya? Kenapa tidak datang di hari bahagiaku? Kenapa tidak ada kabar sama sekali? Bahkan kirim pesan pun tidak? Padahal dia sudah berdandan dengan sangat cantik untuk merayakan hari bahagianya.
Di tengah percakapan batin dirinya, tiba-tiba pundak Ressa ditepuk seseorang.
Hampir saja Ressa mengira itu Arya, ternyata Vera, sahabatnya. “Eh, kamu Ve.”
“Pasti kamu ngiranya Arya, kan?” tebak Vera langsung. Ressa pun mengangguk.Vera menyerahkan dua hadiah kelulusan berupa boneka beruang yang memakai toga dengan memegang beberapa coklat dan satu lagi seikat buket snack coklat. Ia menyelamatkan sahabatnya itu, “happy graduation ya Ressa.”
“Thanks ya Ve kadonya, banyak banget ih,” ucap Ressa.
“Heh, ini tuh bukan dari aku semua, aku kasih buket jajanan doang, yang boneka wisuda itu dari Arya,” jawab Vera menjelaskan.
“Arya kenapa enggak dateng? Enggak ada kabar, enggak kirim pesan atau telepon sama sekali, kalo gini kan aku sedih, dia ga peduli lagi kah?” tanya Ressa. Ada rasa kecewa dan sedih di kalimat yang terucap dari bibirnya.
“Hus, jangan berburuk sangka dulu. Pagi tadi dia ke rumahku nitipin hadiah itu buat kamu, katanya dia ga bisa dateng soalnya ibunya di rumah sakit, dan dia ga bisa ngubungin kamu soalnya HP dia lagi diservis katanya,” jelas Vera.
Ressa terkejut, bagaimana bisa ia tidak tahu kalau ibu kekasihnya masuk rumah sakit, “Hah? Hpnya rusak lagi? Pantesan. Terus ibunya Arya dirawat di rumah sakit mana Ve?”
“Yaaah, aku lupa nanya, sorry Ress.” Vera jadi merasa tidak enak.
“Iya udah enggak apa-apa, nanti aku cari tahu sendiri,” jawabnya lesu.
Vera mengatupkan kedua tangannya meminta maaf, “maaf ya Ress.”
“Ih, santai aja lagi, by the way, kamu udah nyamperin Adit?” tanya Ressa pada Mira mengalihkan pembicaraan.
“Belum,” jawabnya santai.
Ressa malah merasa aneh karena Vera lebih dulu menyelamati kelulusan dirinya dibandingkan Adit yang notabene kekasih Vera. “Eh, buruan ke sana, nanti Adit nyariin, kayak aku nyariin Arya.”Vera memasang muka panik, “iya ya, gawat kalau sampai dia kecewa dan sedih banget kaya kamu.”
Ressa menampar udara pelan sebagai tanda tidak terima perkataan Vera, “ah, kamu mah Ve, ngeledek melulu.”
Tapi setelah itu ia tertawa. Gelak tawa Ressa seirama dengan Vera. Lebih tepatnya, menertawakan diri sendiri.
“Sana buruan samperin si Adit, sebelum dia disamper adik-adik tingkat yang manja-manja nan imut-imut,” perintah Ressa pada Vera dengan memasang muka serius.
Vera tertawa kemudian mengangguk beberapa kali, “iya iya iya, aku duluan ya, bye.”
Vera berbalik badan berjalan menuju tempat di mana Adit berada. Sementara Ressa berjalan ke arah orang tuanya.
Tuan Sanjaya dan nyonya Mira terlihat sedang bercakap-cakap dengan seseorang. Siapa? Ressa menghampiri mereka.
“Ini Jeng, Ressa putri bungsuku,” ujar nyonya Mira pada temannya. Sepertinya mereka sedang membicarakannya. Terlihat dari cara nyonya Mira memperkenalkan Ressa.
“Halo Ibu, Bapak,” sapa Ressa sambil sedikit menundukkan kepala kepada kedua teman ibunya.
“Ress, ini teman ayah sama ibu, namanya Pak Budiman dan Ibu Nani,” ujar nyonya Mira memperkenalkan temannya pada putrinya.
Ressa menyalami tangan kedua teman orang tuanya itu.
“Cantik ya jeng putrinya,” puji ibu Nani
“Ah, putri jeng Nani, juga cantik,” jawab nyonya Mira.
