Home / Romansa / Tergoda Hasrat si Presdir Tampan / Bab 2 ( Membuang Harga Diri)

Share

Bab 2 ( Membuang Harga Diri)

Author: Tri Afifah
last update Huling Na-update: 2023-10-18 10:44:08

"Kenapa hanya diam?"

Kedua netra hitam dan coklat itu bertemu, dan Rangga dapat melihat raut wajah ketakutan dalam diri wanita yang saat ini berada di hadapannya.

"Keluar sekarang juga!" Ucap Rangga saat mendapati Suci hanya menggeleng tak mampu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh Rangga.

Suci berbalik dan membuka pintu, lalu segera keluar dari ruangan Rangga.

Rangga kembali duduk di kursi sambil terus mengusap wajahnya dengan kasar. Kalaupun dirinya benar-benar telah menghabiskan malam panas bersama dengan wanita itu, kenapa wanita itu sama sekali tidak menuntut agar Rangga bertanggung jawab atas hal yang ia lakukan.

Terlebih Ia tahu, Rangga adalah pemilik perusahaan Roti terbesar di Indonesia. Cabangnya sudah berada di setiap kota-kota besar di Indonesia. Atau, kemungkinan lain adalah wanita itu merupakan orang suruhan partner bisnis yang tidak menyukainya. Tapi, Rangga masih belum terlalu yakin.

Suci pun sebenarnya tidak ingin kembali masuk bekerja karena tubuhnya masih terasa sakit. Walaupun kecil kemungkinannya untuk bertemu dengan Rangga, Suci tetap bersikeras untuk tidak ke kantor hari ini. Namun, melihat kondisi Ayahnya kian memburuk, Suci tidak memiliki alasan untuk tidak masuk bekerja. Ia ingin sekali menemui atasannya untuk meminjam uang kantor, itu pun kalau diizinkan.

"Jangan bermimpi. Kau baru bekerja lima bulan, dan ingin meminjam uang kantor? Pergilah, urusanku bukan hanya sekedar mendengar keluh kesah mu!"

Suci bangkit dari tempat duduknya, hatinya begitu terluka mendapatkan perlakuan seperti itu dari atasannya. Wanita paruh baya itu terlihat sama sekali tidak mengasihi keadaan Suci.

'Jangan patah semangat, Suci! Ayolah, ini baru awal permulaannya. Pasti ada jalan sampai Ayah benar-benar mendapatkan uang untuk operasi.' Suci mengusap air matanya.

Waktu telah menunjukkan pukul setengah lima sore, Suci bersiap-siap untuk pulang ke rumahnya.

Saat berada di Lobi, Suci tak sengaja bertemu dengan Rangga yang terlihat baru saja keluar dari lift. Merasa tak nyaman, Suci mengalihkan pandangannya ke arah lain dan menundukkan kepalanya.

Rangga yang melihat itu, terlihat tak memperdulikan keberadaan Suci. Pria itu melangkah melewati tubuh Suci begitu saja tanpa memperdulikan ekspresi wajah takut pada wanita itu.

Suci kembali bernafas lega saat mengetahui tubuh Rangga telah menjauh dan keluar dari kantor. Setelah memastikan bahwa tidak ada Rangga, segera Suci melangkahkan kakinya keluar dari kantor.

Namun, Dada Suci kembali bergemuruh menahan air matanya agar tak tumpah saat ia melihat pemandangan tak semestinya ia lihat.

Suci kembali harus menahan nafas dan air matanya saat mendapati Rangga kembali menatap ke arahnya dan berjalan menghampiri dirinya. Entah mengapa, berada didekat pria itu membuat hati Suci kembali sakit dan tidak nyaman sama sekali.

"P-pak…" sapa Suci berusaha bersikap biasa saja.

Rangga hanya diam dan tak menjawab sapaan Suci.

"Hai, Suci. Maaf ya, semalam sudah membuatmu kerepotan."

Suci mengalihkan pandangannya ke arah pria yang berdiri di belakang Rangga. Benar saja, Pak Anton! Pria itu adalah orang yang meminta bantuan pada Suci agar mengantarkan Rangga ke rumahnya.

