Lelaki itu menyemburkan tawanya.
"Arjuna! Mau apa kamu? Sedang apa kamu di sini?!" tanya Masayu ketika orang itu melepaskan bekapan pada mulutnya. Tidak salah lagi, berarti orang yang menabrak mobil Bian tadi memang Arjuna. Masayu menatap curiga, apa jangan-jangan Arjuna sengaja membuntutinya?"Aku yang harusnya nanya, ngapain kamu di sini? Wajahmu agak pucat. Kamu sedang sakit?" Arjuna bermaksud menyentuh pipi gadis itu, tetapi segera ditepis oleh Masayu."Ck! Payah! Kamu sudah banyak berubah!" sungut Arjuna."Aku nggak punya banyak waktu meladeni kamu. Maaf, aku harus pergi sekarang!" Masayu lantas mengayun langkah.Akan tetapi, sebuah cekalan di lengan seketika membuat langkahnya terhenti. Arjuna kembali mendorong tubuh gadis itu dan menghimpitnya di dinding."Juna! Mau apa kamu, lepas!" Masayu meronta dengan posisi kedua tangan yang dicengkeram ke atas."Kamu banyak berubah, Yu. Kamu lupa siapa aku? Kamu lupa dulu kita seperti apa?" Arjuna membentak.Masayu tersenyum sinis."Aku nggak pernah lupa, wahai Arjuna. Bahkan ketika kamu menyakitiku dengan terang-terangan selingkuh sama Mita di depanku, aku masih ingat dengan jelas!" balasnya sengit."Ya, aku mengaku salah. Aku sangat menyesal soal itu. Maafkan aku, Yu. Bagaimana pun, kamu adalah wanita terbaik dalam hidupku, sejak dulu."Masayu mencibir dalam hati meski Arjuna memasang wajah iba. Bahkan ia merasa jijik ketika mantan kekasihnya itu mulai mendekatkan wajahnya dan menyatukan dahi mereka. Bergegas ia pun memalingkan muka."Jangan macam-macam denganku, Juna!" desisnya tak suka."Aku mohon, kembalilah padaku, Yu. Aku janji nggak akan mengecewakanmu. Aku janji akan menyayangimu setulus hatiku," rengek Arjuna. Namun, dibalas tatapan tajam oleh Masayu."Kamu tidak juga sadar, kah, kalau hati kamu itu nggak pernah tulus? Harusnya dulu aku mendengarkan apa yang dikatakan oleh almarhumah ibuku untuk nggak pacaran sama kamu, Juna. Sayang, saat itu telinga, mata, dan hatiku sedang dibutakan oleh yang namanya cinta." Masayu mendengus, tidak terpengaruh pada sorot wajah memelas sang mantan. "Dan ... kamu tahu ini apa?" Masayu menunjukkan cincin yang melingkar di jari manisnya.Mata yang semula sayu itu kini tampak memicing."Masayu ... kamu sudah ... menikah?" Terbata Arjuna bertanya.Masayu mengangguk. "Yap. Kamu terlambat, Arjuna. Aku sudah milik orang lain sekarang. Bahkan, jika takdir tidak membawaku kepada pernikahan pun aku tak kan sudi kembali sama kamu!""Kurang ajar! Sombong sekali kamu, hah!" Arjuna kembali mendesak tubuh Masayu, menguncinya dengan kedua tangan hingga tak dapat bergerak sama sekali."Akh, lep-pass, Arjunaaa!" Masayu memalingkan wajahnya berulang kali ketika pria itu hendak menciumnya.Beruntung, tepat pada saat itu ada seseorang yang masuk ke area toilet. Arjuna sontak menghentikan aksi gilanya. Hal itu jadi kesempatan emas bagi Masayu untuk segera kabur dari sana.Masayu terus berlari hingga napasnya tak beraturan. Berulang kali ia menoleh ke belakang demi memastikan Arjuna tidak mengejarnya."Dari mana saja kamu?!"Gadis itu tersentak setengah mati ketika Bian berhasil menangkapnya hingga jatuh ke dalam pelukan pria pemilik tubuh atletis itu."Eng ... dari ..." Ia tidak jadi melanjutkan kalimatnya. Hanya saja matanya berkali-kali menengok ke belakang."Kenapa berantakan sekali penampilanmu?" tanya Bian lagi sambil menatap curiga. Ia segera melepaskan sang gadis dari pelukannya."Ah, i-ini ... tadi ... Ayu ..." jawabnya gugup seraya merapikan rambutnya yang tampak sedikit awut-awutan. Sengaja ia menghindari tatapan suaminya yang sejak tadi memandangnya dengan sangat tajam."Abang udah selesai teleponnya? Kita pulang sekarang, kan?" Masayu