Share

BELUM BUKA SEGEL

Author: LUFI
last update Last Updated: 2025-09-04 01:28:26

Ruang servis sepi. Hanya suara kipas angin tua yang berderit, menemani Nasrul yang duduk terpaku menatap monitor komputer rakitannya. Aplikasi tersembunyi yang ditanam pada ponsel Arum berhasil menyadap percakapan pribadi sepasang pengantin baru itu. “Sekarang aku bisa memasuki kehidupan pribadimu, Arum”. Ayo mulailah bercakap dengan suamimu!”. Kaki nasrul menghentak-hentak pelan ke lantai tanda tak sabar.

Jari-jarinya gemetar memegang mouse, tapi bukan karena takut ketahuan. Tapi perasaan yang tidak sederhana untuk dijelaskan. Merasa bersalah dengan Arum, Deni, lebih-lebih Ningsih istrinya, tapi nafsu terlanjur menguasai. “Seberapa besarkah dosaku melakukan ini?” batin Nasrul senang bercampur bimbang.

Ia mulai menggulir dengan sabar, menelusuri semua riwayat percakapan yang pernah terjadi antara Arum dan suaminya, sejak masa pacaran-tunangan-sampai setelah sah menjadi pasangan suami istri. Ketika sampai di lini masa pascapernikahan, Nasrul membuka pesan suara dari Deni. Dengan napas ditahan, ia menekan tombol play.

“Maafin aku ya sayang, cuma bisa sebentar di rumah untuk nemenin kamu. Aku janji ini kepergianku yang terakhir kali. Nanti kita akan selalu bersama… anggap saja aku sedang membangun bahtera yang megah untuk kita berlayar bahagia.”

Suara itu berat, penuh nada membujuk. Suara seorang pria yang berusaha terdengar gagah, meski di baliknya ada keraguan.

Nasrul mendengarkan sampai habis, lalu memejam. Tanpa sadar, ia sudah membayangkan apa yang terjadi sebelum sang suami mengirim pesan itu dari negeri jiran.

Sepekan lalu. Dua sejoli itu berbaring di ranjang pengantin mereka. Kotak-kotak kado masih menumpuk di sudut kamar, aroma bunga melati dari pelaminan bahkan masih samar-samar menempel di pakaian.

Arum merapatkan wajahnya ke dada Deni. “Berapa lama, Yang?” tanyanya lirih, penuh cemas.

“Tiga tahun,” jawab Deni, menelan ludah. “Sesuai kontrak kerja.”

“Tiga tahun?” Arum menatapnya tak percaya. Matanya berkaca-kaca, jemarinya menggenggam lengan suaminya erat-erat. “Kamu tega ninggalin aku selama itu?”

“Kalau melanggar kontrak, bisa kena denda, Yang. Puluhan juta.”

“Berapa?” suara Arum meninggi. “Kalau cuma tiga puluh juta, biar aku yang bayar! Tabunganku masih ada. Kalau kurang, motorku jual!”

Deni menghela napas. “Bukan cuma soal denda. Gajinya besar, Yang. Dua puluh juta per bulan, belum lembur. Aku cuma mikir masa depan kita. Nanti kamu juga yang merasakan hasilnya.”

“Tapi apa gunanya uang banyak kalau aku ditinggal sendirian?!” Arum menangis. “Kita bahkan belum sempat malam pertama. Kamu nggak takut kehilangan aku?”

Deni terdiam. Lalu, sambil berusaha tersenyum, ia menciumi pipi Arum. “Ya semoga besok haidmu berhenti. Kita masih bisa malam pertama sebelum aku berangkat.”

“Lalu kamu ninggalin aku begitu aja setelah merenggut kehormatanku?” Arum mencubit lengan dan pinggang suaminya berkali-kali, setengah marah setengah manja.

Deni hanya terkekeh, meski matanya tak mampu menyembunyikan kegelisahan.

Nasrul membuka matanya. Nafasnya tersengal, bukan karena larut dalam kesedihan Arum, tapi karena amarah bercampur hasrat yang makin menyesakkan dada.