Pandangan mata Ressa beralih ke gadis yang menghampiri pak Budiman dan ibu Nani, “Hai Winda, selamat ya,”
“Selamat juga Ressa,” jawab Winda.
“Kalian saling kenal?” tanya nyonya Mira.
“Iya Bu, Winda ini temen seorganisasi, kami beda jurusan,” jelas Ressa pada ibunya.
Winda menganggukkan kepala pada kedua orang tua Ressa.
Terlihat Winda berbisik di telinga bu Nani. Winda membisiki ibunya kalau sudah waktunya menuju studio foto untuk foto keluarga.
“Jeng, kami mau langsung ke studio foto, kalian sudah mengabadikan momen wisuda?” tanya bu Nani.
“Oh, kami sudah ke studio foto pagi tadi,” jawab nyonya Mira.
“Kalau begitu kami duluan, Mari Pak Sanjaya, Bu Mira, Nak Ressa,” pamit pak Budiman.
“Mari...,” ucap keluarga Sanjaya kompak.
Setelah keluarga pak Budiman melangkah pergi, tuan Sanjaya mencolek lengan nyonya Mira memberi kode untuk segera pulang.“Ressa, kamu ada yang ditunggu lagi? Arya? Atau teman kamu yang lain? Ayah mengajak pulang ini,” ujar nyonya Mira.
“Tidak, Bu, ayo.” Memang benar tidak ada yang perlu ditunggu. Arya sudah pasti tidak datang. Tapi Ressa mengerti keadaan kekasihnya itu.
Ressa menggandeng tangan ibunya dan melangkah bersama menjauhi gedung. Sementara tuan Sanjaya sudah berjalan di depan terlebih dahulu menuju tempat parkir.
--Di rumah sakitDi ruang perawatan rumah sakit kelas tiga yang terdiri dari delapan ranjang, empat ranjang di sebelah kanan dan empat lagi di sebelah kiri, terlihat seorang wanita paruh baya terbaring lemas di ujung kanan ruangan. Beliau sendirian.Seorang laki-laki muda mendatanginya. Dialah Arya Permana. Senyum tersungging di bibirnya. Tangannya menenteng tas plastik kresek hitam yang entah apa. Mungkin buah-buahan yang dibelinya dari pasar. Diletakkannya tas plastik hitam itu di nakas samping ranjang tempat ibunya berbaring. Dia menarik kursi ke dekat ranjang dan mendudukinya.
Ibu yang melihat anak lelakinya tersenyum menjadi ikut senyum, diusapnya kepala anak bungsunya itu.
“Bu, cepat sembuh ya Bu,” ujar Arya, “ini Arya bawakan buah-buahan untuk ibu, dimakan ya Bu biar cepet sembuh.”
Ibu Kalimah mengangguk, “kamu sudah pulang bekerja Nak?” Tanya bu Kalimah pada Arya, anaknya.
Arya yang ditanya mengangguk, “sudah, Bu.”
Tiba-tiba seorang wanita datang dengan mimik muka yang ditekuk. Dia kakak dari Arya, kak Tania. Melihat kakaknya datang, Arya otomatis berdiri dan mempersilakan kakaknya untuk duduk di kursinya.
“Bu, Tania itu sudah capek di sini, Bang Doni bukannya ngurus anak-anak malah jalan sama janda sok kecakepan,” ujar kak Tania tiba-tiba.
Ibu Kalimah mengelus kepala anak sulungnya itu.
“Kak, jangan bebani ibu dengan curhatan kakak. Setidaknya, tunggulah ibu benar-benar sembuh,” ujar Arya pelan karena tidak tega melihat ibunya terlalu banyak pikiran. Sudah cukup ibunya tertekan gara-gara kelakuan ayahnya.
“Kamu anak kecil tau apa? Mana pacarmu yang kamu agung-agungkan itu? Tidak seujung jari pun melihat dan menjenguk ibu? Anak tuan tanah dan bos besar kok gak punya akhlak!” jawab kak Tania dengan nada yang lebih tinggi karena tidak terima dinasihati adiknya. Ia malah membahas Ressa kekasih adiknya.
