Share

6. Penawaran Tak Terduga

Natya termenung di tempatnya. Ia menatap layar laptop dengan pandangan kosong, dan sempat membaca ulang email yang didapatnya. Bahkan gadis berusia 26 tahun itu tidak sadar bahwa mulutnya menganga sedari tadi.

“Nat? Halo? Kenapa?”                 

Suara Nita di seberang telepon berhasil menyadarkan Natya pada realita. Seketika Natya menjatuhkan diri di atas tempat tidurnya dengan pandangan memelas. “Meti gue, Nit.”

“Kenapa, sih?”

“Daksa. Cowok Vinder yang harusnya gue temui tapi salah orang itu … ternyata dia penulis Sashaka yang sejak tiga bulan lalu vakum.” pikiran Natya kini menerawang pada kejadian di depan lift kantornya. Ketika ia menyadari wajah pria dengan jas tersampir yang tampak tidak asing. “Ternyata itu Daksa. Pantesan gue ngerasa nggak asing. Jadi dia tadi sore ketemu seseorang di kantor gue …”

“Apa maksudnya, Nat? Gue masih nggak paham.” Nita bertanya dengan nada tidak sabaran.

“Bu Retno nyuruh gue buat nyari penulis itu dan ngebujuk dia supaya memperbarui kontrak dan nulis lagi. Ternyata penulis itu Daksa. Si cowok Vinder yang digantiin temennya.”

“Lo yakin? Nama Daksa ‘kan banyak.”

Natya terdiam setelah mendengar pertanyaan Nita yang masuk akal. Tapi berapa persen kemungkinan seseorang memiliki nama yang sama persis dan bisa diketahui oleh Natya di hari yang sama? Pun dua-duanya berkaitan dengannya.

“Gue yakin. Gue yakin mereka Daksa yang sama.” Natya kembali mendudukan diri di atas tempat tidurnya, dan memangku laptop dengan perasaan yakin. “Gue nggak boleh ketemu dia lagi.”

“APA? Kenapa?” Nita memekik dari seberang telepon.

“Kalau sampai Daksa tahu gue cewek Vinder yang ditemui temennya, mana mungkin dia bisa nganggep gue bekerja dengan profesional setelah ketemu dia lagi?”

“Pikiran lo kejauhan. Kenapa juga dia nganggep lo kayak gitu?”

“Firasat. Terlebih, kayak kisah-kisah di novel yang nyeritain si cowok bakal berlaku seenaknya setelah ketemu cewek yang udah terlibat masalah sama temennya. Apalagi cewek itu nyebut temennya penipu, dan bilang kalau yang dia cari itu si cowok ini, bukan temennya.” Natya menghela napas panjang. “Daksa bisa mikir gue nemuin dia bukan sebagai editor, tapi sebagai cewek ganjen yang ngejar-ngejar dia dengan dalih seorang editor.”

Terdengar suara helaan napas kasar dari seberang telepon. “Natya, lo itu kebanyakan makan kisah-kisah dalem novel! Coba realistis sedikit!”

“Gue tahu … tapi kemungkinan kayak gitu nggak bisa dikesampingkan juga, ‘kan?”

“Gimana lo bisa tahu hasilnya kalau nyoba aja belum?” dari seberang telepon, suara Nita sudah terdengar seperti seseorang yang menahan amarah.

“Nggak tahu, ah! Pokoknya gue bakal nawar dulu ke bu Retno.”

“Ya, ya, ya. Coba aja kalau bisa.”

***

Keesokan harinya, Natya hanya berdiri di depan pintu ruangan bu Retno selama sepuluh menit. Tangannya terangkat untuk mengetuk pintu, namun lagi-lagi ia turunkan. Entah sudah berapa kali helaan napas ia keluarkan.

Baru saja Natya memantapkan dirinya untuk masuk ke dalam ruangan itu, pintu di depannya tiba-tiba terbuka membuat dirinya terlonjak kaget.

“Natya? Baru saja saya hendak memanggil kamu.”

“A-anu … saya juga mau bicara, Bu.”

Bu Retno tersenyum hingga kerutan di bawah matanya semakin terlihat. “Masuk.”

Natya mengangguk singkat dan melangkahkan kaki ke dalam ruangan yang disebutnya sebagai ruangan beraura hitam. Sampai di dalam, bu Retno mempersilakannya untuk duduk.

“Ada apa kamu mau menemui saya?”

