Nasrul, Pria dengan keluarga bahagianya tiba-tiba bermain api dengan daun muda tetangga sebelah rumahnya sendiri. Arum sang pengantin baru yang belum terjamah oleh suaminya justru menyerahkan segalanya kepada pria yang 10 tahun lebih tua darinya. Gerhana cinta dalam rumah tangga pun tak terelakkan.
View More“Mas, kok melototin pengantin terus gak berkedip sih!”
Teguran dari sang istri membuat Nasrul tersentak. Pria berambut cepak berkemeja batik itu buru-buru mengalihkan pandangan dari pelaminan, jantungnya berdentum tak karuan.
“Eh, itu lho, Dek… suami si Arum kayak pernah lihat sebelumnya,” Jawab Nasrul sekenanya, coba memberi penjelasan kepada si istri yang tampak dilanda keheranan.
Ningsih, istrinya, yang masih menunjukkan raut penasaran pun langsung menimpali “Jelaslah, Mas. Waktu pacaran dulu dia rutin ke sini, lho. Sering banget apel ke rumah Arum, masa kamu lupa tow.”
“Oh, gitu ya…” Nasrul terkekeh canggung, meski matanya masih melirik sekilas ke arah pengantin wanita.
Ia mencoba terlihat biasa saja, tapi dalam hati kacau balau. Oh mai God, itu benar-benar Arum?
Bocah yang tumbuh kembangnya tak pernah ia perhatikan dengan seksama, kini berdiri anggun dengan gaun putih yang membalut tubuh semampainya. Senyum sumringah Arum seolah membuai seperti angin sepoi-sepoi.
Sehari-hari, penampilan Arum tergolong sederhana. Selalu berhijab saat keluar rumah, pakaian sopan, jarang sekali terlihat bermake up. Tak pernah sedikit pun Nasrul memandangi… hingga hari ini.
Di atas pelaminan, lekuk tubuh Arum tercetak jelas di balik gaun yang press body. Tinggi semampai, pinggang ramping, dan—Nasrul menelan ludah—aset di dadanya yang sulit diabaikan oleh semua mata kaum adam.
Seperti ini kah keindahan dirimu yang selama ini kau tutupi, Arum?, gumamnya dalam hati, sambil mengeratkan genggaman tangan di pahanya.
“Arum kelihatan cantik banget ya mas” Kata Ningsih sambil melirik wajah suaminya, “Eh iya, cuantik puol….mantaap!” Nasrul spontan menjawab.
“Dasar lelaki, lihat yang bening-bening pasti melotot” Arum mencubit pinggang suaminya.
“Apa karena melihat manten, jangan-jangan kepikiran mau kawin lagi kamu mas?” Ningsih menggoda
“Halah, satu aja nggak habis-habis lho” Nasrul mencubit pipi istrinya
Siang itu adalah resepsi pernikahan Arum. Nasrul dan Ningsih ikut menghadiri dan menyimak semua prosesi dari ijab qabul sampai foto-foto keluarga, mereka juga tengah antre untuk ambil bagian foto bersama mempelai.
Pucuk Dicinta Ulam Pun Tiba
“Mas, dicariin Arum nih!” teriak Ningsih dari arah dapur.
Suara itu samar terdengar di balik byar-byur guyuran air gayung. Nasrul berhenti sejenak, mencoba memastikan ia tak salah dengar.
Arum? Nyari aku? Nasrul bertanya-tanya dalam hati.
Ia buru-buru membilas tubuh dan keluar kamar mandi dengan jantung berdegup cepat.
“Siapa tadi, Dek yang nyariin?” tanyanya sambil mengeringkan rambut dengan handuk.
“Si Arum. Katanya mau benerin HP. Dia nungguin di teras,” jawab Ningsih tanpa menoleh, sibuk memasukkan cucian ke mesin cuci.
Oh mai God… akhirya bisa ketemu wanita yang bayangnya berhari-hari ini menghantui, batin Nasrul.
Perasaan aneh menyergap. Salting, gugup, persis seperti jomblo karatan yang pertama kali mau ketemu gebetan.
Ia ganti baju secepat kilat dan segera melangkah ke teras.
“Masss, tolong benerin HPku dong!”
Suara itu terdengar antusias saat Arum setengah berlari menghampirinya. Rambutnya tertutup hijab sederhana, wajah polos tanpa makeup, tapi tetap saja Nasrul merasa dada berdebar tak karuan.
Arum menyodorkan ponselnya sambil merajuk. “WAnya tiba-tiba nggak bisa dipakai, Mas. Kayak nggak konek internet, tolong benerin dong.”