“Bodoh sekali Deni. Wanita secantik itu kau tinggalkan hanya demi segepok uang”.

Ia menggulir mouse lagi, menemukan pesan teks lain.

“Maafin aku ya, sayang. Kita belum bisa malam pertama. Kamu sabar ya. Nanti kalau aku pulang, aku ajak kamu bulan madu ke Bali. Atau kemana aja kamu mau.”

Mata Nasrul membara. Bayangan Arum menangis di pelukan suaminya membanjiri pikirannya. Wajah cantik itu, tubuh yang hanya bisa ia lihat dari foto-foto terlarang di galeri tadi… semua seolah makin nyata.

“Aku bisa jadi tempatmu bersandar, Arum,” gumamnya pelan. “Aku yang seharusnya ada di sana, bukan dia.”

Ia merebahkan punggung di kursi, menatap langit-langit ruang servis yang mulai mengelupas. Detak jantungnya berdentum keras, seolah menyusun irama bagi sebuah rencana terlarang.

“Suaminya pergi tiga tahun. Tiga tahun! Itu bukan waktu sebentar. Dan dia meninggalkan Arum dalam keadaan seperti ini, penuh kecewa, penuh kesepian”.

Senyum tipis merayap di wajah Nasrul. Senyum yang lebih mirip seringai licik.

“Pintu itu terbuka lebar,” bisiknya. “Dan aku… siap melangkah masuk.”

Ia menyudahi mengintip percakapan dua sejoli yang dipisahkan jarak itu, Nasrul sekarang lebih leluasa mengakses semua fitur ponsel Arum dari komputernya berkat aplikasi setan yang sudah ditanamnya. “Maafkan aku Arum, aku mengobok-obok properti pribadimu, aku tak kuasa menahan gejolak di dada ini, bisa gila kalau tak kulampiaskan”. Batin nasrul coba mencari pembenaran.

Dengan aplikasi setan, Nasrul mulai uji coba mengakses satu persatu fitur, dimulai dari mengaktifkan kamera depan dan belakang tanpa bisa disadari oleh si pemilik ponsel. Tentu itu adalah aplikasi dan teknik terlarang yang hanya dikuasi oleh segelintir orang. 

“Ooh.. Arum wajahmu dari dekat sangat cantik dan mulus sekali, tanpa ada cacat sedikitpun” gumam Nasrul saat memandangi wajah Arum dari jarak kurang dari 10 senti dengan cara mengaktifkan kamera depan, sementara si pemilik HP sibuk skrol video tiktok sambil rebahan di kasur.

“Bodoh sekali kau Deni! Wajah secantik dan semulus ini kau tinggal pergi, kalau aku jadi kau sudah kuciumi dari malam sampai pagi”, gumam Nasrul 

Tak henti-hentinya mata tukang servis ponsel itu memandangi wajah Arum di monitor komputer jumbonya, tiba-tiba kamera menangkap pemandangan yang begitu indah bagi Nasrul. Arum mengubah posisi rebahannya jadi miring, baju tidur model chemise yang longgar tak mampu menyembunyikan isinya yang seketika mengintip keluar.

Nasrul kembali menggeleng-gelengkan kepalanya menahan hasrat yang sudah membuncah.

“Aku tak mengerti apa yang ada di dalam batok kepalamu Den! Kenapa tergesa-gesa untuk mengunjungi menara kembar di negeri sebarang, sementara ada menara kembar di rumahmu yang lebih indah, lebih hangat, dan sudah pasti halal".

Ia membanting punggung ke kursi. Nafas terengah, urat di leher menegang. Satu klik lagi, pikirnya. Satu klik, dan ia akan melangkah ke jurang yang dalam.

Tangannya menggantung di atas mouse. Cling! Notifikasi masuk di layar. Pesan baru dari Arum kepada suaminya muncul.

Nasrul mematung. Kalimat pertama muncul. Matanya melebar, jantungnya berdetak lebih kencang. Malam sepi itu terasa menahan napas bersamanya.