Rangga menghentikan langkahnya dan berbalik menatap ke arah Sahabatnya itu. Anton yang ditatap seperti itu, Seperti paham dengan situasinya.

"Dia adalah wanita yang mengantarkan dirimu pulang semalam. Perutku sakit dan aku meminta bantuannya."

Tak ingin menambah beban pikiran yang lebih banyak lagi, Suci memutuskan untuk meninggalkan kedua pria itu. Walaupun kesannya tidak sopan, tapi Suci tak ingin kembali mengingat kejadian itu. Sudah cukup banyak hal yang harus dilakukan, dan ia tak ingin menambah suasana hatinya semakin sakit karena obrolan Rangga dan Anton.

Melihat Kepergian Suci, Rangga hanya diam menatap kepergian wanita itu.

"Apa semalam aku mabuk?"

"Menurutmu?"

***

Keesokan harinya,

Suci harus kembali mengatur nafasnya saat akan memasuki kantor. Semenjak kejadian bangun dalam keadaan tidak wajar di kamar Rangga, Suci merasa semua kehidupannya berubah drastis. Ia berusaha mati-matian untuk tidak melakukan hal-hal yang berhubungan dengan Rangga. Salah satunya tidak menerima permintaan temannya untuk mengantarkan kopi ke ruangan Rangga.

"Ayolah Suci, sudah Beberapa kali kau menolak permintaanku ini. Kali ini, aku mohon." Ucap seorang teman kerjanya yang meminta agar Suci mengantarkan minuman pada Rangga.

Suci menghela nafas berat, rasanya tubuhnya terasa sakit. Padahal ia belum bertemu dengan Rangga, tapi sebagian tubuhnya sudah merasa tak enak saja.

Saat akan mengetuk pintu ruangan Rangga, Suci mendengar sebuah berdebatan antara Rangga dan Seseorang yang tidak Suci ketahui.

Merasa tak enak hati, Suci berinisiatif untuk meninggalkan ruangan Rangga. Tapi, saat akan berbalik Suci dikejutkan dengan kehadiran seseorang.

"Pak Anton?"

"Kopi untuk Rangga?

Suci mengangguk mengiyakan pertanyaan Anton.

"Ayo, masuk!"

Suci tersenyum getir menanggapi perkataan Anton. Dengan terpaksa, Suci mengikuti langkah kaki Anton masuk ke dalam ruangan Rangga.

Suci dapat melihat raut wajah Rangga terlihat begitu kesal dengan kedatangannya. Hal itu berbanding terbalik dengan sikap wanita paruh baya yang memperhatikan dirinya. Wanita itu terlihat tersenyum manis padanya.

"I-ini kopinya, pak." Tangan Suci serasa kebas saat meletakkan kopi di atas meja.

Tidak ada tanggapan dari Rangga. Pria itu nampak begitu acuh terhadap Suci. Merasa tak dibutuhkan lagi, Suci memutuskan untuk keluar.

"Ini sudah dingin." Rangga menyentuh sisi gelas yang diletakkan oleh Suci.

Suci mengerutkan keningnya dan menatap ke arah kopi yang tadi baru saja dibuat oleh rekan kerjanya.

"Ta-tapi, pak…"

"Buatkan aku yang baru."

Suci menghela nafas, ingin sekali menyela atau setidaknya menjawab. Tapi, ia hanyalah karyawan kecil yang tidak dapat berbuat banyak..

Dengan berat hati, Suci kembali mengambil kopi yang berada di atas meja.

Seperjalanan kembali ke ruang Rangga dengan membawa kopi yang Baru, Suci selalu menekan bibirnya ke dalam agar tidak mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas untuk atasannya itu. Seharusnya ia tidak mengiyakan keputusannya untuk bekerja di Kantor ini. Mungkin lebih baik, dirinya ikut Ibunya ke ibukota untuk mengadu nasibnya. Tapi, jika ia mengikuti langkah ibunya. Dengan siapa Ayahnya akan bertahan? Apa bedanya dirinya dengan ibunya yang telah pergi meninggalkan Ayahnya karena masalah finansial. Usaha kecil-kecilan yang dimiliki keluarnya telah bangkrut. Hal itu membuat Suci harus mencari pekerjaan dan memutuskan untuk tidak lanjut kuliah yang sudah dijalaninya selama satu semester.

