Home / Rumah Tangga / Terbongkarnya Rahasia Cinta Sang CEO / Bab 6. Nyawa yang Tak Berharga

Share

Bab 6. Nyawa yang Tak Berharga

Author: Nawasena
last update Last Updated: 2025-09-03 17:54:58

"Tolong! Ada yang tenggelam!" teriak salah satu pelayan wanita.

Segala pandangan serta merta tertuju ke arah kolam renang.  Dalam sekejap, semua orang berkerumun di pinggir kolam, menyaksikan dua sosok wanita yang sedang berjuang di dalam air.

Teriakan pelayan itu juga membuat Rendra yang sedang berbicara dengan beberapa tamu, langsung mengarahkan pandangan ke kolam. Dia tidak tahu siapa yang dengan konyol tercebur ke kolam, namun rasa penasaran mendorongnya untuk berlari ke sana.

Kedua matanya terbelalak ketika melihat Kirana dan Alisya tengah menggapai-gapai permukaan untuk meminta pertolongan. Tanpa membuang waktu lelaki ini langsung melompat ke kolam.

Melihat Rendra mendekat. Kirana merasa ada lega, setidaknya lelaki itu masih peduli padanya. Namun, harapan itu musnah seketika. Rendra berenang melewatinya. Dia sama sekali tidak mengulurkan tangannya ke arahnya.

Dengan sigap, Rendra meraih Alisya yang sengaja terlihat lemah dan terkapar, mendekapnya erat, lalu  membawanya ke tepi kolam.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Rendra.

Alisya menggeleng, merapatkan tubuhnya ke dada Rendra seakan butuh perlindungan.

Dengan sigap Rendra mengangkat tubuh Alisya, membawanya ke dalam. Kemudian diikuti serta oleh Bu Ratna dan Nadira dengan wajah penuh kekhawatiran. Mereka benar-benar melupakan Kirana.

Saat itu juga terdengar suara bobot jatuh ke kolam. Sorang pelayan laki-laki yang tanpa ragu melompat ke dalam kolam. Dengan sigap pelayan itu meraih Kirana yang sudah hampir pasrah dan menariknya dengan aman ke tepi kolam.

Seorang pelayan wanita bergegas mendekati Kirana.

"Non, mari saya bantu ke dalam," ujarnya dengan suara lembut penuh kasihan. Ia membimbingnya menyusuri koridor menuju kamar tidur Kirana.

Pelayan itu membantu Kirana melepas gaun basahnya dan mengeringkan tubuhnya dengan handuk lembut.

"Saya ambilkan yang hangat-hangat, Non," ucapnya sebelum pergi dan kembali membawa segelas teh hangat.

Setelah Kirana berganti, pelayan itu mengeluarkan sebutir obat dari sakunya. "Ini untuk berjaga-jaga. Siapa tahu Non Kirana demam karena kedinginan.”

Kirana menerima obat itu. Dia hanya mengangguk pelan, tidak mampu berkata-kata.  Air matanya sudah kering, yang tersisa hanya kebekuan di dadanya.

Dia menyadari satu hal, nyawa dan kehormatannya,  sama sekali tidak berarti bagi Rendra. Pernikahan ini memang masih akan berlangsung selama dua tahun ke depan. Namun, bukan berarti dirinya  patuh dan menerima segala penghinaan dan penindasan dari keluarga ini.   

Keesokan Harinya. Seperti yang diduga, keluarga itu berkumpul di ruang makan untuk sarapan. Suasana tegang langsung terasa begitu Kirana memasuki ruangan. Dia sengaja bangun siang dan tidak menyiapkan sarapan.

Bu Ratna langsung menyulut percikan api pertama. Suaranya dingin dan penuh tuduhan, "Kirana, kamu sungguh keterlaluan, Kirana.”

Melihat hal itu, Alisya langsung menyela, “Tante, jangan memarahi Kirana. Aku memaklumi dia sangat cemburu melihatku dan Rendra berdekatan. Jadi, Kirana tak sengaja mendorongku ke kolam. Aku memang pantas mendapatkannya.”