lantas mengalihkan percakapan. Kemudian memilih menggigit bibir setelah tak kunjung mendapat jawaban dari sang suami. Sementara suaminya itu masih terus menatapnya dengan seksama dari ujung rambut sampai ujung kaki, seakan ingin mengulitinya hidup-hidup. "Ayu dari toilet tadi, Bang," celetuk Masayu akhirnya. Tak tahan mendapat serangan tatapan yang seakan menghunjamnya sejak tadi."Dari toilet kenapa berantakan sekali? Lagian, kenapa tadi kamu lari-lari?""Karena ... di toilet ... eng ... ada hantunya, Bang." Masayu terpaksa berbohong."Sangat tidak masuk di akal!" pungkas Bian datar seraya berlalu. Dengan tergesa Masayu mengikutinya. Lalu berhenti di apotik untuk menebus obat. Setelahnya mereka baru pulang ke rumah.Di dalam mobil pikiran Masayu terus berkecamuk lantaran pertemuan tak terduganya tadi dengan Arjuna. Antara lega bisa lepas dari pria itu tapi juga bertanya-tanya, mengapa Arjuna bisa ada di tempat yang sama dengannya? Sedang apa dia di situ? Lagi pula mengapa dirinya harus bertemu lagi dengan orang yang pernah menghianatinya? Di saat seperti ini pula, ketika ada suaminya. Bagaimana kalau Bian sampai memergokinya tadi?Masayu gemetar mengingat bagaimana Arjuna hendak melecehkannya tadi. Rasanya ia ingin menangis sekarang."Kamu kenapa?!"Masayu tersentak. Lalu menggeleng."Ng-gak apa-apa, Bang."Tiba-tiba Bian menghentikan laju mobilnya. Membuat Masayu makin terkejut dan menatap suaminya."Kamu aneh sejak tadi. Jujur! Ada apa sebenarnya?!" Bian setengah membentak agar gadis itu mau jujur. Tapi sia-sia.Lagi-lagi Masayu menggeleng. Ia coba menelan ludah berharap seluruh perasaan tidak enak yang terus menekannya bisa ikut tertelan.Tanpa ia kehendaki air matanya jatuh berlinangan. Melihat itu, Bian pun menarik napasnya dalam-dalam."Ayu pingin pulang," ucap Masayu lirih sambil menunduk."Okay!" sahut Bian setelah mengangguk pasrah.Mobil kembali melaju dengan keheningan yang diciptakan oleh keduanya.***Sesampainya di rumah, Herlina memberondong putranya dengan berbagai pertanyaan soal menantu kesayangannya. Dibuntutinya sang putra sampai masuk ke kamarnya."Bian, apa yang terjadi dengan istrimu?""Tidak ada. Memangnya ada apa, Ma?" tanya Bian sambil melepas sepatu."Wajahnya terlihat sedih, seperti habis menangis. Kamu tidak mengganggunya, kan?"Bian tertawa lirih. "Tidak lah. Bian mana berani mengganggu mantu Mama itu. Bian takut sama pawangnya.""Jangan ngejek Mama, Bian. Trus, soal obat itu, istrimu nggak kenapa-kenapa, kan?""Tidak, Ma. Asal rutinin aja minum obatnya.""Jadi ... istrimu nggak hamil?""Ada-ada saja, Mama, pertanyaannya.""Hmm, ya, sudah, Mama keluar dulu," ujar Herlina setelah menarik napas.Sepeninggal mamanya, Bian menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Merebahkan kepalanya dan mulai memejamkan mata. Alih-alih tertidur, justru pikirannya melayang pada Masayu.Sedetik kemudian, satu sudut bibirnya tertarik ke samping, menerbitkan seulas senyuman sinis.Kepalanya menggeleng berkali-kali sembari menyebutkan nama istrinya. Senyuman sinis itu pun berubah menjadi kekehan panjang.Di dalam kamar, tepatnya di atas bantal Masayu menumpahkan tangisnya. Terlampau porak-poranda hatinya sampai-sampai saat ibu mertuanya bertanya padanya sepulangnya ia dari rumah sakit tadi hanya mampu dijawabnya dengan anggukan saja. Tiba-tiba pintu kamarnya didorong dari luar. Ternyata Gita. Seperti biasa bocah kecil itu masuk dengan membawa selembar kertas bergambar di tangannya. Cepat-cepat Masayu mengusap air matanya."Bunda ...." "Iya, Sayang. Sini." Masayu mendudukkan Gita di pangkuannya, lantas melongok pada kertas yang dibawa oleh anak sambungnya itu. "Gita gambar apa?""Gambar Papa, Gita, Bang Genta, sama Bunda," sahut Gita menunjukkan hasil gambarnya."Wah, bagus sekali gambarnya. Anak pinter." "Bunda tadi nangis? Bunda lagi sedih, ya?" tanya Gita tiba-tiba. Anak itu memang kritis.Masayu mengelap lagi sisa air mata di pipinya, kemudian memaksa bibirnya untuk tersenyum."Nggak, kok, Sayang. Bunda kelilipan tadi.""Sini, Gita embusin biar nggak kelilipan lagi." Gita berdir