“Arya, Tania! sudah cukup, jangan bertengkar, ini rumah sakit!” ucap ibu Kalimah dengan nada yang lemah.“Maaf, Bu,” ujar Arya.Kak Tania terlihat bodo amat. Ia berpindah duduknya di karpet dekat jendela. Dengan sandaran tembok rumah sakit ia memainkan ponselnya. Sama sekali tidak terlihat peduli dengan ibunya.“Kak Tania, Arya ada urusan sebentar, tolong jagain ibu,” ujar Arya pada kakaknya.“Ya, ya,” jawab kak Tania ketus, “kamu pasti mau pacaran sama Ressa kan? Ibu sakit bukannya ngerawat malah sibuk pacaran,” tebak kak Tania.“Kakak! bisa enggak sih berhenti berpikir negatif ke aku dan Ressa?” tanya Arya yang mulai kesal dengan kakaknya yang selalu menyinggung Ressa.“Kamu tuh yang cinta buta sama Ressa, mau maunya kamu disuruh ini itu, jadi budaknya, kamu pasti bakal dipermalukan di sana, Ressa tuh anak tuan tanah, juga pemilik pe
“Mas Arya ada di dalam mbak, sedang menata barang yang baru saja masuk,” jelas wanita itu, “mau saya panggilkan atau mbak mau masuk sendiri?” tanyanya.Tanpa berpikir panjang Ressa memintanya untuk memanggilkan Arya, “minta tolong panggilkan dia ke sini saja ya mbak, saya tunggu di sini.”“Baik mbak, saya panggilkan dulu,” ujar wanita itu.Setelah wanita itu melangkah masuk, Ressa menarik tangan Vera agar ikut duduk di kursi tunggu, “duduk di sini saja Ve!”“Ramah banget ya karyawan ayahmu,” ujar Vera yang sedari tadi hanya diam mematung memperhatikan percakapan Ressa.Beberapa saat kemudian, Arya mendekati Ressa. Keringat di tubuh lelaki si hadapan Ressa membasahi kaos hitamnya. Ia tak bisa menyembunyikan rasa lelahnya. Wajah tampannya tak luput dari peluh tanda kerja kerasnya.Arya diam mematung di samping kursi tempat gadisnya duduk. Ia masih agak se
Ibu Kalimah mencoba mencegah kak Tania agar tak berkata lebih lagi. Kak Tania yang ditegur segera beringsut ke pojokan sambil terus bermain ponsel.“Ibu sudah agak mendingan Nak,” jawab ibu Kalimah, “kamu sendiri, bagaimana kabarnya?”“Ressa baik, Bu,” jawab Ressa, “ini ada sedikit buah buat ibu, dimakan ya, Bu.”“Enggak usah repot-repot gini Nak, makasih ya,” ucap bu Kalimah.Ressa tersenyum manis, “Ressa sama sekali enggak repot kok Bu.”“Kamu sudah ketemu Arya? Dia kelihatan sedih karena enggak bisa datang ke acara wisudamu, maafin ibu ya Nak,” ujar bu Kalimah.“Ibu tidak perlu minta maaf, ibu tidak salah. Ressa sudah ketemu mas Arya Bu tadi, buat nanya ibu dirawat di mana,” jawab Ressa lembut, “Ressa do’ain semoga ibu cepat sembuh ya, Bu,” lanjutnya.“Amin, makasih Nak Ressa,” ujar bu Kali
Arya tak menjawab pertanyaan ibunya. Namun sebagai orang tua yang sudah banyak makan asam garam kehidupan, ibunya paham apa yang terjadi.“Menunggu balasan Ressa?” tanya Bu Kalimah.Arya masih malas bersuara. Ia hanya mengisyaratkan jawaban iya dengan mengangguk. Mungkin dia sedang tidak mood.“Nak, mungkin Ressa sedang membereskan barang-barangnya karena besok Ressa berangkat ke kota,” ujar ibunya.“Iya, Bu, tadi Ressa pun berkata demikian ke Arya.”“Besok kamu temani Ressa saja, mumpung kamu libur kerjanya.”“Besok kan Ibu pulang ke rumah, nanti siapa yang mengurus?”“Ada kakakmu, Tania, nanti ibu yang bicara padanya.”“Arya tidak tega meninggalkan Ibu.”“Ibu sudah baikan Nak.”“Nanti Arya pikirkan.”Sungguh kacau sekali perasaan Arya kali ini. Bagaimana mungkin ia membiarkan
