"Ah, kamu memakai g-string," kata Mada dengan mata berkilat-kilat penuh bumbungan hasrat."Kamu tahu ... aku adalah penggemar g-string," lanjtunya seraya membayangkan menenggelamkan dirinya di dalam tubuh Jenar setelah menyibak g-string tersebut."Apa kamu memiliki pelindung?" balas Jenar penuh harap kepada Mada dengan tatapan menggoda.Mada belum menyentuhnya, dia sibuk membuka vest dengan penuh gaya sambil mengamati Jenar yang sibuk menyentuh dirinya sendiri menggunakan jemari."Pelindung apa? Aku benci menggunakan benda itu, terserah ingin menyebutnya pengaman atau pelindung."Berbeda dengan Mada yang masih berdiri dengan tatap menggelap penuh nafsu, Jenar meletakan kedua kakinya bersandar pada meja kaca dengan tubuh di atas sofa.Belum apa-apa, baru sekadar ciuman saja, Jenar sudah basah luar biasa dan berkdeut di bawah sana."Apa kamu pikir aku ini superhero yang bisa menyelamatkan dunia?" balas Mada keheranan dengan pertanyaan Jenar, karena perempuan itu langsung merapatkan kaki
"Mada, please," rengek Jenar dengan mata terpejam dan mulut yang sedikit terbuka ketika sepasang tungkainya dipegang dan dihentak secara kencang oleh si pria dari arah belakang."Damn, Jenar," racau Mada dengan kepala yang mengadah serta bulir keringat menuruni tengkuk ketika dirinya sibuk menghentak seolah tidak ada hari esok."C--cukup, Mada," balas si perempuan tersegal-segal dengan merasa tubuhnya melumer dan kehilangan kemampuannya untuk menopang diri sendiri.Rambutnya basah kuyup dan tubuhnya dibanjiri oleh keringat seiring dengan hawa di kamar tidur si pria yang meningkat pesat sejak beberapa saat lalu hingga pendingin ruangan tidak lagi terasa.Di sepanjang jalan menuju kamar tidur di griya tawang tersebut, tersebar pakaian-pakaian milik keduanya termasuk g-string Jenar yang malah robek dan putus tali pengaitnya karena Mada ogah melepaskannya dengan cara baik-baik.Sepasang payudaranya bergerak-gerak bebas menentang gravitasi sebelum Mada langsung menangkup dua bukit tersebut
Bemula dari g-string, berakhir dengan hubungan yang penuh aliran listrik.Mada masih terlelap dengan begitu pulas sambil mengigau mengenai makaroni raksasa yang terbang mengitari angkasa lalu menembakan saus keju.Mulanya, hal itu membuat Jenar yang tidak bisa tertidur setelah sesi bercinta mereka keheranan serta panik berupaya membangunkan Mada sebelum terdiam dan justru tergelak sejadi-jadinya.Dia pikir, orang seperti Mada mustahil mengigau, nyatanya yang terjadi sekarang justru sebaliknya."Mada! Ayolah," kekeh Jenar sambil memperhatikan Mada di antara keremangan kamar si pria yang masih terus meracau mengenai serangan saus keju."Hei, jika ingin mengigau, setidaknya kamu bisa mengigau mengenai pekerjaan," balas Jenar seakan-akan Mada dapat mendengarkannya."Mengapa harus meracau mengenai alien serta saus keju?"Jenar dibuat terpingkal-pingkal tidak karuan ketika Mada dengan mata terpejam serta mulut yang terbuka serta tertutup terus saja mengatakan bahwa di luar griya tawang ini a
[Pak Mada : Jenar, di mana kamu?][Pak Mada : Kenapa pergi begitu saja dari griya tawang?][Pak Mada : Angkat teleponmu atau balas pesanku, Jenar.]Jenar menatap gaun pengantin yang harusnya dia kenakan dengan tatapan nelangsa.Gaun berwarna putih itu terlipat dengan rapi di atas ranjangnya seakan-akan menunggu Jenar untuk memakainya.Suatu kemustahilan karena dia sendiri yang mengambil keputusan untuk membatalkan pernikahan dengan sang mantan.[Pak Mada : Apakah semalam aku melakukan kesalahan? Ayolah, jika itu benar, mari kita bicarakan dengan baik-baik. Aku tunggu di kafe yang berada di seberang apartemen. Atau, aku yang akan menyesuaikan tempat denganmu.]Dia melirik ke arah ponsel yang berkedip beberapa kali dan menampilkan nama Mada yang tertera di sana sebelum mendesah pelan lalu menunduk.Setelah sejak semalam terus memikirkan Mada yang mengigau dengan menyebut nama Bianca, Jenar merasa dia tidak bisa bertahan lebih lama lagi di griya tawang.Kendati sampai detik ini dirinya in