“Lho, awalnya bagaimana kok bisa gitu?” Nasrul melontarkan pertanyaan basa-basi meskipun sebenarnya hampir tak mampu berkata-kata dihadapkan pesona Arum yang membuatnya hampir gila.
“Nggak tahu mas, siang tadi masih normal kok” jawab Arum pasrah.
Nasrul hanya butuh sekali lirikan untuk tahu letak masalahnya. Ia teknisi HP yang sudah belasan tahun kerja di kota.
Tapi entah kenapa, lidahnya justru berkata, “Wah, ini mesti dicek lama, Arum. Mungkin ada sistem yang error. Taruh sini aja, nanti kalo udah beres HPmu biar dianterin Mbak Ning, aku baru pulang kerja soalnya”
Raut wajah Arum seketika berubah kecewa, tadinya ia berharap HP akan langsung bisa kembali normal dalam beberapa menit di tangan Nasrul.
“Ya udah…, PIN-nya angka lima, lima kali ya, Mas.”
“Oke,” jawab Nasrul sambil pura-pura sibuk tap-tap layar ponsel itu.
Saat Arum berbalik pergi, senyum tipis Nasrul terbit. Akhirnya bisa cari tahu lebih banyak tentangmu
Ia segera mengunci pintu ruang kerjanya, jantungnya dagdigdug seperti baru saja mendapat emas permata tergeletak di jalan.
Masalah HP itu sepele. Kurang dari lima menit bisa beres. Tapi Nasrul tak segera memperbaikinya. Ia lebih tertarik menjelajah isi galeri ponsel milik Arum.
Jantungnya makin berdegup ketika mulai menggulir foto-foto. Awalnya hanya gambar biasa… lalu, ia menemukan satu video yang membuat napasnya tercekat.
Klik.
“Arum……………” bisiknya lirih, tak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat.
Nasrul berdiri di depan rumah Arum, napasnya masih berat setelah berjalan cepat dari rumah sendiri. Pintu rumah tetangga itu terbuka setengah, tirai sedikit bergoyang diterpa angin malam. Hatinya berdebar.“Astaghfirullah… ini salah… tapi aku harus…” gumamnya lirih.Ia menatap ke dalam sebentar, melihat kamar Arum dari jauh. Tubuhnya yang tampak lelah masih terbaring di ranjang. Nasrul gamang. Langsung masuk? Tidak, itu terlalu jauh. Ia takut salah langkah, takut menimbulkan kesalahpahaman.Akhirnya, ia mengetuk pintu pelan. Satu ketukan. Dua ketukan. Lalu berulang kali, sambil sesekali memanggil:“Arum… Arum, kamu…?” suaranya bergetar.Hening sejenak. Napasnya tertahan, tangan masih di ambang pintu.“Arum… ini Mas Nasrul… pintu kamu… belum ditutup…”Tidak ada respons. Ia mengetuk lagi, kali ini sedikit lebih keras, tapi masih sopan. Suara ketukan bergema di lorong.Tiba-tiba, terdengar suara serak, setengah terbangun: “Eh… siapa…?” gumam Arum, suaranya masih berat dan tersendat.Pin
Malam ketiga datang lebih cepat dari yang dibayangkan Nasrul. Seharian ia sudah gelisah, bayangan Arum di layar komputer masih menari-nari di kepalanya.“Aku harus berhenti. Ini salah,” katanya berkali-kali sambil mengetuk-ngetuk meja kerja. Namun suara lain dalam dirinya justru membisik, “Sekali lagi saja… hanya melihat. Tidak lebih.”Begitu jam menunjukkan pukul sembilan malam, ia duduk di kursi kerjanya, menyalakan komputer. Aplikasi rahasia itu langsung terbuka, layar menyala dengan tampilan ponsel Arum.“Bismillah…” gumamnya, jemarinya bergetar menekan mouse.Ia membuka dashboard aplikasi, lalu matanya terbelalak. Ada menu baru yang sebelumnya belum pernah ia sentuh: akses CCTV. Rupanya dari ponsel Arum ia bisa menjebol akun keamanan rumah yang terhubung ke kamera-kamera.“Ya Allah… jadi bukan cuma HP-nya, tapi semua CCTV rumah juga bisa aku lihat?” suaranya tercekat. Ia menggigit bibir, mencoba menahan rasa bersalah. Namun rasa penasaran lebih kuat.Klik! Layar komputer berubah