“Sekarang… aku tidak bisa mundur,” gumamnya, tangan gemetar, menatap layar, menunggu langkah selanjutnya yang bisa mengubah segalanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tergoda dengan Tetangga Daun Muda   PINTU ITU MULAI TERBUKA LEBAR

    Nasrul berdiri di depan rumah Arum, napasnya masih berat setelah berjalan cepat dari rumah sendiri. Pintu rumah tetangga itu terbuka setengah, tirai sedikit bergoyang diterpa angin malam. Hatinya berdebar.“Astaghfirullah… ini salah… tapi aku harus…” gumamnya lirih.Ia menatap ke dalam sebentar, melihat kamar Arum dari jauh. Tubuhnya yang tampak lelah masih terbaring di ranjang. Nasrul gamang. Langsung masuk? Tidak, itu terlalu jauh. Ia takut salah langkah, takut menimbulkan kesalahpahaman.Akhirnya, ia mengetuk pintu pelan. Satu ketukan. Dua ketukan. Lalu berulang kali, sambil sesekali memanggil:“Arum… Arum, kamu…?” suaranya bergetar.Hening sejenak. Napasnya tertahan, tangan masih di ambang pintu.“Arum… ini Mas Nasrul… pintu kamu… belum ditutup…”Tidak ada respons. Ia mengetuk lagi, kali ini sedikit lebih keras, tapi masih sopan. Suara ketukan bergema di lorong.Tiba-tiba, terdengar suara serak, setengah terbangun: “Eh… siapa…?” gumam Arum, suaranya masih berat dan tersendat.Pin

  • Tergoda dengan Tetangga Daun Muda   SELANGKAH LAGI MENUJU PENGHIANATAN?

    Malam ketiga datang lebih cepat dari yang dibayangkan Nasrul. Seharian ia sudah gelisah, bayangan Arum di layar komputer masih menari-nari di kepalanya.“Aku harus berhenti. Ini salah,” katanya berkali-kali sambil mengetuk-ngetuk meja kerja. Namun suara lain dalam dirinya justru membisik, “Sekali lagi saja… hanya melihat. Tidak lebih.”Begitu jam menunjukkan pukul sembilan malam, ia duduk di kursi kerjanya, menyalakan komputer. Aplikasi rahasia itu langsung terbuka, layar menyala dengan tampilan ponsel Arum.“Bismillah…” gumamnya, jemarinya bergetar menekan mouse.Ia membuka dashboard aplikasi, lalu matanya terbelalak. Ada menu baru yang sebelumnya belum pernah ia sentuh: akses CCTV. Rupanya dari ponsel Arum ia bisa menjebol akun keamanan rumah yang terhubung ke kamera-kamera.“Ya Allah… jadi bukan cuma HP-nya, tapi semua CCTV rumah juga bisa aku lihat?” suaranya tercekat. Ia menggigit bibir, mencoba menahan rasa bersalah. Namun rasa penasaran lebih kuat.Klik! Layar komputer berubah

  • Tergoda dengan Tetangga Daun Muda   MALAM KEDUA: GODAAN YANG SEMAKIN NYATA

    Tangannya menggantung di atas mouse. Cling! Notifikasi baru muncul di layar komputer. Mata Nasrul langsung melebar. Pesan dari Arum ke suaminya terpampang jelas di hadapan mata.“Mas… aku sudah tak tahan lagi… ingin dijamah…”Tubuh Nasrul kaku. Jantungnya berdetak tak karuan. “Astaghfirullah… apa yang dia tulis ini?” gumamnya, tangan gemetar di atas mouse. Ia menatap layar seakan tak percaya.Bayangan malam sebelumnya kembali terlintas. Ia sempat membaca potongan pesan dari Arum, tapi waktu sudah lewat tengah malam sehingga ia buru-buru mematikan komputer. “Dan sekarang… semua semakin jelas,” batinnya, menelan ludah.Rasa penasaran semakin menguasai. Dengan napas berat, ia menggeser kursornya, membuka percakapan lengkap. Chat Arum penuh dengan keluhan tentang sepinya rumah, rindunya pada suami, dan godaan yang kian tak terbendung.“Aku bosan sendirian… kamar ini terlalu sepi…” “Mas, cepat pulanglah… aku butuh kamu malam ini…”“Kenapa aku harus melihat ini… ini bukan urusanku,” gumamn

  • Tergoda dengan Tetangga Daun Muda   KEBAHAGIAAN YANG DISIA-SIAKAN?