"Cuma apa, hah?!""Bian nggak gandeng siapa-siapa. Namanya juga gosip, Ma. Orang media apa saja bisa jadi berita, biar viral. Trus dapat duit," ucap Bian membela diri."Gosip itu timbul karena ada sebabnya, Bian. Mungkin karena kamu keseringan deket sama perempuan itu.""Bian cuma berteman, Ma. Itu pun tidak akrab karena baru kenal. Dia dokter, klien Bian yang ngenalin karena dikiranya Bian belum menikah.""Tuh, kan. Makanya Mama pingin supaya Masayu itu dikenalin ke publik. Jangan terus-terusan disembunyiin biar semua orang tau kalau kamu itu udah menikah. Apa kamu ada niat buat kawin lagi, Bian?" tuduh mamanya, membuat Bian akhirnya mendengkus kesal."Ya, sudah, terserah Mama. Mau besok atau sekarang acaranya Bian ngikut aja," sahut Bian pasrah yang kemudian disambut senyum kepuasan di wajah Herlina. Sementara Masayu sejak tadi hanya diam sembari menonton perdebatan seru antara ibu dan putranya. Dari situ dia mengetahui bahwa dari dulu Bian memang tidak pernah menginginkan pernikaha
Sambil bersenda gurau mereka menikmati menu serba panggang yang diolah dengan tangan sendiri. Beratapkan langit malam yang cerah dihiasi taburan bintang yang berkelip di sana-sini menambah kesan estetik bagi mereka dalam menghabiskan malam."Lezat sekali ayam bakar madumu, Yu. Persis seperti masakan ibumu," puji Helen."Ah, Kak Helen bisa aja. Jauh sekali kalau dibandingkan masakan ibuku," jawab Masayu merendah."Lihat itu, suamimu sangat lahap makan masakanmu." Helen menyenggol tangan Masayu. Gadis itu hanya tersenyum simpul melihat Bian makan dengan begitu lahapnya sampai agak belepotan. "Masayu, ambilkan suamimu tisu dan lap mulutnya. Lihat, saking sukanya dia dengan masakanmu makan sampai seperti bayi," kelakar Herlina. Masayu menurut, diambilnya selembar tisu lantas mulai mengelap mulut Bian dengan perlahan. Pria itu sampai berhenti mengunyah dan memilih menatap Masayu yang hanya memandang datar padanya. "Kamu ngantuk, Masayu?" tanya Herlina melihat wajah Masayu yang seperti l
'Nggak mungkin, aku pasti salah liat. Pasti gara-gara tadi aku lupa minum obat," batin Masayu sembari mengerjap-erjapkan matanya. Ditambah efek mengantuk juga karena semalam ia tidur menjelang pagi. Sampai kemudian ia tersentak ketika Bian menyenggol sikunya, memberi kode untuk bersalaman pada salah seorang tamu di depannya. "Ah, maaf." Masayu tersenyum sambil menjabat tangan tamu tersebut.Setelah orang itu pergi, Bian sedikit berbisik padanya."Ada apa? Mukamu pucat. Obatnya tidak diminum?"" Tebakan Bian benar."Iya, Ayu lupa karena tadi buru-buru.""Nanti Biar saya suruh Erik yang ambilkan obatnya."Gadis yang malam ini terlihat sangat cantik dengan balutan gaun yang terbuka pada bagian bahunya itu pun mengangguk. Dia lalu menengok lagi ke tempat tadi, orang itu sudah tidak ada. Masayu pun yakin jika dia hanya salah lihat. "Itu klien saya, kita temui dia." Tiba-tiba Bian merangkul pinggang ramping Masayu dan mengajaknya berjalan.Keduanya lantas menghampiri pria paruh baya yang t
