Menjadi putri Valerie tidak semudah yang terlihat. Eloise adalah anak yang tidak diinginkan. Valerie muda hamil saat masih di bangku sekolah, usianya masih sangat belia, 16 tahun. Valerie telah berkali-kali berusaha menggugurkan kandungan meski tidak berhasil. Charles Johnson, pacar yang menghamilinya, akhirnya bisa meyakinkan Valerie untuk menikah dan melahirkan putri pertama mereka, Eloise.
Pernikahan Charles dan Valerie kandas di tahun ke dua. Tanpa sadar Valerie membenci Eloise, melihat putrinya seperti melihat kegagalan masa mudanya, dan itu membekas hingga bertahun-tahun, meskipun akhirnya Valerie menikah untuk kedua kalinya dan dikaruniai seorang putri, ia tidak bisa benar-benar menyayangi Eloise. Perbedaan perlakuan antara Eloise dan putri keduanya, Jolie Madison sangat kentara. Perlakuan tak adil dari Valerie dan hinaan dari Jolie sudah menjadi konsumsi sehari-hari. Sepanjang siang hingga sore hari, Eloise membantu pelayan merawat tanaman di kebun bunga. Jika Valerie berada di mansion, Eloise lebih memilih untuk menghindari ibunya. Valerie selalu marah jika ia mendekat. Malam harinya, usai makan malam, Sebastian meminta Eloise menemuinya di ruang kerjanya yang terletak tepat di samping kamar tidur Sebastian. Eloise mengetuk pintu saat detik selanjutnya terdengar suara rendah Sebastian menyuruhnya masuk. Eloise masuk dengan ragu. Sebastian duduk di kursi kerjanya. Aura dingin pria itu terasa hingga Eloise merasa tubuhnya beku hanya dengan tatapan mata Sebastian. “Duduk,” perintah Sebastian. Eloise berjalan mendekat. Sebastian menyodorkan kertas di hadapannya saat ia telah duduk di depan pria itu. “Ini surat perjanjian pernikahan. Baca, tanyalah jika kau belum paham.” Eloise membaca poin demi poin isi surat perjanjian tersebut. Hal yang melegakan adalah pernikahan mereka hanya berlangsung selama satu tahun. Disebutkan pula selama itu, Eloise akan mendapat haknya sebagai istri berupa uang bulanan yang menurut Eloise nominalnya sangat fantastis. Tapi ada sesuatu yang memenuhi benaknya saat ini. “Apakah aku harus…” Eloise tampak gugup saat bertanya. Ia menatap Sebastian yang juga tengah menatapnya tajam. “apakah aku berkewajiban sebagai istri untuk melayanimu?” Pertanyaan yang ambigu. Eloise kehabisan kata untuk menjelaskan maksudnya. “Dalam hal apa?” tanya Sebastian. Eloise merasa wajahnya memanas menahan malu. “Maksudku, hubungan suami istri,” jawabnya lirih. “Seks?” Sebastian meyakinkan. Eloise mengangguk. Wajahnya tertunduk malu. “Kenapa?Kau tak pernah melakukan hubungan seks ?” Eloise mendongakkan wajah. “Tentu saja tidak pernah.” Sebastian tersenyum samar. Kejutan. Gadis bertubuh seksi di depannya ternyata masih perawan. “Jika kau tidak bersedia, aku tidak akan memaksa.” Eloise lega seketika. Hal yang ditakutkan tidak akan terjadi. Senyum samar menghias di bibir gadis itu. “Tanda tangani jika kamu setuju,” ucap Sebastian sembari mengeluarkan sebuah pena. Eloise membubuhkan tanda tangan di atas namanya. “Terima kasih,” ucapnya kemudian. “Untuk apa?” “Tidak memberitahu polisi tentang kejadian yang sebenarnya.” Sebastian tersenyum. “Asal kau menuruti permintaanku, aku akan diam. Dan rekaman CCTV di ruang kerja Jeff aman bersamaku.” Eloise tercengang. Ia tak menyangka ternyata ada CCTV di ruang kerja Jeff Barnard. Ia belum aman sepenuhnya dari jerat Sebastian. Ia masih memegang kendali atas dirinya. Eloise mengangguk dengan lemah. “Aku akan menurut, jangan khawatir.” “Bagus, itu akan lebih baik bagimu.” Eloise keluar dari ruang kerja Sebastian. Saat di ruang tengah menuju kamar tidurnya, ia berpapasan