Ada begitu banyak pertanyaan di benak Arya. Namun pada akhirnya, ia bisa merasa lega karena ternyata masih punya waktu setengah jam dari waktu janjiannya dengan Ressa.Pukul 10.00, Arya memesan ojek online ke rumah Ressa. Seperempat jam kemudian ia sampai di rumah Ressa.Setelah memberi uang cash pada driver, Arya berjalan mendekati gerbang rumah Ressa. Di sana ada satpam yang menjaganya.“Siang, Pak, saya mau bertemu Ressa,” ujar Arya.Satpam itu segera membukakan gerbang untuk Arya.“Silakan, Mas, Non Ressa nya masih di dalam rumah, lagi siap-siap mau berangkat ke kota.“Terima kasih,” ucap Arya sambil melangkah menuju pintu rumah Ressa.Buset, jalan dari gerbang ke pintu rumah aja lumayan ya buat olahraga raga. Batin Arya.Pintu rumah Ressa terbuka. Arya segera memencet bel rumah yang berada di sebelah kanan pintu. Tidak mungkin ia teriak salam ata
Ressa bangun dan menarik tangan Arya. Dengan gontai Arya mengikuti Ressa untuk ikut rebahan di kasur dengan setengah badannya berada di lantai.Kepala mereka saling bertaut. Arya sibuk memainkan game online di ponselnya, sedangkan Ressa sibuk klak-klik remote TV mengubah channel berkali-kali untuk mencari tontonan yang menarik versi dirinya.Makanan tak kunjung datang, Arya membetulkan posisi tidurnya menjadi sejajar dengan Ressa. Dan mengubah posisi kepalanya menjadi miring, kali ini Ressa juga ikut miring yang membuat wajah mereka berhadapan.Beberapa detik mereka berpandangan, tubuhnya saling berhadapan. Nafas mereka menjadi tak teratur. Degup jantung masing-masing menjadi sangat cepat. Tangan Arya menyentuh pipi Ressa, dan mendongakkan dagu Ressa hingga bibir mereka saling bertaut. Satu kecup dua kecup, akhirnya dilumatlah bibir ranum Ressa oleh Arya.Tok tok tok.Tiba-tiba pintu kontrakan diketuk seseorang. Arya d
Sejak mengantar Ressa berangkat ke kontrakannya, Arya tidak pernah ke sana lagi. Dia masih sibuk bekerja di gudang milik ayahnya Ressa, dan mengelola bisnis warung kopi yang kini sudah memiliki bangunan tersendiri. Mereka hanya berkomunikasi lewat pesan tulisan, pesan suara maupun panggilan video.Ressa pun tak merengek minta dijenguk atau diajak jalan-jalan seperti anak kecil yang minta dibelikan es krim. Ia fokus pada kariernya, fokus pada pekerjaannya.Hingga dua bulan berlalu, tiba saatnya libur Natal dan tahun baru. Hari ini Ressa akan pulang. Arya yang dikabari merasa sangat senang. Mereka berdua memendam rindu yang terlalu dalam.Sudah ada banyak adegan yang tertulis dalam angan. Pulang, liburan, jalan bersama Arya, dilamar, dan tentu saja menetapkan tanggal pernikahan. Sempurna.Bukankah itu sangat membahagiakan?--Malam ini Ressa telah sampai di rumahnya. Saat makan malam, ia berniat bicara pada ayahnya pe
Sesampainya Ressa di rumah Vera, ia mengetuk pintu rumah sahabatnya itu. Sekali, dua kali, tak ada tanda-tanda orang membukakan pintu. Ia duduk di kursi teras depan sambil memainkan ponselnya. Ia biasa menunggu sang empunya rumah pulang. Lagi pula, Vera sudah membalas pesannya dan bersedia menampungnya sampai sore hari.Benar saja, beberapa menit kemudian terlihat Ressa yang mengendarai motor memasuki halaman rumahnya dan memarkirkan motornya di garasi. Ia menenteng map plastik yang berisi kertas-kertas entah apa, mungkin saja kertas skripsi. Ya, Vera masuk kuliah satu tahun di bawah Ressa, sehingga saat ini Vera sedang disibukkan menyelesaikan tugas akhir tersebut.“Sudah lama Res? Maaf ya membuatmu menunggu,” ucap Vera sambil melepas helmnya. Ia merasa tak enak hati membiarkan temannya duduk menunggu.“Iya, kamu lama banget sih, pasti sama doi kan,” jawab Ressa sambil menekuk muka.Vera yang paham malah te