"Ayu nggak bisa dansa. Abang sama yang lain aja," tolaknya.Dahi Bian sontak berkerut. "Apa? Dansa dengan yang lain? Apa maksudmu bicara begitu?" "Eng ... Maksudnya Ayu nggak bisa—"Lagi-lagi Ayu tak dapat berbuat banyak ketika tanpa aba-aba Bian langsung menarik tangannya menuju lantai dansa.Dengan sigap Bian mengatur posisi. Satu jemari Masayu berada dalam genggamannya, sementara jemari yang lain diletakkan di atas dada. Hanya dengan satu sentakan di pinggang rampingnya, Bian berhasil membuat tubuh istrinya itu menempel ke tubuhnya.Meski awalnya sulit, Masayu akhirnya bisa mengikuti gerakan Bian. Keduanya bergerak senada di bawah iringan musik yang mengalun pelan. Keduanya saling menatap dalam suasana temaram.'Kamu memang hebat, Bian!' bisik hati Masayu.Pria itu lantas tertawa kecil. Seolah dapat membaca pikiran istrinya dia lalu berucap, "Apa yang kamu pikirkan, Masayu?" Masayu membalas dengan senyuman samar. "Yang jelas tidak seperti yang Anda pikirkan!" Wow! Entah keberan
Dengan sekuat tenaga Masayu meronta di bawah kungkungan Arjuna. "Kebetulan sekali kamu di sini, Sayangku Masayu ...! "Aahh, tidak! Lepaskan aku, Arjuna! Tidak! Jangan ... aku tidak mau!" pekiknya parau ketika pria itu berusaha mencium wajahnya. Di sisa kesadarannya ia terus meronta dan meronta. Dirinya merasa heran karena seingatnya pintu sudah ia kunci, tapi kenapa Arjuna bisa masuk ke sini? Sungguh Masayu tak habis pikir.Dan Bian ...Masayu berharap agar suaminya itu segera datang untuk menolongnya."Bang ... tolong Ayu, Bang. Tolooongg ...!" rintihnya lemah hampir tak terdengar. Hingga akhirnya Masayu pasrah ketika dirasa perlawanannya sia-sia.Setelahnya, Masayu pun pingsan.***Ayu terjaga ketika sinar matahari yang masuk melalui celah jendela mengganggu tidurnya. Sepasang netranya sontak menyipit karena silau. Ia merasa sekujur badannya pegal dan tulang-tulangnya seolah patah.Hingga kemudian dia baru sadar jika sedang berbaring di kamarnya sendiri.Kamarnya sendiri?Bagaima
"Bagus, kan, Masayu?" tanya Herlina tiba-tiba."I-iya, Ma. Bagus." Entah foto mana yang dimaksud ibu mertuanya bagus, fotonya dengan Bian, atau foto perempuan itu?Tidak ada satu pun yang menyinggung perihal semalam, tak ada pula yang bertanya apapun tentang dirinya. Harusnya Masayu merasa lega. Namun, rasa ingin tahu yang tinggi seolah tak dapat ditutupi lagi.Masayu akhirnya memberanikan diri bertanya, saat ibu mertuanya itu sibuk membolak-balik lembaran album."Ma, Ayu boleh nanya sesuatu gak?""Boleh, mau nanya apa, Sayang?" sahut Herlina tanpa menoleh. "Semalam, siapa yang bawa Masayu pulang?" Bukannya menjawab, Herlina malah saling melempar pandang dengan Helen. Masayu tak sabar menunggu jawabannya."Bukannya kamu pulang dengan Bian semalam?" Herlina malah balik bertanya. Apa?Alis Masayu sontak menyatu. Dirinya benar-benar bingung mendengar pernyataan ibu mertuanya. "Masayu? Kau kenapa?" Herlina menatap Masayu lekat-lekat."Ah, ng-gak pa-pa, Ma. Ayu ... mungkin karena cuac
"Masayu, kamu jaga diri baik-baik di rumah, ya? Titip anak-anak. Kemungkinan Bian besok baru pulang." Dari jendela kaca mobil, Herlina berpesan. Masayu yang berdiri di sebelahnya kemudian mengangguk."Baik, Ma. Masayu pasti akan jaga anak-anak. Mama hati-hati di sana, dan selalu jaga kesehatan." Herlina kemudian berbisik padanya, "Oh, iya, Masayu. Jangan lupa untuk memakai pakaian 'dinas' kalau Bian pulang nanti."Masayu menyambut perkataan sang mertua dengan senyum malu di bibirnya. "Yu, saya sama anak-anak pamit dulu. Kapan-kapan kita jumpa lagi, ya?" Helen yang duduk di sebelah ibunya turut berpamitan."Iya, Kak. Salam untuk keluarga Kak Helen di sana, ya. Hati-hati semuanya." Masayu melambaikan tangan melepas kepergian kakak-kakak iparnya itu pulang ke Amerika. Sementara sang ibu mertua sengaja meminta ikut sebab ingin liburan di sana. "Yu, Masayu!" Tiba-tiba Bi Ijah memanggil dari dalam rumah."Iya, Bi. Ada apa?" sahutnya sambil bergegas menghampiri asisten rumah tangganya i