Jenar terpojok, ingin lari juga tidak bisa. Mendadak dirinya menyesali langkah yang diambil.“Mada tidak akan mendengarmu.""Mada akan mendengar teriakanku atau orang lain akan melakukannya, jangan macam-macam, sialan!" balas Jenar, berusaha terdengar keras dan mendominasi padahal dia sudah ingin mengompol.Dia kembali melupakan apa yang dikatakan oleh Mada tentang jangan berucap apapun jika tidak sedang bersama dengan si pria.Seharusnya Jenar mempercayai Mada dan tidak bertindak sesukanya seperti ini.Sekarang, ketika dirinya berada di dalam bahaya, di mana Mada untuk menolongnya?Dasar teledor, jika sudah kesulitan begini, Jenar baru sibuk mencari Mada."Silakan menjerit dengan kencang, aku akan menunggu,” bisik si lelaki dengan santai kepada Jenar yang terus meronta-ronta dengan hebat ditemani oleh kencangnya angin malam.“Lepas!” geram Jenar.“Berhenti menjambak diriku, dasar persetan!” sambungnya penuh ceracau karena hanya itu yang dapat dirinya lakukan untuk sekarang.“Oh, kamu
"Kamu ingin tahu siapa aku yang sebenarnya, kan?" tanya Jenar lembut seraya berusaha melunglai beberapa saat kemudian saat sadar usahanya agar terlihat galak, gagal total."Lepaskan aku dan aku akan memberimu jawaban," tantangnya. Jenar mulai meliukan badannya yang padat berisi dengan ekstra dua kantung susu yang menggantung dari balik gaun merah berpotongan rendah yang dikenakan. Sejujurnya, Jenar merasa takut sebelum teringat akan sebuah nama yang tanpa sadar dia sebut saat mabuk. Nona Penggoda. "Apa aku harus mempercayaimu?" tanya si pria pelan dengan nada tidak yakin.Cengkraman yang diberikan pada tubuh Jenar perlahan menjadi kendur. "Aku memang bukan Bianca," kata Jenar agar pria ini percaya padanya. "Kalau aku Bianca, Mada tidak akan melepaskanku sendiri, kan?" "Ya ... itu benar, tetap--" "Apa itu belum cukup?" potongnya seraya memberikan kerling nakal."Namaku Nona Penggoda dan aku tidak suka disakiti, Tuan," adunya dengan suara yang kekanak-kanakan sambil menggerakan j
Hening.Jenar mencoba menyerap kata-kata si pria dengan perasaan waswas, mendadak matanya terasa sangat panas dan ketakutan menyelimutinya.Apakah dia lebih baik bersama dengan pria asing ini dibandingkan dengan Mada?"KAU BERBOHONG!" geram Jenar dengan melepaskan rengkuhannya dari si pria, ucapannya terasa sangat tidak masuk akal.Tidak mungkin Mada seperti itu, menyakiti nyamuk yang menggigit kulit saja, Jenar yakin Mada tidak akan tega melakukannya."Jadi, kamu benar-benar ingin kembali pada Mada setelah apa yang aku katakan?""Aku tidak memercayaimu, tidak mungkin Mada melakukan hal keji seperti itu," decihnya penuh rasa keki."Oh tentu saja," kata si pria asing dengan tenang seakan sudah menebak kemana arah pembicaraan Jenar.Dia menyunggingkan senyum pada satu sisi bibir lalu berdecak pelan sebelum menguap kemudian melirik ke arah bahu, tempat sebelumnya Jenar menyentuh dan nampak siap untuk merebah bersama."Mana mungkin Mada mengatakannya kepada wanita malam langganannya seper
"Aku tidak akan mau masuk ke dalam mobilmu!" Jenar menyilangkan kedua tangan di depan dada kemudian mendengkus dengan kasar, dia tidak akan mau mengikuti Mada setelah apa yang terjadi tadi. "Kamu membuatku malu, aku tidak mau! Aku akan pulang sendiri." "Masuk! Kita pulang sekarang, aku tidak menerima bantahan apa-apa lagi darimu, Jenar!" Mada siap untuk menerkam Jenar tanpa ampun karena perempuan dengan balutan gaun merah itu sangat keras kepala sampai membuatnya meradang. Sejak Mada mengungkung Jenar untuk menuruni lift dan memutuskan secara sepihak apa langkah yang akan dirinya ambil, Jenar menjambak-jambak rambut Mada lalu memaki dengan lihai. Kakinya yang memakai sepatu berhak tinggi lantas menepuk-nepuk dada si pria hingga Mada kesakitan. Berpasang-pasang mata mengamati mereka sampai tiba di area parkir valet dan Mada tidak peduli oleh tatapan menyebalkan itu, toh tidak ada yang akan mengenalnya dan Jenar dalam balutan topeng yang dipakai. Brak! "Jangan menguji kesabaran