Kirana tercengang mendengar ucapan Alisya. Perempuan itu ternyata sangat pandai memainkan drama. Mungkin ke depannya patut dianugerahi piala Oscar.

"Aku tahu pernikahan kita tidak normal, tapi aku tidak menyangka kamu bisa sekeji itu, hanya untuk menarik perhatianku. Sebaiknya kamu minta maaf sama Alisya!” Kali ini Rendra yang berbicara.

Kirana mengepalkan tangan kanannya erat. Emosinya yang selama ini terpendam mulai memuncak. Dia menarik napas dalam-dalam untuk meredakan amarahnya.

"Sebelum kalian terus menyalahkanku, tidakkah kalian berpikir untuk mengecek CCTV yang terpasang di sudut kolam renang?” ujar Kirana.

Seketika Alisya membeku. Darah seolah berhenti mengalir  ke wajahnya, hingga membuatnya pucat pasi. Dia tidak menyangka Kirana akan mengingat atau menggunakan itu.

“Ah, benar. Mengapa kita tidak melihat CCTV?” timpal Nadira.

Kirana melihat gadis itu dengan senyum sinis. Di balik sikap Nadira yang congkak dan sombong ternyata gadis itu tak seberapa pintar.

Rendra menatap Kirana beberapa saat dengan tatapan yang sulit diartikan. Akhirnya ia memanggil salah satu pelayan. Seorang pelayan pun mendekat.

"Bawa rekaman CCTV kolam renang kemarin malam, sekarang juga!" perintahnya.

Mendengar perintah itu, Alisya terlihat semakin panik. Napasnya mulai tersengal-sengal dibuat-buat. Tangannya yang lemah meraih pelipisnya.

"Aduh kepalaku,” keluhnya dengan suara lemah, lalu dengan sangat dramatis, tubuhnya limbung dan ia terjatuh pingsan.

"Alisya!" seru Rendra, langsung meraih tubuh Alisya agar tak sampai terjatuh ke lantai.

“Cepat bawa dia ke rumah sakit!" teriak Bu Ratna panik.

Tanpa menunggu lama, Rendra mengangkat tubuh Alisya, lalu membawanya keluar menuju mobil, diikuti oleh Bu Ratna dan Nadira yang masih cemas.

Mereka semua seperti melupakan keberadaan Kirana dan misi awal mereka untuk melihat rekaman CCTV.  

Kirana tersenyum sinis melihatnya. Dia sama sekali tidak terkejut. Sudah bisa ditebak, Alisya pasti akan menggunakan cara seperti itu untuk menghindari kebenaran. Dan pasti,  semua kesalahan akan kembali dibebankan padanya.  

Kirana kembali ke kamarnya. Mengambil ponselnya, berharap bisa mengalihkan pikiran dengan bermain sosial media. Saat itu, sebuah notifikasi pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal.

"Halo, Bu Kirana. Perkenalkan, saya Alvin. Saya mendapat kontak Anda dari portofolio desain interior Anda di akun sosial media Anda. Saya sangat terkesan dengan karya-karya Anda. Saya sedang mengerjakan proyek hotel baru dan saya pikir gaya dan visi Anda sangat cocok. Apakah Anda tertarik untuk berkolaborasi? Saya akan sangat senang jika bisa berdiskusi lebih lanjut."

Kirana membaca pesan itu berulang kali. Rasanya ia ingin menerima tawaran itu, namun Rendra melarangnya bekerja. Hal itu membuatnya gamang. Dia ingin ada sedikit hiburan di hidupnya. Di sisi lain, teringat akan pesan Rendra untuk tidak bekerja dan harus patuh jika ingin pengobatan sang ibu tetap berjalan.

Setelah beberapa saat ia pun membalas pesan Alvin.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terbongkarnya Rahasia Cinta Sang CEO   Bab 7. Tak Bisa Menahan Diri

    “Baik, Pak Alvin. Saya tertarik untuk membicarakan lebih lanjut mengenai proyek ini.”Kirana menekan tombol kirim. Dan seketika, hatinya terasa jauh lebih ringan. Selang beberapa menit, ponselnya kembali berbunyi. Alvin membalasnya dengan cepat.“Terima kasih, Bu Kirana. Saya yakin kehadiran Anda bisa membawa nuansa berbeda untuk proyek ini. Bagaimana kalau kita bertemu langsung di studio saya, besok pukul tiga sore? Lokasinya di Jalan Wijaya No. 18. Saya akan siapkan draft rancangan dan konsep awalnya.”Kirana membaca pesan itu berulang kali. Ada rasa gugup sekaligus antusias. Alvin Reinaldi adalah arsitek muda dengan karya berani, banyak diliput media, dan tidak sedikit perusahaan besar ingin bekerja sama dengannya. Menjadi bagian dari proyek Alvin, adalah suatu kebanggaan baginya. ***Studio arsitektur Alvin Reinaldi terletak di sebuah bangunan dua lantai bergaya industrial. Kirana masuk, matanya melihat ke sekeliling ruangan yang dipenuhi maquette bangunan. Senyumnya mengemba

  • Terbongkarnya Rahasia Cinta Sang CEO   Bab 6. Nyawa yang Tak Berharga

    "Tolong! Ada yang tenggelam!" teriak salah satu pelayan wanita.Segala pandangan serta merta tertuju ke arah kolam renang. Dalam sekejap, semua orang berkerumun di pinggir kolam, menyaksikan dua sosok wanita yang sedang berjuang di dalam air.Teriakan pelayan itu juga membuat Rendra yang sedang berbicara dengan beberapa tamu, langsung mengarahkan pandangan ke kolam. Dia tidak tahu siapa yang dengan konyol tercebur ke kolam, namun rasa penasaran mendorongnya untuk berlari ke sana.Kedua matanya terbelalak ketika melihat Kirana dan Alisya tengah menggapai-gapai permukaan untuk meminta pertolongan. Tanpa membuang waktu lelaki ini langsung melompat ke kolam.Melihat Rendra mendekat. Kirana merasa ada lega, setidaknya lelaki itu masih peduli padanya. Namun, harapan itu musnah seketika. Rendra berenang melewatinya. Dia sama sekali tidak mengulurkan tangannya ke arahnya.Dengan sigap, Rendra meraih Alisya yang sengaja terlihat lemah dan terkapar, mendekapnya erat, lalu membawanya ke tepi k

  • Terbongkarnya Rahasia Cinta Sang CEO   Bab 5. Bermuka Dua

    “Rendra?” Kirana sangat terkejut melihat lelakinya begitu mesra merangkul pinggang ramping perempuan cantik itu.Mereka menghampiri Bu Ratna dan Nadira.“Alisya, lama sekali kita tidak bertemu,” sapa Bu Ratna dengan nada riang yang jarang Kirana dengar.Alisya tersenyum manis, “Senang sekali bisa datang, Tante.”“Kamu makin cantik dan anggun.” Bu Ratna memuji.“Terima kasih, Tante,” ujar Alisya sopan.“Iya, aku lihat di media sosial, bisnis fashion Kakak juga sukses banget,” kata Nadira dengan nada kagum.“Semua berkat dukungan banyak orang. Dan tentu saja, banyak inspirasi yang saya dapat dari Tante Ratna dulu.”“Ah, Tante cuma kasih saran, yang berbakat itu memang kamu. Tante selalu bilang ke Rendra, kamu ini paket lengkap, cocok sekali buat jadi pasangan Rendra.” Bu Ratna sengaja meninggikan suaranya agar terdengar di telinga Kirana.Sementara Kirana merasa nelangsa mendengar pujian dan perlakuan hangat yang ditujukan pada Alisya. Dia tidak tahu siapa perempuan itu, tapi besar kemu

