Share

Bab 2 ( Membuang Harga Diri)

"Kenapa hanya diam?"

Kedua netra hitam dan coklat itu bertemu, dan Rangga dapat melihat raut wajah ketakutan dalam diri wanita yang saat ini berada di hadapannya.

"Keluar sekarang juga!" Ucap Rangga saat mendapati Suci hanya menggeleng tak mampu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh Rangga.

Suci berbalik dan membuka pintu, lalu segera keluar dari ruangan Rangga.

Rangga kembali duduk di kursi sambil terus mengusap wajahnya dengan kasar. Kalaupun dirinya benar-benar telah menghabiskan malam panas bersama dengan wanita itu, kenapa wanita itu sama sekali tidak menuntut agar Rangga bertanggung jawab atas hal yang ia lakukan.

Terlebih Ia tahu, Rangga adalah pemilik perusahaan Roti terbesar di Indonesia. Cabangnya sudah berada di setiap kota-kota besar di Indonesia. Atau, kemungkinan lain adalah wanita itu merupakan orang suruhan partner bisnis yang tidak menyukainya. Tapi, Rangga masih belum terlalu yakin.

Suci pun sebenarnya tidak ingin kembali masuk bekerja karena tubuhnya masih terasa sakit. Walaupun kecil kemungkinannya untuk bertemu dengan Rangga, Suci tetap bersikeras untuk tidak ke kantor hari ini. Namun, melihat kondisi Ayahnya kian memburuk, Suci tidak memiliki alasan untuk tidak masuk bekerja. Ia ingin sekali menemui atasannya untuk meminjam uang kantor, itu pun kalau diizinkan.

"Jangan bermimpi. Kau baru bekerja lima bulan, dan ingin meminjam uang kantor? Pergilah, urusanku bukan hanya sekedar mendengar keluh kesah mu!"

Suci bangkit dari tempat duduknya, hatinya begitu terluka mendapatkan perlakuan seperti itu dari atasannya. Wanita paruh baya itu terlihat sama sekali tidak mengasihi keadaan Suci.

'Jangan patah semangat, Suci! Ayolah, ini baru awal permulaannya. Pasti ada jalan sampai Ayah benar-benar mendapatkan uang untuk operasi.' Suci mengusap air matanya.

Waktu telah menunjukkan pukul setengah lima sore, Suci bersiap-siap untuk pulang ke rumahnya.

Saat berada di Lobi, Suci tak sengaja bertemu dengan Rangga yang terlihat baru saja keluar dari lift. Merasa tak nyaman, Suci mengalihkan pandangannya ke arah lain dan menundukkan kepalanya.

Rangga yang melihat itu, terlihat tak memperdulikan keberadaan Suci. Pria itu melangkah melewati tubuh Suci begitu saja tanpa memperdulikan ekspresi wajah takut pada wanita itu.

Suci kembali bernafas lega saat mengetahui tubuh Rangga telah menjauh dan keluar dari kantor. Setelah memastikan bahwa tidak ada Rangga, segera Suci melangkahkan kakinya keluar dari kantor.

Namun, Dada Suci kembali bergemuruh menahan air matanya agar tak tumpah saat ia melihat pemandangan tak semestinya ia lihat.

Suci kembali harus menahan nafas dan air matanya saat mendapati Rangga kembali menatap ke arahnya dan berjalan menghampiri dirinya. Entah mengapa, berada didekat pria itu membuat hati Suci kembali sakit dan tidak nyaman sama sekali.

"P-pak…" sapa Suci berusaha bersikap biasa saja.

Rangga hanya diam dan tak menjawab sapaan Suci.

"Hai, Suci. Maaf ya, semalam sudah membuatmu kerepotan."

Suci mengalihkan pandangannya ke arah pria yang berdiri di belakang Rangga. Benar saja, Pak Anton! Pria itu adalah orang yang meminta bantuan pada Suci agar mengantarkan Rangga ke rumahnya.

Rangga menghentikan langkahnya dan berbalik menatap ke arah Sahabatnya itu. Anton yang ditatap seperti itu, Seperti paham dengan situasinya.

"Dia adalah wanita yang mengantarkan dirimu pulang semalam. Perutku sakit dan aku meminta bantuannya."

