Share

Teratai Yang Layu
Teratai Yang Layu
Penulis: Iis Ernawati

Tragedi Putih Abu

"Kita berpisah hanya sementara, aku akan pergi ke Jakarta untuk mengejar cita-cita," ujar Yuda seraya melepaskan kancing baju seragam SMA Agista dan melucuti semua bajunya hingga tak ada selembar kain pun yang menempel di tubuh Agista.

   

    Suasana rumah sang nenek yang sepi dan jauh dari penduduk lainnya membuat pertarungan ranjang   mereka semakin panas dan banjir desahan asmara.

   Namun setelah mereka saling melepas rasa kepuasan, Agista menundukkan kepalanya dan bulir-bulir bening dari matanya mengalir deras karena menyesal mahkotanya sudah diserahkan begitu saja  pada Yuda.

   "Kenapa kamu nangis sayang? Bukankah kamu mencintaiku dan kita sangat menikmatinya?" Yuda mengangkat dagu Agista, menatap matanya dan merangkai kata-kata rayuan.

    "Bagaimana jika aku hamil? Sedangkan kamu akan pergi jauh dari kampung ini," sanggah Agista sangat meragukan kesetiaan Yuda.

    "Aku akan kembali dan menikahi mu, percayalah aku sangat mencintaimu dan bertanggung jawab!" Yuda tak berhenti merayu Agista untuk memberikan kegadisannya dengan segudang janji manis.

 

    Setelah puas Yuda segera beranjak pergi dan mengucapkan kata-kata perpisahan.

   "Hilangnya mahkotamu akan ku balas dengan kesetiaan! Jangan takut!" Rayuan mautnya Yuda membuat Agista tak berdaya walau pun Agista tidak berhenti menangis.

   

     Agista dan Yuda berpacaran dari mulai mereka masuk SMA hingga akhirnya mereka sama-sama lulus dan merayakan kelulusannya itu dengan bercinta.

     Berulang kali Yuda mengkhianati tapi Agista selalu memaafkan, setiap tahun ajaran baru pasti ada saja murid baru yang didekati oleh Yuda. Berkali-kali Yuda mengkhianati berkali-kali pula Agista memaafkan.

    

   Hingga tibalah pada hari kelulusan Yuda merenggut paksa keperawanan Agista di rumah nenek Yuda. 

    Kini Yuda dijemput sang ayah untuk berangkat ke Jakarta. Karena orang tua  Yuda adalah keluarga terpandang Agista segan untuk mendekati mereka. 

   Untuk melepas kepergian sang kekasih Agista hanya mampu bersembunyi dibalik pohon besar yang ada di pinggir danau. Tempat mereka berdua memadu kekasih jika pulang sekolah.

    Tak ada nomor telepon yang bisa dihubungi, tak ada pula alamat yang Yuda tinggalkan kepada Agista. Dia hanya ikhlas kepada takdir jika suatu hari nanti Yuda berkhianat.

    "Hai, Bunga teratai! Kini nasibku sama dengan dirimu," Setelah Yuda hilang dari pandangan mata Agista duduk termenung di tepi danau dan bicara pada bunga teratai yang tumbuh  banyak di sana.

     "Kegadisanku sudah tidak ada, begitu pula dengan laki-laki yang aku cintai dan merenggutnya,"bulir-bulir bening pun yang mengalir di pipi manis Agista mengiringi setiap kata yang keluar dari mulutnya.

    "Haruskah aku menyesal?" ucapan Agista seolah membuat bunga teratai pun ikut bersedih karena pada saat yang bersamaan banyak sekali yang layu.

    Bunga teratai itu cepat mekar dan indah namun cepat pula layu, tapi bunga teratai mampu bertahan tumbuh walau pun di genangan air yang kotor sekali pun. Mungkin itulah kenapa Agista lebih memilih berteman dengan bunga teratai jika dia memiliki masalah ketimbang curhat pada teman-temannya.

  "Tidak!" Agista menjawab pertanyaannya sendiri.

   Dia bersikukuh untuk tidak menyesal dengan perbuatan yang sudah dia lakukan dengan Yuda dan dia akan tetap setia dan cinta pada Yuda.

     Hari-hari pun ia lalui dengan membantu ibunya membuat kue kering untuk didagangkan ke pasar. 

   Setiap hari Agista mengirim kue buatan ibunya ke pasar dengan naik sepeda. Setiap hari pula dia selalu tidak pernah lupa untuk meminum ramuan untuk mencegah kehamilan.

   Hingga pada suatu hari, dia mengalami sakit perut yang sangat hebat dan mengeluarkan banyak darah dari kemaluannya.

