Share

48

Penulis: Melyana_Arum
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-10 12:06:50

Hasilnya... Jingga bukan anak kandung Bu Hermina dan Pak Wiyoko.

Dia adalah anak dari Bibik Ningsih—adik Pak Wiyoko—yang sempat hamil dari hubungan terlarang dengan orang asing dan menitipkan bayinya kepada kakaknya.

Keluarga sempat terguncang, namun tidak ada penolakan. Justru lebih banyak air mata penerimaan. Tapi bagi Jingga, ini memecah identitasnya.

“Jadi, selama ini aku hanya titipan? Bahkan Langit merasa perlu menikahiku karena nama besar Dewangga?”

Langit justru menjawab tegas, “Aku mencintai hatimu, bukan silsilahmu. Tapi kalau kamu tak yakin... aku akan pergi, agar kamu bisa menemukannya sendiri.”

Sementara itu, Senja dan Rian memilih melakukan program adopsi terbuka. Mereka bertemu seorang gadis muda korban trafficking yang sedang hamil dan tidak ingin membesarkan anaknya. Proses ini membawa perubahan besar bagi mereka: dari ‘berharap menjadi orang tua’ menjadi menjadi
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif   54

    Saat senja turun, semua duduk mengelilingi Langit yang sudah tertidur di pelukan Narumi. Senja, Jingga, dan Nataya menyatukan tangan mereka di atas perut masing-masing. “Untuk anak-anak kita,” ucap Jingga. “Untuk masa depan yang kita bangun bersama,” tambah Senja. “Untuk cinta yang terus kami wariskan,” bisik Nataya. Dan di bawah langit jingga, tiga generasi bertemu—satu bayi telah lahir, dua dalam perjalanan, tapi hati mereka sudah saling terkait sejak kini. Selang waktu 5 hari antara kelahiran Senja dan Jingga. Kedua proses kelahiran terjadi saat malam hari, di bawah hujan gerimis dan angin lembut musim berganti Senja adalah yang pertama merasakan kontraksi hebat. Malam itu, sekitar pukul 01.47, dia menahan perutnya yang keras dan bergelombang. Rian, suaminya, panik bukan main. “Astaga… perutnya seperti tsunami, Sayang!” “Bukan tsunami, ini anak kita keluar!”

  • Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif   53

    Pagi yang sunyi berubah jadi saksi haru. Kabar kelahiran putra pertama Kaisar dan Narumi menyebar cepat. Tak lama, rumah sakit penuh dengan kerabat yang berlarian membawa bunga, boneka, dan air mata kebahagiaan. Pak Nusantara tidak langsung masuk ke kamar. Ia berdiri di lorong. Matanya menatap pintu ruangan bersalin dengan penuh haru. “Anak yang dulu kutemukan di depan rumah… kini jadi seorang ibu,” gumamnya, lirih. Bu Naomi mendekap lengannya, dan di situlah air matanya jatuh. Untuk pertama kalinya sejak sekian lama, Pak Nusantara menangis karena bahagia. Bu Prasasti dan Pak Bagus berdiri di sisi ranjang, memandangi Narumi dan cucu mereka. Narumi masih lemah, tapi senyumnya hangat. Di pelukannya, bayi lelaki mungil tertidur damai. “Dia mirip Kaisar waktu kecil,” komentar Pak Bagus. “Tapi matanya… mata Narumi,” sambung Bu Prasasti. Dewa berdiri tak jauh, tanga

  • Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif   52

    Namun… para suami tak rela ditinggal. Jadilah, Kaisar, Langit, dan Rian ikut dengan dalih, “Kami cuma supir… dan tukang angkut belanjaan.” Padahal wajah mereka panik tiap harga baju bayi ditunjuk. Narumi tergoda melihat jumper bayi bertuliskan “Future CEO”, langsung menatap Kaisar sambil berkata, “Kayak kamu dulu kecil, kan? Sombong sejak orok.” Kaisar cuma menghela napas sambil meraih lima buah sekaligus. “Beli semua motifnya, yaudah.” Jingga berfokus pada perlengkapan menyusui dan popok kain motif bunga. “Anakku harus tidur nyaman… Ini lucu ya, Langit?” Langit membalas, “Yang mana tadi? Aku bingung, semua sudah kamu masukin keranjang…” Senja histeris saat lihat boneka beruang setinggi dirinya. “Ini kado dari ibu untuk bayiku. WAJIB dibeli.” Rian nyaris tersedak lihat harganya. Tapi tetap bayar. Ketigany

  • Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif   51

    Para suami? Dibiarkan istirahat di paviliun sebelah. Hari ini, milik para ibu. Chef pribadi menyiapkan sarapan khusus, Smoothie mangga untuk Narumi. Croissant isi keju untuk Jingga. Bubur sumsum dengan gula merah cair untuk Senja. Narumi berseru sambil tertawa, “Bayiku hari ini ingin mewah.” Jingga mengusap perut, “Tolong ya, jangan minta es krim jam dua pagi lagi.” Senja memandangi mereka sambil tersenyum, “Ini waktu terbaik hidup kita, kan?” Malam harinya, mereka menyewa fotografer lokal. Tapi ide dadakan Senja, melukis perut masing-masing. Narumi menggambar bintang dan bulan. Jingga membuat gambar matahari kecil. Senja memilih bunga kamboja putih. Mereka berfoto dengan gaun putih longgar, di tengah taman penuh cahaya lampu-lampu gantung. Latar belakang: danau dan kabut tipis. “Kalau bayi kita lihat ini nanti, mereka tahu bahwa mereka datang dari cinta, buka

  • Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif   50

    Langit, yang dulu jarang ke dapur, kini jadi ahli bikin kue cubit setengah matang, gosong di pinggir, pakai meses dan keju. Tapi semua dicoba berkali-kali karena, “Ini terlalu empuk… ini gak gosong cukup... ini gosongnya bau minyak!” Akhirnya Langit mendatangi nenek Jingga di kampung dan belajar langsung. Kue cubit yang dibuat malam itu membuat Jingga menangis haru. “Rasanya... kayak pulang ke rumah.” Suatu malam, ketiganya berkumpul di ruang tengah. Narumi mengelus perutnya yang mulai menonjol. Senja mengusap punggung Narumi, dan Jingga membawa termos berisi minuman jahe. Mereka saling bertukar cerita soal mimpi, tentang calon anak, dan ketakutan yang mereka rasakan diam-diam. “Ngidam kita aneh ya…” “Tapi cinta suami kita lebih aneh mau nurutin semua.” Narumi tertawa. Senja tersenyum. Jingga mengangguk.

  • Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif   49

    Narumi memaafkan. Tapi tidak lupa. Dan karena itulah, cinta mereka tumbuh lebih kuat tidak lagi dibangun atas kebahagiaan semu, tapi atas kenyataan yang saling dihadapi. Jingga dan Senja, dua saudari ipar yang menikah lebih dulu dari Kaisar, selama bertahun-tahun menjalani kehidupan rumah tangga yang harmonis namun sepi dari tawa anak. Sudah lima tahun untuk Senja dan Rian, tujuh tahun untuk Jingga dan Langit. Tak terhitung doa, ikhtiar medis, pengobatan herbal, hingga pasrah yang akhirnya menjadi bahasa harian mereka. “Kadang aku merasa... mungkin memang bukan takdirku.” – Jingga, pada Narumi saat duduk berdua di pelaminan Kaisar. Narumi menggenggam tangannya, lembut, “Tapi kamu juga pernah berkata: kalau waktunya datang, kita gak akan sendirian. Kamu akan dikelilingi cinta.” Senja lebih dulu merasakan hal aneh — rasa mual, tubuh cepat lelah, dan siklus bulanan yang terlambat. Rian membujuknya unt

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status