Tangannya menggantung di atas mouse. Cling! Notifikasi baru muncul di layar komputer. Mata Nasrul langsung melebar. Pesan dari Arum ke suaminya terpampang jelas di hadapan mata.“Mas… aku sudah tak tahan lagi… ingin dijamah…”Tubuh Nasrul kaku. Jantungnya berdetak tak karuan. “Astaghfirullah… apa yang dia tulis ini?” gumamnya, tangan gemetar di atas mouse. Ia menatap layar seakan tak percaya.Bayangan malam sebelumnya kembali terlintas. Ia sempat membaca potongan pesan dari Arum, tapi waktu sudah lewat tengah malam sehingga ia buru-buru mematikan komputer. “Dan sekarang… semua semakin jelas,” batinnya, menelan ludah.Rasa penasaran semakin menguasai. Dengan napas berat, ia menggeser kursornya, membuka percakapan lengkap. Chat Arum penuh dengan keluhan tentang sepinya rumah, rindunya pada suami, dan godaan yang kian tak terbendung.“Aku bosan sendirian… kamar ini terlalu sepi…” “Mas, cepat pulanglah… aku butuh kamu malam ini…”“Kenapa aku harus melihat ini… ini bukan urusanku,” gumamn
Komputer di ruang servis sudah dimatikan, tapi detak jantung Nasrul masih memburu. Notifikasi terakhir dari HP Arum masih menari di benaknya, memicu rasa bersalah sekaligus gairah yang sulit dipadamkan.“Cukup untuk malam ini,” gumamnya lirih. Ia melirik pintu kayu di samping meja. Pintu tembusan menuju rumah. Tangannya ragu sejenak, lalu menarik gagang. “Semoga Ning tidak curiga kalau aku terlalu lama di sini.Pintu ruang servis berderit pelan ketika Nasrul mendorongnya. Jam dinding di ruang tamu sudah menunjukkan pukul sebelas lewat lima menit. “Waduh, sudah jam sebelas lewat, jangan-jangan ibu negara ngambek nih” degup jantung Nasrul langsung mencelos. Ia tahu Ningsih hanya menoleransinya lembur sampai pukul sepuluh demi punya waktu untuk keluarga, karena seharian kerja di gerai hp besar yang ada di kota.Ia masuk kamar dengan langkah hati-hati. Ningsih sudah menunggu di ranjang, duduk dengan wajah setengah kesal, setengah manja. Rambut hitamnya tergerai menutupi pipi. “Mas, jam
Ruang servis sepi. Hanya suara kipas angin tua yang berderit, menemani Nasrul yang duduk terpaku menatap monitor komputer rakitannya. Aplikasi tersembunyi yang ditanam pada ponsel Arum berhasil menyadap percakapan pribadi sepasang pengantin baru itu. “Sekarang aku bisa memasuki kehidupan pribadimu, Arum”. Ayo mulailah bercakap dengan suamimu!”. Kaki nasrul menghentak-hentak pelan ke lantai tanda tak sabar.Jari-jarinya gemetar memegang mouse, tapi bukan karena takut ketahuan. Tapi perasaan yang tidak sederhana untuk dijelaskan. Merasa bersalah dengan Arum, Deni, lebih-lebih Ningsih istrinya, tapi nafsu terlanjur menguasai. “Seberapa besarkah dosaku melakukan ini?” batin Nasrul senang bercampur bimbang.Ia mulai menggulir dengan sabar, menelusuri semua riwayat percakapan yang pernah terjadi antara Arum dan suaminya, sejak masa pacaran-tunangan-sampai setelah sah menjadi pasangan suami istri. Ketika sampai di lini masa pascapernikahan, Nasrul membuka pesan suara dari Deni. Dengan napas
Layar ponsel Arum menyala cerah seolah memberi permisi agar mulai dijamah, dan Nasrul seakan kehilangan napas. Awalnya niat hanya mengecek kerusakan aplikasi, tapi jemarinya malah berlabuh pada ikon galeri.“Buka sebentar saja nggak apa-apa, kan?” batinnya merayu pikirannya, atau malah sebaliknya batinnya yang justru digoda oleh pikiran nakalnya, ia mencoba bersikap tenang meski jantungnya sudah berpacu kencang.Gambar di awal biasa saja—makanan, artis K-Pop, screenshot baju-baju di marketplace–khas isi galeri ponsel para wanita. Ia hendak menutup, tapi rasa penasaran lebih kuat. Jempolnya menggulir cepat menyelam lebih dalam dan dalam lagi entah berharap menemukan apa.Lalu muncullah ratusan swafoto Arum. Senyum manis dengan jilbab rapi, gaya polos tanpa make-up. Hanya itu saja sudah cukup membuat dada Nasrul hangat. Namun makin digeser, foto-foto itu berubah. Arum tanpa jilbab, rambut hitamnya terurai panjang, kaos ketat membalut tubuh semampainya. Senyum tipis itu membuat Nasrul ta
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments