Share

Bab 5. Bermuka Dua

Penulis: Nawasena
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-14 14:42:55

“Rendra?” Kirana sangat terkejut melihat lelakinya begitu mesra merangkul pinggang ramping perempuan cantik itu.

Mereka menghampiri Bu Ratna dan Nadira.

“Alisya, lama sekali kita tidak bertemu,” sapa Bu Ratna dengan nada riang yang jarang Kirana dengar.

Alisya tersenyum manis, “Senang sekali bisa datang, Tante.”

“Kamu makin cantik dan anggun.” Bu Ratna memuji.

“Terima kasih, Tante,” ujar Alisya sopan.

“Iya, aku lihat di media sosial, bisnis fashion Kakak juga sukses banget,” kata Nadira dengan nada kagum.

“Semua berkat dukungan banyak orang. Dan tentu saja, banyak inspirasi yang saya dapat dari Tante Ratna dulu.”

“Ah, Tante cuma kasih saran, yang berbakat itu memang kamu. Tante selalu bilang ke Rendra, kamu ini paket lengkap, cocok sekali buat jadi pasangan Rendra.” Bu Ratna sengaja meninggikan suaranya agar terdengar di telinga Kirana.

Sementara Kirana merasa nelangsa mendengar pujian dan perlakuan hangat yang ditujukan pada Alisya. Dia tidak tahu siapa perempuan itu, tapi besar kemungkinan adalah sosok dari masa lalu Rendra.

Entah kenapa ada rasa sesak yang menjalar di dada Kirana, seperti ada batu besar menekan dari dalam. Meski ia tak mencintai Rendra, namun hatinya terasa sakit.

Alisya menoleh ke arah Kirana, lalu mendekat dengan langkah anggun.

“Kamu Kirana, kan? Aku Alisya Winata. Mantannya Rendra.”

Kirana terdiam, ragu untuk membalas jabatan tangan itu.

Alisya tersenyum miring. “Tenang saja, kamu nggak perlu khawatir. Hubunganku sama Rendra sudah berakhir. Sekarang hanya... sahabat. Iya, kan Ren?” Wanita itu melirik ke arah Rendra yang berdiri di sampingnya.

Rendra hanya mengangguk.

Melihat Kirana tak kunjung menjabat tangan Alisya, Bu Ratna langsung mengerutkan kening. “Kirana, masa kamu nggak mau jabat tangan? Nggak sopan begitu sama tamu.”

Kirana tersentak, buru-buru mengulurkan tangan. “Maaf, saya—”

Namun sebelum jemarinya menyentuh, Alisya menarik tangannya cepat, seolah sentuhan Kirana adalah sesuatu yang menjijikkan. 

“Kita sudah saling kenal kok… lewat Rendra,” kata Alisya tersenyum miring.

Kirana hanya mengangguk, pipinya terasa panas. Dadanya terasa semakin sesak, dan lagi-lagi ia hanya bisa menunduk, menahan harga dirinya yang terinjak.

Alisya meraih sebuah kotak kecil dari tasnya. Senyum menawan terpampang di wajahnya saat ia menyerahkan kotak itu kepada Nadira.

“Selamat atas kelulusannya, Nadira. Tante Ratna selalu cerita betapa kamu pintar dan berbakat. Ini hadiah kecil dariku,” ucapnya lembut.

Nadira menerima kotak itu dengan penuh antusias. Begitu dibuka, senyumnya semakin lebar saat melihat sebuah kunci mobil mewah dengan logo mencolok.

“Astaga! Kak Alisya ini terlalu berlebihan…” Nadira menutup mulutnya, hampir tak percaya.

“Ah, tidak seberapa,” balas Alisya merendah.  

Bu Ratna berseri-seri, matanya berbinar penuh kebanggaan dia berkata, “Alisya memang selalu tahu cara membuat keluarga ini bahagia.”

Belum reda keterkejutan Nadira, Rendra memberikan sebuah map bersegel. “Ini dari Kakak. Sertifikat vila di daerah Pahlawan. Kamu bisa gunakan untuk berlibur.”