"Maaf, Pak. Ini kopinya." Suci kembali meletakkan kopi hitam yang masih terlihat panas itu diatas meja kerja Rangga.

Rangga menatap ke arah Kopi tersebut dan mengisyaratkan agar Suci keluar dari ruangannya.

Suci Ingin berbalik dan keluar dari ruangan. Tapi, tiba-tiba saja muncul wajah ayahnya yang begitu kesakitan menahan rasa sakit yang beliau rasakan.

" Pak Rangga, Bolehkah, saya meminjam uang kantor?"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Tergoda Hasrat si Presdir Tampan   Bab 152 ( I Love You, My Presdir! )

    "Sepertinya, kita salah kamar."Rangga dan Joni saling tatap, lalu mengalihkan pandangannya pada Suci."Apa maksudmu, sayang?" tanya Rangga."Wanita itu, dia tidak mungkin Siska. wajahnya...sama sekali, tidak mirip dengan Siska. aku yak-""Maaf, tapi itulah Siska. wanita yang wajahnya rusak dan bertubuh kurus itu Siska." Potong Joni. Saat Suci akan mematahkan perkataan Joni, seorang dokter dan perawat datang menghampiri mereka."Siapa diantara kalian, yang bernama Rangga?" tanya dokter itu sambil tersenyum."Saya, dok. " Rangga maju selangkah, agar bisa lebih dekat dengan sang dokter bertubuh gempal itu."Saya harap, kedatangan anda bisa sedikit membantu kesembuhan Siska," Mendengar nama Siska disebut, Suci kembali menolehkan kepalanya pada kaca jendela ruangan itu.Suci kembali mendekatkan wajahnya pada kaca jendela ruangan itu. Berkali-kali ia menggelengkan kepalanya, air matanya menetes begitu saja tanpa dapat ia cegah. Siska yang dulu terlihat begitu cantik dengan wajah yang semp

  • Tergoda Hasrat si Presdir Tampan   Bab 151 ( Menemui Mantan)

    Sandi yang telah sepenuhnya pulih dari luka yang dideritanya, telah kembali ke rumah. Lebih tepatnya, rumah yang disediakan oleh Lestari. Ia begitu menjaga keamanan mantan sahabatnya itu, dari orang-orang yang bisa saja kembali akan melukainya."Bagaimana, sudah kau urus semuanya?"Joni mengangguk mengiyakan.Lestari mendesah lega, karena semua rencana yang telah ia rancang sudah mulai menemui titik terang."Baguslah, kalau begitu tugasmu kali ini adalah mengantarkan anak menantuku ke Rumah Sakit-""Anda serius?"potong Joni. Pria itu nampak menatap wajah majikannya itu begitu serius."Maaf, apabila tindakan saya tidak sopan. tapi, terlalu berisiko jika harus kembali mempertemukan Rangga dengan mantan kekasihnya itu. saya hanya kasihan pada Suci." Lanjutnya tanpa berani memandang wajah Lestari.wanita itu sempat ingin memprotes, namun hal itu urung ia ucapkan karena paham bahwa Joni sudah mengetahui seluk beluk tentang keluarganya.Joni bukan sekedar anak buah Lestari. Namun, pria itu

  • Tergoda Hasrat si Presdir Tampan   Bab 150 ( Sedikit Rasa Iba)

    Lestari menatap wajah Suci, sebenarnya ia tidak ingin menyakiti buah hatinya itu. Tapi, sebagai seorang wanita, Lestari tidak cukup kuat untuk menahan beban pikiran saat melihat penderitaan Siska.“Maafkan, ibu sayang. Ibu kasihan melihat keadaan Siska. Dia benar-benar membutuhkan bantuan kita. Ibu tahu, kau akan kembali terluka saat suamimu menolongnya. Tapi, ibu yakin kau akan merasa kasihan jika melihat keadaannya.”Suci mengalihkan pandangannya pada suaminya. Ia ingin melihat dan mendengar, apa yang akan diucapkan oleh Rangga. Suci ingin mendengar, jawaban yang akan keluar dari bibir pria itu.Rangga yang ditatap seperti itu, mengalihkan pandangannya. Ia tidak dapat langsung memberikan jawaban atas apa yang diinginkan oleh ibu mertuanya itu. Jujur saja, banyak hal yang dulu pernah ia alami bersama dengan Siska. Ia tidak menampik, bahwa kehadiran Siska dulu pernah mengisi ruang dalam hatinya.“Apa jawabanmu, mas?” Suci tidak dapat bersabar lagi. Ia tidak ingin menunggu lebih lama l