Tak ingin menambah beban pikiran yang lebih banyak lagi, Suci memutuskan untuk meninggalkan kedua pria itu. Walaupun kesannya tidak sopan, tapi Suci tak ingin kembali mengingat kejadian itu. Sudah cukup banyak hal yang harus dilakukan, dan ia tak ingin menambah suasana hatinya semakin sakit karena obrolan Rangga dan Anton.

Melihat Kepergian Suci, Rangga hanya diam menatap kepergian wanita itu.

"Apa semalam aku mabuk?"

"Menurutmu?"

***

Keesokan harinya,

Suci harus kembali mengatur nafasnya saat akan memasuki kantor. Semenjak kejadian bangun dalam keadaan tidak wajar di kamar Rangga, Suci merasa semua kehidupannya berubah drastis. Ia berusaha mati-matian untuk tidak melakukan hal-hal yang berhubungan dengan Rangga. Salah satunya tidak menerima permintaan temannya untuk mengantarkan kopi ke ruangan Rangga.

"Ayolah Suci, sudah Beberapa kali kau menolak permintaanku ini. Kali ini, aku mohon." Ucap seorang teman kerjanya yang meminta agar Suci mengantarkan minuman pada Rangga.

Suci menghela nafas berat, rasanya tubuhnya terasa sakit. Padahal ia belum bertemu dengan Rangga, tapi sebagian tubuhnya sudah merasa tak enak saja.

Saat akan mengetuk pintu ruangan Rangga, Suci mendengar sebuah berdebatan antara Rangga dan Seseorang yang tidak Suci ketahui.

Merasa tak enak hati, Suci berinisiatif untuk meninggalkan ruangan Rangga. Tapi, saat akan berbalik Suci dikejutkan dengan kehadiran seseorang.

"Pak Anton?"

"Kopi untuk Rangga?

Suci mengangguk mengiyakan pertanyaan Anton.

"Ayo, masuk!"

Suci tersenyum getir menanggapi perkataan Anton. Dengan terpaksa, Suci mengikuti langkah kaki Anton masuk ke dalam ruangan Rangga.

Suci dapat melihat raut wajah Rangga terlihat begitu kesal dengan kedatangannya. Hal itu berbanding terbalik dengan sikap wanita paruh baya yang memperhatikan dirinya. Wanita itu terlihat tersenyum manis padanya.

"I-ini kopinya, pak." Tangan Suci serasa kebas saat meletakkan kopi di atas meja.

Tidak ada tanggapan dari Rangga. Pria itu nampak begitu acuh terhadap Suci. Merasa tak dibutuhkan lagi, Suci memutuskan untuk keluar.

"Ini sudah dingin." Rangga menyentuh sisi gelas yang diletakkan oleh Suci.

Suci mengerutkan keningnya dan menatap ke arah kopi yang tadi baru saja dibuat oleh rekan kerjanya.

"Ta-tapi, pak…"

"Buatkan aku yang baru."

Suci menghela nafas, ingin sekali menyela atau setidaknya menjawab. Tapi, ia hanyalah karyawan kecil yang tidak dapat berbuat banyak..

Dengan berat hati, Suci kembali mengambil kopi yang berada di atas meja.

Seperjalanan kembali ke ruang Rangga dengan membawa kopi yang Baru, Suci selalu menekan bibirnya ke dalam agar tidak mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas untuk atasannya itu. Seharusnya ia tidak mengiyakan keputusannya untuk bekerja di Kantor ini. Mungkin lebih baik, dirinya ikut Ibunya ke ibukota untuk mengadu nasibnya. Tapi, jika ia mengikuti langkah ibunya. Dengan siapa Ayahnya akan bertahan? Apa bedanya dirinya dengan ibunya yang telah pergi meninggalkan Ayahnya karena masalah finansial. Usaha kecil-kecilan yang dimiliki keluarnya telah bangkrut. Hal itu membuat Suci harus mencari pekerjaan dan memutuskan untuk tidak lanjut kuliah yang sudah dijalaninya selama satu semester.

"Maaf, Pak. Ini kopinya." Suci kembali meletakkan kopi hitam yang masih terlihat panas itu diatas meja kerja Rangga.

Rangga menatap ke arah Kopi tersebut dan mengisyaratkan agar Suci keluar dari ruangannya.

Suci Ingin berbalik dan keluar dari ruangan. Tapi, tiba-tiba saja muncul wajah ayahnya yang begitu kesakitan menahan rasa sakit yang beliau rasakan.

" Pak Rangga, Bolehkah, saya meminjam uang kantor?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status