Sorak kagum kembali terdengar. Nadira memeluk Rendra sambil berkata, “Kak Rendra… ini luar biasa sekali. Terima kasih!”

Tak lama kemudian, sorot mata mereka beralih  ke arah Kirana. Seakan ada isyarat tak terucap, beberapa tamu mulai berbisik.  

“Nah, Kirana. Kamu kan menantu keluarga ini juga. Apa yang sudah kamu siapkan untuk Nadira?” tanya Alisya dengan tatapan dan senyuman yang merendahkan.

Semua mata kini tertuju pada Kirana.

“Aku—“

“Kamu nggak menyiapkan hadiah buat Nadira?” tanya Bu Ratna sinis.

Kirana menggeleng lalu berkata, “Aku tidak menyiapkan apa-apa. Aku tidak tahu kalau pesta ini untuk memperingati kelulusan Nadira.”

Sebagian besar tamu menatap Kirana dengan bingung dan heran. Mereka menganggap menantu keluarga Harsena ini sangat keterlaluan. Seharusnya Kirana memberikan hadiah untuk Nadira, bukan malah terang-terangan tak memberikan apa-apa dan berkata tak tahu menahu soal pesta.

Alisya tampak makin lebar seolah menikmati keterpurukan Kirana. Namun tiba-tiba, Nadira mendekati Kirana.

“Sudahlah, jangan dipermasalahkan. Kak Kirana kan masih baru di keluarga kita, wajar kalau belum tahu kebiasaan kita saat ada perayaan seperti ini.  Bukankah yang terpenting adalah kebersamaan?” ujar Nadira dengan senyum penuh kepalsuan.

Kirana hanya bisa meremas rok gaunnya. Dia tahu semua kepalsuan yang ditunjukkan Nadira, semata agar gadis itu terlihat sempurna di mata keluarga dan para kolega.

Nadira lalu menoleh ke seluruh tamu dengan senyum cerah.

“Sekarang, lebih baik kita nikmati dulu kudapan yang sudah disiapkan.”

Seorang pelayan segera berkeliling menawarkan minuman, riuh kembali terdengar, dan suasana perlahan mencair.

Kirana hanya berdiri terpaku, mencoba menelan bulat-bulat rasa malu yang menggenang di kerongkongannya. Dilihatnya Rendra, Nadira dan Bu Ratna sudah menjauh. Hanya ada dirinya dan Alisya.

“Tidakkah kamu bertanya ke mana suamimu pergi kemarin malam?” tanya Alisya sengaja memancing kecemburuan Kirana. “Suamimu bersamaku semalaman,” lanjutnya kemudian.

Tak ada jawaban dari mulut Kirana. Namun, Alisya dapat melihat kemarahan di wajah perempuan di depannya itu.

“Kamu tahu? Aku dan Rendra adalah kekasih masa kecil, dan hingga kini Rendra masih mencintaiku. Tidakkah kamu ingin tahu mengapa Rendra tak mau menyentuhmu dan tidur denganmu dari awal menikah? Jika kamu mengira karena pernikahan kalian berdasarkan insiden di hotel, maka kamu salah besar.”

Kirana masih diam meski hatinya bergejolak tak karuan. Dia tahu Alisya sengaja memanasinya.

“Maaf, ada hal yang harus kulakukan, ujar Kirana pada akhirnya. Dia berbalik, meninggalkan Alisya.