dengan Sean. “Aku benar-benar tak menyangka kau akan menikah dengan Sebastian,” ucap Sean menahan langkah Eloise. Eloise tersenyum kaku. Sean adalah pria yang hangat. Ia selalu bersikap baik pada Eloise, sempat dirinya berfikir Sean suka padanya, tapi ia segera mengenyahkan pikiran itu. Eloise merasa tidak semenarik itu hingga pria seperti Sean bisa menyukai gadis seperti dirinya. Sean meski tidak setampan Sebastian, tetapi memiliki pribadi yang disukai banyak orang. “Aku juga tidak menyangka akan menikah secepat ini, Sean.” “Apa kamu bahagia?” tanya Sean. Eloise terharu dengan pertanyaan Sean. Baru kali ini dalam hidupnya ada orang bertanya tentang perasaannya. Eloise tersenyum seraya mengangguk. “Ya.” “Aku lega mendengarnya. Aku tidak rela jika kamu menderita,” bisik Sean sebelum berlalu pergi. Dada Eloise berdegup kencang saat Sean melewatinya, saat dengan sengaja menyentuh lengannya. Eloise memejamkan mata, menahan air mata. Begitu mudahnya seseorang bisa meluluhkan hatinya. Hanya dengan perhatian seperti itu saja Eloise bisa merasa bahagia dan terharu. Tak banyak orang bersikap baik padanya. Sean adalah salah satu dari segelintir di antaranya.Suara mesin kopi di pantry Stratton Consulting mendengung pelan saat Jolie menuang cappuccino ke cangkir kertas. Kantor sudah mulai ramai, layar komputer menyala, suara tuts keyboard bercampur dengan dering telepon.Ia melirik jam, pukul 09.15. Hari baru, proyek baru, rutinitas yang mulai membuatnya terbiasa. Jolie kembali ke mejanya yang rapi, penuh dengan tumpukan laporan dan daftar tugas. Di layar, email dari klien AS menunggu balasan. Ia mulai mengetik, tapi pikirannya melayang pada percakapan kemarin di kafe, kata-kata Adrian yang masih terngiang. Penawaran kerja dari pria itu sedikit membuatnya bimbang. Tapi Jolie mencoba menepisnya. Stratton memang tidak membayar setinggi perusahaan Adrian, tapi di sini ia punya rekan kerja yang ramah, atasan yang suportif, dan jam kerja yang masih manusiawi. Setelah kegagalan pernikahan dengan Sean, kestabilan ini adalah obat yang ia butuhkan. Setidaknya, ia merasa mandiri dan berguna. Namun, saat rapat mingguan dimulai, saat rekan-rekannya
Hari Sabtu pagi di London dimulai dengan suara kereta overground yang bergemuruh dari kejauhan. Jolie bangun di ranjang sempit, cahaya matahari musim dingin menembus tirai tipis berwarna krem. Udara kamar sedikit lembap, dan ia meraih sweater tebal sebelum menyalakan ketel air untuk membuat teh. Ia menatap jam di dinding: pukul 7.30. Dulu, jam segini ia sudah berlari mengelilingi Regent’s Park, lalu sarapan di kafe mahal bersama teman-teman kampus. Pagi-pagi mereka diwarnai tawa dan rencana besar untuk menaklukkan dunia bisnis. Sekarang? Ia duduk sendirian di meja kecil, menyeruput teh murah yang rasanya terlalu pahit. Meski begitu, ada sesuatu yang mendorongnya untuk keluar. London bukan kota asing baginya, dan sebagian hatinya ingin membuktikan bahwa ia masih bisa berjalan di jalanan ini tanpa merasa kalah. Jolie memutuskan untuk pergi ke Marylebone, daerah yang dulu jadi titik favoritnya. Bus dua tingkat membawanya melintasi jalan-jalan penuh toko kecil dan rumah bata mera