    Komputer di ruang servis sudah dimatikan, tapi detak jantung Nasrul masih memburu. Notifikasi terakhir dari HP Arum masih menari di benaknya, memicu rasa bersalah sekaligus gairah yang sulit dipadamkan.“Cukup untuk malam ini,” gumamnya lirih. Ia melirik pintu kayu di samping meja. Pintu tembusan menuju rumah. Tangannya ragu sejenak, lalu menarik gagang. “Semoga Ning tidak curiga kalau aku terlalu lama di sini.Pintu ruang servis berderit pelan ketika Nasrul mendorongnya. Jam dinding di ruang tamu sudah menunjukkan pukul sebelas lewat lima menit. “Waduh, sudah jam sebelas lewat, jangan-jangan ibu negara ngambek nih” degup jantung Nasrul langsung mencelos. Ia tahu Ningsih hanya menoleransinya lembur sampai pukul sepuluh demi punya waktu untuk keluarga, karena seharian kerja di gerai hp besar yang ada di kota.Ia masuk kamar dengan langkah hati-hati. Ningsih sudah menunggu di ranjang, duduk dengan wajah setengah kesal, setengah manja. Rambut hitamnya tergerai menutupi pipi. “Mas, jam

  • Tergoda dengan Tetangga Daun Muda   BELUM BUKA SEGEL

    Ruang servis sepi. Hanya suara kipas angin tua yang berderit, menemani Nasrul yang duduk terpaku menatap monitor komputer rakitannya. Aplikasi tersembunyi yang ditanam pada ponsel Arum berhasil menyadap percakapan pribadi sepasang pengantin baru itu. “Sekarang aku bisa memasuki kehidupan pribadimu, Arum”. Ayo mulailah bercakap dengan suamimu!”. Kaki nasrul menghentak-hentak pelan ke lantai tanda tak sabar.Jari-jarinya gemetar memegang mouse, tapi bukan karena takut ketahuan. Tapi perasaan yang tidak sederhana untuk dijelaskan. Merasa bersalah dengan Arum, Deni, lebih-lebih Ningsih istrinya, tapi nafsu terlanjur menguasai. “Seberapa besarkah dosaku melakukan ini?” batin Nasrul senang bercampur bimbang.Ia mulai menggulir dengan sabar, menelusuri semua riwayat percakapan yang pernah terjadi antara Arum dan suaminya, sejak masa pacaran-tunangan-sampai setelah sah menjadi pasangan suami istri. Ketika sampai di lini masa pascapernikahan, Nasrul membuka pesan suara dari Deni. Dengan napas

  • Tergoda dengan Tetangga Daun Muda   RENCANA NAKAL

    Layar ponsel Arum menyala cerah seolah memberi permisi agar mulai dijamah, dan Nasrul seakan kehilangan napas. Awalnya niat hanya mengecek kerusakan aplikasi, tapi jemarinya malah berlabuh pada ikon galeri.“Buka sebentar saja nggak apa-apa, kan?” batinnya merayu pikirannya, atau malah sebaliknya batinnya yang justru digoda oleh pikiran nakalnya, ia mencoba bersikap tenang meski jantungnya sudah berpacu kencang.Gambar di awal biasa saja—makanan, artis K-Pop, screenshot baju-baju di marketplace–khas isi galeri ponsel para wanita. Ia hendak menutup, tapi rasa penasaran lebih kuat. Jempolnya menggulir cepat menyelam lebih dalam dan dalam lagi entah berharap menemukan apa.Lalu muncullah ratusan swafoto Arum. Senyum manis dengan jilbab rapi, gaya polos tanpa make-up. Hanya itu saja sudah cukup membuat dada Nasrul hangat. Namun makin digeser, foto-foto itu berubah. Arum tanpa jilbab, rambut hitamnya terurai panjang, kaos ketat membalut tubuh semampainya. Senyum tipis itu membuat Nasrul ta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status