Namun, tiba-tiba Alisya menarik kuat tangan Kirana, dan bersamaan dengan itu juga dia sengaja menceburkan dirinya sendiri ke kolam.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terbongkarnya Rahasia Cinta Sang CEO   Bab 7. Tak Bisa Menahan Diri

    “Baik, Pak Alvin. Saya tertarik untuk membicarakan lebih lanjut mengenai proyek ini.”Kirana menekan tombol kirim. Dan seketika, hatinya terasa jauh lebih ringan. Selang beberapa menit, ponselnya kembali berbunyi. Alvin membalasnya dengan cepat.“Terima kasih, Bu Kirana. Saya yakin kehadiran Anda bisa membawa nuansa berbeda untuk proyek ini. Bagaimana kalau kita bertemu langsung di studio saya, besok pukul tiga sore? Lokasinya di Jalan Wijaya No. 18. Saya akan siapkan draft rancangan dan konsep awalnya.”Kirana membaca pesan itu berulang kali. Ada rasa gugup sekaligus antusias. Alvin Reinaldi adalah arsitek muda dengan karya berani, banyak diliput media, dan tidak sedikit perusahaan besar ingin bekerja sama dengannya. Menjadi bagian dari proyek Alvin, adalah suatu kebanggaan baginya. ***Studio arsitektur Alvin Reinaldi terletak di sebuah bangunan dua lantai bergaya industrial. Kirana masuk, matanya melihat ke sekeliling ruangan yang dipenuhi maquette bangunan. Senyumnya mengemba

  • Terbongkarnya Rahasia Cinta Sang CEO   Bab 6. Nyawa yang Tak Berharga

    "Tolong! Ada yang tenggelam!" teriak salah satu pelayan wanita.Segala pandangan serta merta tertuju ke arah kolam renang. Dalam sekejap, semua orang berkerumun di pinggir kolam, menyaksikan dua sosok wanita yang sedang berjuang di dalam air.Teriakan pelayan itu juga membuat Rendra yang sedang berbicara dengan beberapa tamu, langsung mengarahkan pandangan ke kolam. Dia tidak tahu siapa yang dengan konyol tercebur ke kolam, namun rasa penasaran mendorongnya untuk berlari ke sana.Kedua matanya terbelalak ketika melihat Kirana dan Alisya tengah menggapai-gapai permukaan untuk meminta pertolongan. Tanpa membuang waktu lelaki ini langsung melompat ke kolam.Melihat Rendra mendekat. Kirana merasa ada lega, setidaknya lelaki itu masih peduli padanya. Namun, harapan itu musnah seketika. Rendra berenang melewatinya. Dia sama sekali tidak mengulurkan tangannya ke arahnya.Dengan sigap, Rendra meraih Alisya yang sengaja terlihat lemah dan terkapar, mendekapnya erat, lalu membawanya ke tepi k

  • Terbongkarnya Rahasia Cinta Sang CEO   Bab 5. Bermuka Dua

    “Rendra?” Kirana sangat terkejut melihat lelakinya begitu mesra merangkul pinggang ramping perempuan cantik itu.Mereka menghampiri Bu Ratna dan Nadira.“Alisya, lama sekali kita tidak bertemu,” sapa Bu Ratna dengan nada riang yang jarang Kirana dengar.Alisya tersenyum manis, “Senang sekali bisa datang, Tante.”“Kamu makin cantik dan anggun.” Bu Ratna memuji.“Terima kasih, Tante,” ujar Alisya sopan.“Iya, aku lihat di media sosial, bisnis fashion Kakak juga sukses banget,” kata Nadira dengan nada kagum.“Semua berkat dukungan banyak orang. Dan tentu saja, banyak inspirasi yang saya dapat dari Tante Ratna dulu.”“Ah, Tante cuma kasih saran, yang berbakat itu memang kamu. Tante selalu bilang ke Rendra, kamu ini paket lengkap, cocok sekali buat jadi pasangan Rendra.” Bu Ratna sengaja meninggikan suaranya agar terdengar di telinga Kirana.Sementara Kirana merasa nelangsa mendengar pujian dan perlakuan hangat yang ditujukan pada Alisya. Dia tidak tahu siapa perempuan itu, tapi besar kemu

