"Mbak, matanya nggak usah melotot gitu, bisa?" Eros memberikan smirk melalui cermin pada Nita yang sedang mengeringkan rambutnya."Kelihatan banget, ya?""Jelas." Eros tertawa kecil. "Tenang aja, gue nggak ada niat jahat sama temen lo."Alis Nita terangkat. "Sama Natya saya-kamu, kok sama gue beda?"Lagi, Eros tertawa sambil melihat wajah Nita yang merenggut di pantulan cermin. "Karena gue merasa peran kita sama?""Peran?" "Iya. Peran pendukung. Lo sahabat Natya, gue sahabat Daksa. Kita sama-sama pengen mereka bisa nyatu, kan?""Oh? Gue pikir lo pengen misahin mereka," sarkas Nita."Natya menarik, tapi gue juga pengen sohib gue cepet-cepet dapet jodoh. Meski sebenarnya gue yang didesak nikah.""Duh, TMI." (To Much Information)"Masa? Kayaknya nggak masalah buat memperjelas.""Ya, ya, ya. Jadi kedatangan lo ke sini bukan sengaja?""Yup. Cuma kebetulan.""Dan lo pikir gue percaya?" Nita menghentikan gerakan tangannya, seraya menatap Eros tajam melalui pantulan cermin."I'll give you som
Natya menatap ke arah Nita dan Eros bergantian. "Ini harus gue angkat. Karena tadi gue bilang lagi di salon Nita dan udah selesai.""Angkat," kata Eros.Natya mengangguk seraya menggeser tombol hijau. "Halo.""Kamu di mana? Aku di depan salon Nita." Daksa tidak berbasa basi.Natya sontak menoleh ke belakang pada arah jalan menuju salon Nita. "Kamu di depan salon?""Iya. Aku langsung jemput dari resto.""T-tapi aku lagi hang-out sama Nita.""Oh? Aku kira kamu kasih tahu alamat salon dia karena minta dijemput. Jadi gimana? Aku balik lagi?"'Gimana?' Natya bertanya tanpa suara pada Nita dan Eros, hanya membentuk kata dengan bibirnya.'Kamu pergi aja sama Daksa. Informasi soal ini bisa saya sampaikan nanti.' Eros mengetik di notes ponselnya dan menyerahkannya pada Natya."Nat?""Eh iya. Kamu jemput aku aja di Garden Cafe deket situ. Ke arah sebaliknya.""Oke."Panggilan dihentikan. Natya memberikan senyum tanpa dosa pada Nita dan Eros. Kedua orang yang duduk di hadapannya itu menggeleng pe
“Iya. Bukan kebetulan Eros ada di sana.” Natya membuka suara. “Gimana kalau kita lanjut di tempat yang lebih nyaman dan santai?” tanya Natya kemudian. “Tapi aku udah penasaran banget,” desak Daksa. Melihat raut wajah Natya yang berubah, Daksa buru-buru menambahkan, “Tapi masih bisa aku tahan. Kita ngobrol di apartemen.” Pada akhirnya mobil Daksa melaju menuju apartemen. Selama di perjalanan, Natya termenung memikirkan perkataan Eros sebelum Daksa datang dan menginterupsi percakapan mereka. Ada sebagian dari dirinya yang takut mendengar fakta yang akan diungkapkan oleh Eros. Namun, sebagian lainnya juga ingin mengetahui tentang Daksa lebih dalam lagi. Setelah membandingkan dua kondisi di kepalanya, akhirnya Natya menemukan kesimpulan bahwa lebih baik mendengar berita tentang Daksa dari sang empunya, dari pada harus mendengar cerita dari orang lain. Benar, seharusnya begitu. Tiga puluh menit kemudian, mobil Daksa sudah terparkir di lobi apartemennya. Pria itu turun dan memutari mob
“Nat, kita putus aja.”Adalah kalimat pertama yang diucapkan oleh seorang lelaki bernama Aditya Davendra. Wajahnya masih menampakkan rasa kesal, marah, kecewa, dan lelah. Kata-kata kasar juga sempat ia keluarkan untuk seorang gadis bernama Natya Lavani.Gadis yang kerap disapa Natya itu terkejut. Siapa yang tidak? Pacarnya tiba-tiba datang dan menyuruhnya untuk keluar rumah menuju halaman pada malam hari, yang hampir menunjukan pukul 12. Mendengar kalimat pertama yang dikeluarkan pacarnya, membuat ia berusaha mengatur napas dengan mengepalkan tangan di dalam kantong kardigannya.“Dit, kamu nggak bisa mutusin ini sendiri. Kamu tahu kalau aku itu kumpul sama temen-temen dari tempat kerja aku. Kamu juga udah tahu siapa mereka. Awalnya emang temen cewek aku banyak yang ikut, tapi mereka pulang duluan dan sisa yang cowoknya aja. Kamu nggak bisa mutusin aku cuma karena cemburu.”“Nat. Jujur, gue udah capek banget ngadepin lo. Berap