Valerie menyukai apartemen yang dipilih Sebastian untuknya. Tidak terlalu besar tapi terkesan bersih dan mewah. Dan yang terpenting, Valerie tidak perlu lagi mengeluarkan uang untuk membayar gaji karyawan dan semua pengeluaran bulanan di mansion. Tanpa banyak drama dan keluhan, Valerie menyiapkan semua barangnya dan pindah di hari ketiga saat Sebastian telah melunasi harga apartemen dan mentransfer sejumlah besar uang sebagai harga saham yang dibelinya. Di hari Minggu, mereka tiba di mansion dengan barang bawaan yang cukup banyak. Paul menyambut majikan lamanya dengan suka cita. Pemilik sah dan pewaris Harold telah datang dan tinggal di mansion. "Selamat datang Tuan dan Nyonya Harold." Paul membuka pintu mansion lebar. "Terima kasih, Paul," ucap Sebastian dengan senyum. Rosa sangat bahagia kembali tinggal di mansion, bertemu kembali dengan teman-teman lamanya. "Terima kasih, Paul," kata Eloise. Mereka menempati kamar Sebastian yang telah kosong lama, sementara Ethan ting
Keesokan harinya, Valerie nekat menemui Sebastian di ruang kerja presdir. Siang sebelum istirahat makan siang, Valerie telah berada di depan pintu ruangan Sebastian, menunggu sekretaris pria itu menelepon atasannya dan mempersilahkan Valerie masuk. Sebastian duduk dengan arogansi yang selalu terlihat di setiap gestur tubuh nya. Setidaknya itu yang Valerie lihat pada Sebastian. "Ada apa, Valerie?" tanya Sebastian tak sabar seakan kedatangan wanita itu sangat mengganggunya. "Aku ingin menawarkan saham ku karena aku butuh dana untuk modal pengembangan butikku." Valerie enggan menjelaskan keadaan yang sebenarnya jika butiknya hampir bangkrut. Sebastian tampak mempertimbangkan ucapan Valerie. "Aku akan membelinya sedikit di atas harga pasar saat ini, bagaimana?"Valerie berseru gembira dalam hati. Ia tak bisa membayangkan berapa banyak kekayaan yang dimiliki pria itu hingga dengan mudahnya menyanggupi membeli saham miliknya. "Jadi kapan aku bisa mendapat uangnya?" tanya Valerie mendes
Sean berangkat ke Kansas setelah acara penyerahan jabatan. Sebastian berbicara dengan beberapa pemegang saham, menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar situasi di cabang Kansas, apakah harus dilakukan tindakan penutupan atau tidak. "Kita usahakan yang terbaik untuk meningkatkan penjualan di Kansas, beri kami waktu sampai akhir tahun." Sebastian berusaha meyakinkan. Setelah pembicaraan panjang dan melelahkan, akhirnya mereka sepakat menunggu hingga akhir tahun. Malam itu Sebastian pulang tepat waktu. Ia menyempatkan bermain dengan Ethan setelah beberapa kali dirinya pulang malam dan hanya bertemu saat hari libur. "Jagoan Papa." Sebastian mengangkat putranya tinggi membuat Ethan tertawa senang. Ethan memperlihatkan mainan barunya yang dibelikan Eloise tadi siang. Sementara itu Eloise tengah menyiapkan makan malam bersama Rosa dan sesekali tersenyum melihat Ethan dan Sebastian yang tampak sibuk bercengkrama bersama. Setelah makan malam dan menidurkan Ethan, Sebastian duduk di sofa me
"Aku ingin menyerahkan jabatanku." Sean berujar tanpa basa basi saat mereka telah duduk di sebuah coffe shop di sekitar gedung Olympic Corp. Sebastian menatap sekilas pada Sean seperti ucapan Sean tidak sungguh-sungguh. Ia kembali membalas pesan dari bawahannya yang menanyakan tentang jadwal rapat untuk besok. "Aku ingin fokus ke kantor cabang Kansas, jadi aku akan menetap di sana."Sebastian mengalihkan pandangan dari layar ponsel memperhatikan Sean. "Jangan melepas tanggung jawab setelah kau membuat kekacauan.""Aku tidak akan melepas tanggung jawab justru aku akan memperbaikinya. Tapi kurasa jabatan presdir memang bukan untukku, aku tak bisa hidup nyaman karena penuh tekanan," ucap Sean dengan senyum getir, "aku akan memulai menata hidupku di kota baru, semoga saja aku bisa memperbaiki kesalahanku."Sebastian terpekur lama. Memikirkan hal awal yang membuat dirinya harus melepaskan jabatan presdir dulu. "Aku melepas jabatan itu karena aku tak ingin rahasia video Eloise tersebar."