  • Tergoda Hasrat si Presdir Tampan   Bab 149 ( Permintaan Lestari)

    Rangga hanya diam menatap isi karung yang telah dibuang oleh seseorang di depan pagar rumahnya.“Apa kita laporkan ke polisi saja, mas?” tanya Suci saat melihat isi karung yang membuat perutnya bergejolak ingin muntah.“Tega sekali mereka,”“Hubungi Polisi, kita akan lihat apa yang sebenarnya mereka inginkan. Jangan-jangan ini perbuatan Anton.” Pikir Rangga dengan mata yang masih menatap tubuh anjing yang telah mati. Bukan hanya satu, melainkan tiga ekor anjing yang sudah tidak bernyawa.***Pemberitaan tentang Karung berisi anjing yang telah mati menjadi topik hangat untuk, dibicarakan diberbagai macam platform media elektronik. Keluarga Rangga kembali menjadi bulan-bulanan pembicaraan media sosial manapun. Hal itu, membuat pria itu kembali harus ekstra berhati-hati saat pergi ke suatu tempat, terutama untuk keselamatan Suci, istrinya.“Ini adalah hasil petisi tanda tangan para karyawan yang tidak menginginkan kehadiran mu, di kantor ini.” Anton membuka rapat koordinasi dengan para p

  • Tergoda Hasrat si Presdir Tampan   Bab 148 ( Kali Ini, Harus Berhasil!)

    "Apa kau mau aku pecat, hah! mengganggu saja!" ucap Rangga pada seorang wanita yang terlihat menundukkan kepalanya saat pintu kamar telah terbuka."Ma-maaf pak, tapi tadi ada mobil berhenti di depan gerbang. terus melemparkan sesuatu di dalam karung. penjaga di depan gerbang, tidak berani membukanya tanpa persetujuan anda." Jawab wanita itu.Rangga menggeleng, otaknya terasa ingin pecah. namun, ia berusaha untuk tetap tegar menghadapi kenyataan bahwa ada saja manusia yang mencoba untuk mengganggu waktunya."Baiklah, dengarkan aku baik-baik. biarkan karung itu ditempatnya, tunggu sampai aku turun ke bawah, yang terpenting. kamera pengawas sudah merekam aksi orang tersebut. mengerti?""Baik, pak. saya akan memberikan informasi ini pada para penjaga." wanita itu bergegas untuk pergi meninggalkan Rangga."Ada apa mas?" tanya Suci, saat Rangga kembali masuk.ke dalam kamar dan menutup pintu."Hanya masalah kecil, tapi mereka membesarkan semuanya."Rangga menatap tubuh Suci yang sudah terbal

  • Tergoda Hasrat si Presdir Tampan   Bab 147 ( Ada Pengganggu)

    Rangga masih belum beranjak dari tempat duduknya. pria itu terlihat kesal karena sudah mendapatkan penolakan mentah-mentah oleh Suci. wanita itu nampak lebih segar setelah keluar dari kamar mandi.Suci memang menolak berhubungan dengan Rangga. hal itu karena bagian bawah tubuhnya masih merasa sakit karena ulah Rangga saat di kantor tadi."Masih marah?" Rangga menatap dingin wanita cantik yang saat ini sedang menatapnya."Sayang..." Suci mendekat, duduk di samping pria yang masih menampilkan wajah enggannya.Rangga mendesah pasrah, ia tidak mungkin bisa terus-terusan marah pada istrinya itu."Aku kesal, tidak dapat menikmati makananku." Jawab Rangga dengan senyum liciknya."Jadi, kau pikir aku ini makanan?"Rangga tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan Istrinya itu.Suci terlihat sedikit terkejut, dengan respon yang diberikan oleh suaminya itu. setelah beberapa lama tidak melihat wajah Rangga yang tertawa lepas Seperti ini, rasanya hal ini begitu menakjubkan.Suci merengkuh tubuh