  • Terbongkarnya Rahasia Cinta Sang CEO   Bab 4. Kedatangan Mantan Rendra

    Tak ada jawaban apa pun dari mulut Rendra, membuat Kirana menelan kekecewaannya dan berbalik, hendak meninggalkan ruang kerja itu. Namun baru beberapa langkah, suara Rendra menahannya.“Tunggu!” seru Rendra.Kirana berhenti, perlahan menoleh. Rendra menatapnya sekilas sebelum kembali menatap layar laptop. “Aku sudah transfer sejumlah uang ke rekeningmu. Besok ada acara di rumah, jadi belilah pakaian yang pantas.”Mata Kirana membesar. “Untukku?” tanyanya, hampir tak percaya.Rendra hanya mengangguk.Kirana merasakan dadanya menghangat. Perhatian sekecil itu pun rasanya seperti cahaya di tengah gelap. Ia buru-buru merogoh ponselnya, membuka aplikasi M-Banking, dan benar saja, ada notifikasi uang masuk ke rekeningnya. Jumlahnya cukup besar untuk membeli lebih dari sekadar satu pakaian.Senyumnya merekah, matanya berbinar. Untuk pertama kalinya sejak tinggal di rumah ini, ia merasa sedikit… diperhatikan.“Terima kasih,” ucap Kirana.Sore itu juga Kirana segera keluar untuk membeli pakai

  • Terbongkarnya Rahasia Cinta Sang CEO   Bab 3. Bukan Prioritas

    “Ada apa, Ma?” tanya Kirana gugup. Tangannya meremas ujung celemek yang dikenakan.Bu Ratna menatap tajam ke arahnya. “Lihat ini, Kirana,” katanya sambil menunjuk pada mangkuk sup yang tersaji. “Kenapa warna mangkuknya kuning muda? Bukan putih seperti yang kuperintahkan. Apa kamu benar-benar tak paham standar keluarga ini? Kamu memang tidak becus, bahkan hal sepele pun salah.”Kirana hanya bisa menunduk, menahan malu dan sakit hati yang membakar dada.“Maaf, Ma, Kirana salah,” ucapnya.“Lekas ganti dengan mangkuk yang saya mau!” perintah Bu Ratna.“Baik, Ma.”Kirana menarik napas dalam-dalam, lalu berlalu ke dapur dengan membawa mangkuk berisi sup untuk mengganti mangkuk yang salah tadi. Setelahnya segera ia kembali ke meja makan.“Ini, Ma,” ucap Kirana seraya meletakkan mangkuk di meja makan.“Bagus,” ucap Bu Ratna seraya meraih mangkuk berisi sup, lalu menyiramkan isinya ke kepala Kirana.“Akh!” Kirana memekik merasakan kepalanya panas hingga meluber ke wajah dan tubuhnya.“Kau piki

  • Terbongkarnya Rahasia Cinta Sang CEO   Bab 2. Rumah Mewah Rasa Neraka

    Kirana tercengang, hanya bisa menatap Rendra semakin menjauh. Ia tak percaya ternyata lelaki itu bersikap kasar kepadanya.Kirana segera bangkit berdiri, kembali menyelesaikan pekerjaannya. Begitu lantai ruang tamu mengilap tanpa noda, ia merapikan peralatan kebersihan. Perutnya sudah sejak tadi meronta minta diisi. Ia melangkah menuju dapur, berharap bisa menikmati sarapan walau hanya sepotong roti.Namun, suara Bu Ratna memanggil dari teras samping menghentikan langkahnya.“Kirana! Ke sini sebentar!” teriak Bu Ratna lantang.Kirana mendekat, menahan lelah di kakinya. “Iya Ma.”“Bereskan taman depan. Rumputnya sudah terlalu panjang, dan bunga di sudut itu perlu dipangkas. Kamu juga buang daun-daun keringnya,” perintah Bu Ratna.Kirana menelan ludah. Tubuhnya sudah lemas karena belum sarapan, tapi ia tahu tak ada ruang untuk menolak. “Baik, Ma,” jawabnya singkat.Perempuan itu mulai memangkas tanaman, dan mengumpulkan dedaunan kering ke tempat sampah. Tangannya mulai bergetar kelelaha

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status