“Ah itu … tentang penulis Sashaka …”

“Ah iya! Kamu sudah dapat email dari saya, ‘kan? Hari ini juga kamu harus temui dia dan buat dia menandatangani kontrak lagi bersama kita. Kamu tahu ‘kan kalau karya beliau selalu best seller dan menarik keuntungan besar untuk kita?”

“Saya tahu, Bu. Tapi sebelumnya saya minta maaf karena sepertinya saya tidak bisa menemui beliau.”

Bu Retno terdiam beberapa saat setelah mendengar kalimat penolakan Natya. Wanita paruh baya itu membetulkan letak kacamatanya. “Natya, kalau kamu berhasil membuat penulis Sashaka menandatangani kontrak, saya akan berikan bonus sembilan puluh persen dari gaji kamu.”

“Eh?” Natya berhasil dikejutkan. “Se-sembilan puluh persen dari gaji saya?”

“Betul. Itu kalau kamu berhasil membuatnya menandatangani kontrak. Dan kalau karya penulis Sashaka selanjutnya bisa mendapatkan posisi best seller lagi, maka kamu akan mendapat kenaikan gaji.”

Natya menelan ludahnya setelah mendengar penawaran bu Retno yang menggiurkan. Masalah finansial memang selalu membuat Natya lemah karena tidak bisa menolak. Apalagi jika harus melihat kondisi keluarganya saat ini yang semakin terbelit hutang.

“Apakah saya boleh meminta syarat dan ketentuan ini secara resmi? Saya perlu bukti nyata atas ucapan Ibu barusan.” wajah Natya terlihat berbinar namun tetap hati-hati.

Bu Retno memberikan senyum penuh arti. “Saya sangat mengenal kamu. Tentu saja saya sudah membuat persyaratan ini.” bu Retno menyodorkan selembar kertas yang diambil dari dalam map berwarna cokelat. “Setelah kamu tanda tangan di sini, kamu bisa langsung menemui penulis Sashaka.”

Natya menerima kertas itu, dan membacanya secara saksama. Semakin jauh Natya membaca surat perjanjian itu, mata Natya semakin membulat sempurna. Bukan karena poin-poin hak dan kewajiban yang telah ia ketahui, melainkan kalimat pernyataan setelahnya.

‘Demikian surat perjanjian ini dibuat sebagai bukti ketersediaan Editor terpilih menjadi Editor pribadi yang akan mengawasi Penulis secara langsung. Editor terpilih akan mendapatkan hak sesuai dalam poin pertama yang sudah disebutkan di atas, setelah melaksanakan kewajiban sesuai dalam poin kedua yang sudah disebutkan di atas. Jika salah satu kewajiban dalam poin kedua tidak terpenuhi, maka persyaratan ini akan dibatalkan.

Dengan menandatangani syarat dan ketentuan ini, maka Editor terpilih dianggap telah setuju. Dan jika dalam pelaksanaannya Editor terpilih menyebabkan kerugian bagi Perusahaan, maka Editor terpilih akan bertanggung jawab secara penuh.’

“E-editor pribadi?” mata Natya beralih pada bu Retno. “Maksudnya bagaimana ya, Bu?”

“Maksudnya adalah saya memberikan kamu kesempatan emas untuk menjadi editor pribadi penulis Sashaka jika kamu berhasil membujuknya untuk menandatangani kontrak. Karena itu, sebagai editor dalam tim sekaligus editor pribadi, kamu berhak mendapatkan kenaikan gaji dan bonus sembilan puluh persen. Bagaimana? Tawaran yang menarik, bukan?”

Natya membeku di tempatnya. Lidahnya seketika menjadi kelu. Perasaannya diselimuti syukur dan khawatir secara bersamaan. Ia memang senang mendapat tawaran yang sangat bagus itu. Namun jika melihat siapa penulis yang akan dipandu olehnya, seketika rasa ragu mulai menghampiri.

“Kenapa wajah kamu terlihat tidak senang?”

Natya terlonjak. “Ah, bukan begitu, Bu. Saya hanya merasa takjub dengan tawaran yang diberikan. Saya juga berterima kasih sekali. Tapi bu, saya—”

“Satu bulan.” Bu Retno memotong kalimat Natya.

“Ya?”

“Satu bulan saya berikan kesempatan untuk kamu membujuk penulis Sashaka. Tidak ada penawaran lagi. Atau kesempatan ini saya berikan pada orang lain.”

Natya menahan napas selama beberapa detik. “Saya bersedia!”

Bu Retno tersenyum. Sementara Natya menandatangani persyaratan dengan perasaan antara yakin dan tidak.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status