  • Terbongkarnya Rahasia Cinta Sang CEO   Bab 4. Kedatangan Mantan Rendra

    Tak ada jawaban apa pun dari mulut Rendra, membuat Kirana menelan kekecewaannya dan berbalik, hendak meninggalkan ruang kerja itu. Namun baru beberapa langkah, suara Rendra menahannya.“Tunggu!” seru Rendra.Kirana berhenti, perlahan menoleh. Rendra menatapnya sekilas sebelum kembali menatap layar laptop. “Aku sudah transfer sejumlah uang ke rekeningmu. Besok ada acara di rumah, jadi belilah pakaian yang pantas.”Mata Kirana membesar. “Untukku?” tanyanya, hampir tak percaya.Rendra hanya mengangguk.Kirana merasakan dadanya menghangat. Perhatian sekecil itu pun rasanya seperti cahaya di tengah gelap. Ia buru-buru merogoh ponselnya, membuka aplikasi M-Banking, dan benar saja, ada notifikasi uang masuk ke rekeningnya. Jumlahnya cukup besar untuk membeli lebih dari sekadar satu pakaian.Senyumnya merekah, matanya berbinar. Untuk pertama kalinya sejak tinggal di rumah ini, ia merasa sedikit… diperhatikan.“Terima kasih,” ucap Kirana.Sore itu juga Kirana segera keluar untuk membeli pakai

  • Terbongkarnya Rahasia Cinta Sang CEO   Bab 3. Bukan Prioritas

    “Ada apa, Ma?” tanya Kirana gugup. Tangannya meremas ujung celemek yang dikenakan.Bu Ratna menatap tajam ke arahnya. “Lihat ini, Kirana,” katanya sambil menunjuk pada mangkuk sup yang tersaji. “Kenapa warna mangkuknya kuning muda? Bukan putih seperti yang kuperintahkan. Apa kamu benar-benar tak paham standar keluarga ini? Kamu memang tidak becus, bahkan hal sepele pun salah.”Kirana hanya bisa menunduk, menahan malu dan sakit hati yang membakar dada.“Maaf, Ma, Kirana salah,” ucapnya.“Lekas ganti dengan mangkuk yang saya mau!” perintah Bu Ratna.“Baik, Ma.”Kirana menarik napas dalam-dalam, lalu berlalu ke dapur dengan membawa mangkuk berisi sup untuk mengganti mangkuk yang salah tadi. Setelahnya segera ia kembali ke meja makan.“Ini, Ma,” ucap Kirana seraya meletakkan mangkuk di meja makan.“Bagus,” ucap Bu Ratna seraya meraih mangkuk berisi sup, lalu menyiramkan isinya ke kepala Kirana.“Akh!” Kirana memekik merasakan kepalanya panas hingga meluber ke wajah dan tubuhnya.“Kau piki

  • Terbongkarnya Rahasia Cinta Sang CEO   Bab 2. Rumah Mewah Rasa Neraka

    Kirana tercengang, hanya bisa menatap Rendra semakin menjauh. Ia tak percaya ternyata lelaki itu bersikap kasar kepadanya.Kirana segera bangkit berdiri, kembali menyelesaikan pekerjaannya. Begitu lantai ruang tamu mengilap tanpa noda, ia merapikan peralatan kebersihan. Perutnya sudah sejak tadi meronta minta diisi. Ia melangkah menuju dapur, berharap bisa menikmati sarapan walau hanya sepotong roti.Namun, suara Bu Ratna memanggil dari teras samping menghentikan langkahnya.“Kirana! Ke sini sebentar!” teriak Bu Ratna lantang.Kirana mendekat, menahan lelah di kakinya. “Iya Ma.”“Bereskan taman depan. Rumputnya sudah terlalu panjang, dan bunga di sudut itu perlu dipangkas. Kamu juga buang daun-daun keringnya,” perintah Bu Ratna.Kirana menelan ludah. Tubuhnya sudah lemas karena belum sarapan, tapi ia tahu tak ada ruang untuk menolak. “Baik, Ma,” jawabnya singkat.Perempuan itu mulai memangkas tanaman, dan mengumpulkan dedaunan kering ke tempat sampah. Tangannya mulai bergetar kelelaha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status