“Nit, itu … bukan Aditya mantan gue, kan?”Mulut Nita terbuka hendak mengatakan sesuatu, namun tidak ada kata yang keluar. Kedua tangannya yang sedang memegang gelas juga ikut bergetar.Melihat reaksi Nita, Natya tahu bahwa itu memang benar Aditya mantannya. Natya hanya menggeleng tidak percaya, bibirnya mengeluarkan tawa kecil. Natya menertawakan kebodohannya sendiri.“Nita ...”“Natya, dengerin penjelasan gue dulu.” Nita dengan cepat memotong.Natya langsung teringat perkataan Nita saat berbicara melalui telepon. “Syarat apa yang lo bilang di telepon?”“Itu ...”“Ada hubungannya sama ini, 'kan?” kali ini Natya yang memotong kalimat Nita.“Ada. Tapi ini bukan seperti apa yang lo pikirin sekarang.” Nita meletakkan minuman di meja. kemudian duduk di hadapan Natya.“Emang apa yang gue pikirin, Nit?” Natya tertawa pelan di
Di dalam sebuah dapur restoran, seorang pria berusia 28 tahun sedang memasak pesanan yang datang dari pelanggannya. Ia dibantu dengan beberapa asisten koki yang memang bekerja di restorannya sendiri. Daksa Shaka Prawara namanya, seorang pria tampan dengan senyuman lembut dan sopan itu menjadi koki utama di restorannya sendiri. Kuliah kedokteran selama 4 tahun dan Pendidikan Profesi Dokter ia korbankan dan lebih memilih untuk membuka restoran hanya karena sebuah alasan yang sederhana; ia merasa takjup dengan peran utama pria yang memulai usaha kuliner di dalam drama Korea yang digemari adik perempuannya.“Pak, hari ini pelanggan banyak banget. Apa nggak sebaiknya Pak Daksa pulang duluan dan serahin semuanya sama kita?”Daksa yang sedang fokus menata hidangan di piring melirik sekilas pada salah satu asisten kokinya, ia tersenyum tipis. “Udah saya bilang, nggak usah panggil pakai ‘pak’ segala, umur saya bahkan nggak setua itu.”
“Selamat sore, Bu Retno.”Seorang pria dewasa bernama Daksa masuk ke dalam sebuah ruang kerja yang cukup besar berisi rak-rak buku, etalase kaca dengan berbagai piala dan piagam penghargaan, serta meja kayu yang ada di antara dua kursi panjang tempat berbincang.Bu Retno yang tadi disapa oleh Daksa, bangkit dari kursi kerjanya dan berjalan mendekat dengan wajah yang bingung namun tetap tersenyum. “Sore, Daksa. Baru saja kemarin saya mengirim editor untuk membujuk kamu. Ternyata kamu sudah datang, cepat juga.”Daksa hanya tersenyum sopan.“Eh iya, silakan duduk dulu.” wanita paruh baya yang dipanggil Bu Retno itu mengarahkan Daksa untuk duduk di kursi panjang ruangannya, dan ia pun melakukan hal yang sama.“Sebelumnya, saya mohon maaf atas kedatangan yang tiba-tiba. Tapi maksud kedatangan saya ke sini, bukan karena hasil bujukan seorang editor. Ini adalah keputusan saya sendiri. Dan lagi, belum ada editor ya
Daksa melangkah masuk ke dalam restorannya dengan setengah berlari. Para pegawai yang melihatnya memberikan anggukan sopan. Daksa menyapu pandangan ke seluruh sudut restorannya. Dan ketika matanya menemukan Eros yang sedang duduk di meja dekat jendela, pria itu langsung menghampiri dengan langkah pasti.“Gawat apanya?” suara yang keluar dari mulut Daksa terdengar seperti keluhan.Eros mendongak, wajahnya yang masih setengah melamun itu membuat Daksa mengerutkan kening tidak mengerti. Lalu dua detik kemudian Eros memekik, membuat Daksa ikut terkejut.“Kenapa sih?” semakin lama, Daksa semakin tidak mengerti tingkah sahabat yang lebih tua darinya itu.“Lo telat, bro!”“Apanya?” ulang Daksa lebih kalem, pria itu duduk di hadapan Eros.“Cewek itu udah pergi.” wajah Eros langsung murung.Perubahan drastis emosi Eros membuat Daksa menghela napas pelan. “Kadang gue nggak ngerti