    Ibunya pun panik dan segera memanggil mantri kesehatan dari puskesmas terdekat.

     "Maaf Bu, anak ibu mengalami keguguran," jawaban sang mantri membuat ibu syok dan tensi darahnya langsung naik.

    "Bagaimana bisa kamu keguguran, nikah pun belum? Siapa yang sudah merenggut kehormatan kamu nak?" Ayah Agista mencecar Agista dengan pertanyaan yang membuatnya tak mampu menjawab apa pun.

    Mulut Agista tertutup rapat, namun wajahnya banjir dengan air mata.

    Setelah semua keadaan memungkinkan Agista pun memilih untuk bicara sejujurnya pada kedua orang tuanya.

   Mendengar penuturan Agista kedua orang tuanya kembali dilanda kegelisahan karena Yuda adalah putra dari salah satu orang terpandang di kampungnya.

   Bagaimana caranya mereka bisa minta pertanggung jawaban? Apa yang bisa membuktikan jika Yuda lah yang sudah membuat Agista hamil dan akhirat keguguran.

    Setengah mati pun orang tua Agista tidak punya alasan untuk menemui keluarga Yuda apalagi meminta pertanggung jawaban mereka.

      Namun karena kedua orang tuanya Agista begitu sangat menyayangi anaknya, mereka tidak mau anaknya berharap lebih akan kesetiaan Yuda dan diperbudak oleh cinta.

    Kedua orang tuanya Agista berniat untuk menjodohkan Agista dengan anak dari sahabat mereka yang ada di kampung sebelah.

   "Nak, untuk menjaga harga diri keluarga kita. Menikahlah dengan Yusuf anak teman Ayah! Anaknya sudah dewasa dan bekerja di kantor Kepada Desa," tawar sang Ayah kepada Agista.

   Namun Agista bersikukuh tidak mau, dan akan tetap menunggu kedatangan Yuda untuk menikahinya.

    "Ayah sangat tahu siapa dan bagaimana keluarga Yuda, Ayahnya saja beristri empat. Jadi tidak menutup kemungkinan jika anaknya pun akan sama," jelas Ayahnya Agista.

    "Yuda tidak seperti itu Ayah, kami sudah tiga tahun berhubungan," Agista terus menyanggah pernyataan Ayahnya.

    Tanpa sepengetahuan Agista, Ayah dan Ibunya mengundang Yusuf dan orang tuanya untuk datang ke rumah. 

    Mereka pun berkenalan, Agista hanya menunduk saja tidak mengucapkan kata-kata walau hanya sepatah kata pun.

   

     Namun Yusuf sangat bijak karena secara umur dia sudah dewasa, dan mengajak Agista untuk duduk di teras depan rumahnya agar bisa ngobrol berdua.

Mereka saling bertukar nomor W******p dan saling bicara satu sama lain.

    "Kakak akan kecewa jika menikahi ku!" Agista langsung mengawali pembicaraannya dengan Yusuf.

    "Kenapa kamu langsung menghukumi seperti itu? saling kenal saja belum," sahut Yusuf seraya mengangkat bahunya bahunya.

    "Karena aku sudah tidak perawan lagi kak," dengan lantang Agista menyatakan hal yang sebenarnya pada Yusuf tanpa ada rasa sedikit pun malu. Karena bagi Agista kejujuran itu modal utama dalam hidup.

    Bukannya kecewa Yusuf malah bangga sama sikap Agista tersebut. Dia malah ingin lebih jauh mengenalnya.

    "Gis, aku tidak akan mencari perempuan yang masih perawan atau tidak. Aku hanya akan mencari perempuan yang bisa menerima aku apa adanya," jawaban Yusuf membuat Agista tercengang. 

   Agista mengira kejujurannya akan membuat Yusuf mundur dari perjodohan tersebut, namun itu di luar ekspektasinya.

Setiap hari Yusuf selalu mengirim pesan W******p walau hanya sekedar bertanya ,"Kamu sehat kan Gis?"

    

     Sebaliknya Agista selalu merespon Yusuf dengan datar-datar saja.

    Seminggu sekali Yusuf selalu berkunjung ke rumahnya dengan selalu membawa buah-buahan kesukaan Ibu dan ayah Agista.

    Hingga pada bulan ke lima mereka saling mengenal, Yusuf nekad untuk menikahi Agista.

   Namun ....,

Bersambung

***

Akan ada hal seru apa yang akan terjadi dengan kehidupan Agista? Apakah dia akan menerima Yusuf ? ataukah bertahan Yusuf Yuda?

Jawabannya akan kalian temukan di bab selanjutnya!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status