"Bagaimana rasanya datang ke acara lelang bersama Mada, Jenar?" tembak Oscar sambil mengaduk minuman yang berada di dalam cangkir.Keluar dari kandang macan, masuk ke dalam kandang harimau.Ini seperti mengantarkan nyawa begitu saja."B—bukan saya, Pak Oscar," jawabnya setelah tertegun untuk beberapa detik kemudian tersenyum canggung.Dia tidak ingin mengakui yang sebenarnya karena Mada menyuruhnya yang demikian."Saya tidak tahu tentang acara charity. Semalam saya tidur di rumah. Saya tidak tahu apa-apa yang terjadi," balasnya disertai gelengan kepala hingga Oscar menipiskan bibir lalu mengembuskan napas panjang."Gaun merah dengan topeng yang warnanya senada itu harus aku katakan cocok denganmu.""Tapi saya—""Tidak apa-apa jika tidak ingin mengaku," potongnya cepat.Oscar mendentingkan sendok kecil dipinggir cangkir kemudian melirik ke arah Jenar sambil menyunggingkan senyum kecil."Mari berpura-pura bahwa saya tidak menghapal tabiat Mada," kekeh Oscar kepada Jenar yang bersemu mera
"Mada?" Mada terlalu sibuk untuk menatap pria yang menjemput Rula, rasanya tidak terlalu asing. "Aku ada urusan genting, jangan matikan teleponnya dan dengarkan saja secara saksama," perintahnya. "Iya tapi ada apa? Hei, aku hanya membahas mengenai Tash sejak awal. Tidak perlu untuk bersikap seperti ini. Kamu tahu, ini seperti kamu sedang memata-matai seseorang." Sejurus dengan jawaban yang diberi, Mada kemudian benar-benar mengabaikan panggilan yang masuk tersebut. Mada terus memicingkan mata dan perlahan bergerak menjauh dari pintu utama kafe untuk mendekat ke arah Rula.Rula sendiri nampak terbahak ketika mendengar si pria yang sepertinya habis menyampaikan kelakar padanya. Keduanya berdiri bersisian, nampak tidak peduli dengan kehadiran Mada.Padahal, Mada sedang serius memantau mereka dari jarak dekat seperti ini. "Kamu tahu, saat aku bertemu dengan Jenar, dia memberiku gaun pernikahannya begitu saja," tukas Rula dengan nada malas."Apakah dia selalu lemah seperti itu?" cibi
"Mada," lirihnya setelah Mada pergi. Jenar berusaha memutar tubuhnya, dia sibuk celingak celinguk mencari keberadaan Mada hingga membuat Oscar menaruh perhatian penuh kepadanya. "Jenar, ada apa?" "Apakah Pak Mada memang seperti itu, Pak Oscar?" bisik Jenar dengan menggeser pelan bokongnya lalu menatap ke arah Oscar yang menganggukan kepala. "Seperti apa?" "Bertanya mengenai suatu hal kemudian pergi begitu saja," katanya disertai sengatan rasa tidak suka setelah ditinggalkan. "Singkatnya, kamu bertanya mengapa Mada menggila karena perempuan yang dia sukai?" Tanpa merasa bersalah sudah melontarkan kata-kata yang bermakna ganda, Oscar justru kembali dengan menyuruput minuman hangat miliknya sedangkan Jenar tercengang sejadi-jadinya. "Bukan seperti itu maksud saya, Pak Oscar," cicitnya merendah setelah tersadar sambil menepiskan rambut dari sudut bibir. "Wajahmu lebih merah dari buah strawberry. Kamu menyadari itu?" goda Oscar. "Pak Mada tidak mungkin menyukai saya dan rasanya it
“Rula?” Mada yang sejak tadi berada di dalam kendaraannya dan menyimak percakapan Rula serta kekasihnya yang dia minta kepada Josh untuk menyadapnya kini hanya mengernyitkan alis. Dia memukul kemudi seraya menekan benda kecil yang menempel pada daun telinganya, berusaha makin dengan perbincangan yang terjalin. “Tidak masuk akal. Tidak mungkin di dunia ini ada sahabat yang sejahat itu,” bisiknya lagi sambil menimbang-nimbang sesuatu di tangan seraya membasahi bibir. Mada ingin mendengarkannya lebih lama lagi, menikmati satu demi satu kata yang diucapkan oleh Rula sampai dirinya tidak sadar bahwa Oscar sudah keluar dari kafe tersebut dengan dipapah oleh Jenar. Ketika suara pintu mobil diketuk dari arah luar, Mada yang berada dibelakang kemudi segera menekan tombol off lalu menjulurkan tangan untuk membuka pintu. “Pap,” panggilnya dengan menunduk kepada Oscar yang dibantu oleh Jenar untuk duduk di kursi penumpang bagian depan. “Apa yang kamu lakukan di sini, Mada?” balas Oscar deng