"Dasar lelaki payah, lelaki mesum," cibirnya tidak habisnpikir seraya memegangi dada."IInikah kualitas dari anak Oscar Lawana?" sembur Jenar yang sudah tidak bisa menahan rasa kesalnya sama sekali ketika mendengar suara terpingkal-pingkal dari Mada. "Hei, aku ini presdir di Lawana." "Oh, itu kalau di hari kerja. Sekarang 'kan, tidak," balas Jenar dengan melepaskan kaitan topengnya lalu menaruh benda yang pada bagian dalamnya terkena bercak riasan itu di atas dasbor mobil. "Jadi, sekarang kamu berani melawanku, hmm?" Mada gemar menggoda dan menggoda Jenar sekarang menjadi hobinya. Dia menaruh pistol mainan dari bahan plastik yang bisa menyemburkan air itu kembali pada tempatnya sembari menikmati raut kesal Jenar. "Ya. Aku harus melawanmu setelah apa yang terjadi," tunjuknya bersungut-sungut pada pistol yang dibawa oleh Mada."Kamu ini spesialisasi membuatku jengkel, tahu!"Lelaki itu tersenyum dengan begitu lebar, memamerkan lesung pipi yang terdapat di sebelah kiri wajah kemudia
"Apa kamu pernah bercinta dengan calon suami yang namanya tidak boleh disebut itu?" Jenar menoleh ke arah Mada yang berdiri di sebelahnya setelah melakukan tapping menggunakan kartu akses apartemen ke arah sensor lift. "Bercinta bukan hal baru bagiku," tuturnya dengan pipi bersemu merah jambu. "Oh ya?" tanya Mada dengan terperangah. Jenar mencebik, keringat membanjiri tengkuk dan kakinya yang menjejak terus saja berubah posisi. Membahas tentang calon suaminya membuat si perempuan benar-benar jengah tetapi nampaknya Mada tidak menyadari hal tersebut. "Begitulah," kilahnya sederhana. Jenar menggaruk hidung ketika mengatakannya lalu berdecak sebal. "Dia menyebalkan. Aku membencinya." "Karena?" timpal Mada, otomatis. "Dia tidak pernah membiarkan aku puas. Kamu tahu, membuat mie instan saja durasinya lebih lama dari gerilya ular miliknya di dalamku," seloroh Jenar dengan nada yang keki. "Cukup denganku," kata Jenar dengan mengangkat kedua tangannya untuk bersilang di depan dada.
"Ah, kamu memakai g-string," kata Mada dengan mata berkilat-kilat penuh bumbungan hasrat."Kamu tahu ... aku adalah penggemar g-string," lanjtunya seraya membayangkan menenggelamkan dirinya di dalam tubuh Jenar setelah menyibak g-string tersebut."Apa kamu memiliki pelindung?" balas Jenar penuh harap kepada Mada dengan tatapan menggoda.Mada belum menyentuhnya, dia sibuk membuka vest dengan penuh gaya sambil mengamati Jenar yang sibuk menyentuh dirinya sendiri menggunakan jemari."Pelindung apa? Aku benci menggunakan benda itu, terserah ingin menyebutnya pengaman atau pelindung."Berbeda dengan Mada yang masih berdiri dengan tatap menggelap penuh nafsu, Jenar meletakan kedua kakinya bersandar pada meja kaca dengan tubuh di atas sofa.Belum apa-apa, baru sekadar ciuman saja, Jenar sudah basah luar biasa dan berkdeut di bawah sana."Apa kamu pikir aku ini superhero yang bisa menyelamatkan dunia?" balas Mada keheranan dengan pertanyaan Jenar, karena perempuan itu langsung merapatkan kaki
"Mada, please," rengek Jenar dengan mata terpejam dan mulut yang sedikit terbuka ketika sepasang tungkainya dipegang dan dihentak secara kencang oleh si pria dari arah belakang."Damn, Jenar," racau Mada dengan kepala yang mengadah serta bulir keringat menuruni tengkuk ketika dirinya sibuk menghentak seolah tidak ada hari esok."C--cukup, Mada," balas si perempuan tersegal-segal dengan merasa tubuhnya melumer dan kehilangan kemampuannya untuk menopang diri sendiri.Rambutnya basah kuyup dan tubuhnya dibanjiri oleh keringat seiring dengan hawa di kamar tidur si pria yang meningkat pesat sejak beberapa saat lalu hingga pendingin ruangan tidak lagi terasa.Di sepanjang jalan menuju kamar tidur di griya tawang tersebut, tersebar pakaian-pakaian milik keduanya termasuk g-string Jenar yang malah robek dan putus tali pengaitnya karena Mada ogah melepaskannya dengan cara baik-baik.Sepasang payudaranya bergerak-gerak bebas menentang gravitasi sebelum Mada langsung menangkup dua bukit tersebut