  • Tergoda Hasrat si Presdir Tampan   Bab 146 ( Diiringi dengan Hujan)

    Rangga mendekatkan wajahnya pada Suci, membuat wanita itu seketika mundur dan tidak dapat berbuat apa-apa karena kepalanya telah terpojok ke kaca jendela mobil."Mas, berhenti!"Rangga menghentikan gerakannya, alisnya terangkat satu. raut wajahnya terlihat agak kesal karena ucapan Suci."Mas, tolonglah. ini di jalanan, masa mau ciuman di dalam mobil?""Tidak ada yang salah, kita adalah suami istri yang sah!" Rangga terlihat kesal, pria itu kembali memperbaiki posisi duduknya pada kursi yang diduduki."Mas, jangan marah. dengarkan aku, setelah itu... terserah dirimu mau melakukan apa pun yang mas mau."Rangga menoleh, menatap wajah sang istri dengan senyum liciknya."Aku sempat menatap sorot mata Anton yang begitu kosong. apa mungkin selama ini Anton berpura-pura saja menjadi jahat?"Rangga semakin mengerutkan keningnya . ia masih merasa aneh dengan cara berpikir Suci. bagaimana bisa, apa motifnya?Rangga menggeleng, bentuk dari tidak setujunya ucapan yang baru saja Suci ucapkan."Tapi

  • Tergoda Hasrat si Presdir Tampan   Bab 145 ( Tatapan Mata yang Kosong)

    Suci sedang bersandar pada mobil, menunggu Rangga yang sedang mengambil kunci mobilnya yang tertinggal di ruangannya.“Suci?”Mendengar namanya dipanggil, Suci sedikit terkejut. Terlebih, ia mengenali suara itu. Walaupun ragu, Suci akhirnya menoleh . Karena tidak mungkin dirinya berpura-pura tidak mendengar sapaan itu. “Anton?”Pria itu menyunggingkan senyumnya. Seperti tidak terjadi apa-apa.“Pertemuan ini terasa canggung,” ujar Anton. Langkah kakinya semakin mendekat pada tubuh Suci.Suci berdehem beberapa kali, untuk menghilangkan rasa gugupnya.“Sebenarnya…hal ini tidak perlu terjadi. Aku, masih berharap agar kau tetap jadi asisten, mas Rangga.” Anton menghentikan langkahnya, tepat dihadapan Suci.Pria itu terlihat masih tersenyum menanggapi perkataan Suci. Namun, senyumannya justru membuat wanita cantik itu terlihat tidak suka. Lebih tepatnya, rasa takut yang terlihat jelas pada wajah Suci.“Kenapa ekspresi mu seperti itu? bukankah kita teman?”“Teman?”Anton mengangguk, mengiy

  • Tergoda Hasrat si Presdir Tampan   Bab 144 ( Tidak akan Kalah! )

    Setelah puas menikmati permainan singkat yang telah Rangga lakukan, Suci segera membasuh tubuhnya di toilet ruangan Rangga. Ia tidak ingin jika bertemu dengan karyawan di kantor ini, mereka dapat mencium aroma tubuh Rangga yang masih menempel pada tubuhnya.“Sudah?” tanya Rangga yang melihat tubuh istrinya itu baru keluar dari toilet.Suci mengangguk, lalu memilih untuk duduk di Sofa.Rangga dapat melihat bagaimana lelahnya sang istri setelah mendapatkan hukuman atas kesalahannya karena main kabur dari rumah. Namun, siapa sangka jika Suci tidak menyadari hal itu. Rangga memang sengaja akan mengerjai Suci di kantor, itulah sebabnya mengapa ia memilih untuk berangkat pagi-pagi sekali.“Mas, apa hari ini kau ada rapat?”Rangga mencoba untuk mengingat.“Hari ini tidak, tapi besok jam sebelas akan ada Rapat yang membahas soal petisi tanda tangan untuk aku dikeluarkan dari kantor ini, dan di pindahkan ke kantor cabang.” Jawab Rangga, wajahnya sama sekali tidak mengisyaratkan kesedihan. Pri

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status