Share

Terjebak BossZone
Terjebak BossZone
Penulis: Anaa

CHAPTER 1: Kesekian Kalinya

Sudah sekitar dua jam yang lalu hujan mulai turun membasahi kota, namun tidak ada tanda-tanda jika hujan akan reda hingga sekarang. Nesa menatap restoran yang berada di depannya, cukup ramai pengunjung. Mungkin karena malam ini malam Minggu, jadi kebanyakan meja di tempati oleh sepasang kekasih. Hujan sedang mengguyur kota, jika bersama kekasih rasa dingin malam ini juga terasa hangat. Tangan Nesa terulur untuk mengambil tas yang ada di samping kursinya, mengeluarkan lipstick lalu mengoleskannya ke bibir, rambutnya yang semula dicepol asal kini sudah ia gerai. Setelah menghembuskan napas berat Nesa turun dari mobil, lalu berlari kecil untuk sampai di depan pintu restoran. Sebelum tangannya membuka pintu, ia lebih dulu mengusap-usap rok span putih juga blusnya yang sedikit basah karena terkena air hujan.

Kaki Nesa melangkah memasuki restoran, pandangannya ia edarkan ke setiap penjuru resto, tatapannya terhenti menatap lelaki yang juga sedang menatapnya sambil melambaikan tangan. Tampan, lelaki itu terlihat tampan. Sembari memuja lelaki itu di dalam hatinya, kaki Nesa kembali melangkah untuk menghampiri meja yang di tempati lelaki itu.

"Hai, Vanesa."

"Hai."

Mereka berdua saling menyapa, juga melemparkan senyum sambil berjabat tangan. Setelah Nesa melepaskan tangannya ia langsung dipersilahkan duduk oleh lelaki yang mengenakan kemeja berwarna navy itu.

"Maaf aku terlambat, kamu sudah menunggu lama?" tanya Nesa dengan rasa sesal.

"Tidak papa," jawabnya sambil tersenyum, tatapan mata lelaki itu sangat lembut bahkan Nesa sampai terpana melihatnya. "Kamu pasti sibuk sekali, di hari libur pun tetap bekerja," lanjutnya.

Nesa mengangguk. "Ada kolage bisnis yang minta dimajukan jadwal meetingnya karena beliau akan melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri."

"Menyenangkan bukan bekerja di salah satu perusahaan terbaik? Naratama Crop di bidang bisnis & property, apalagi posisi kamu menjadi sekretaris wakil direktur."

Lelaki di depan Nesa ini sedang memujinya 'kan? Tapi kenapa Nesa merasa tidak setuju dengan kalimat pertamanya. Menyenangkan? Tidak.

"Naratama medical center. Itu juga salah satu rumah sakit terbaik 'kan?"

Terdengar tawa kecil dari bibirnya juga angukkan kepala.

Nesa telat hampir tiga puluh menit dari waktu yang sudah mereka sepakati untuk bertemu. Bukan tanpa alasan kenapa Nesa datang terlambat, hal itu disebabkan karena bosnya. Sebenarnya meetingnya sudah selesai dari pukul tiga sore, tapi bosnya malah menambah pekerjaannya.

Dua orang pramusaji menyimpan pesanan yang sudah Erwin pesan. Nesa menatap berbinar makanan yang sudah ada di depan mejanya. Semuanya menu favorit yang selalu Nesa pesan jika mengunjungi resto ini. Tapi kenapa Erwin bisa tahu menu favoritnya?

"Risa memberitahu saya menu favorit kamu di restoran ini," tuturnya, tidak lupa dengan senyuman manis yang tidak pernah luntur dari bibirnya.

Padahal ini hal sepele bukan? Tapi kenapa itu sangat berdampak untuk hati Nesa. Benar-benar sangat berlebihan. Nesa mengulum bibir untuk menyembunyikan senyumannya. "Engg ... thanks."

Erwin Prasetya, lelaki yang berpropesi sebagai dokter saraf di rumah sakit Naratama medical center. Kemarin lusa, saat Nesa sedang makan siang ia menerima pesan dari Risa—salah satu sahabatnya. Ia mengatakan jika ada seseorang yang ingin menemuinya, dan dia adalah Erwin.

Siapa yang tidak ingin mempunyai menantu yang berprofesi sebagai dokter? Walaupun tidak semua tapi banyak bukan yang menginginkannya? Selain profesinya, Erwin juga mempunyai wajah tampan, kulitnya sawo matang dengan perawakan tinggi. Sepertinya Nesa harus membawa Erwin ke rumahnya, pasti ibunya akan senang dan menghentikan ceramahnya dengan topik yang selalu sama; 'Kapan Nesa akan memperkenalakan calon menantu?'

Tapi apakah tidak terburu-buru jika Nesa memperkenalkan Erwin kepada ibunya—maksudnya mereka baru bertemu sekarang, belum mengenal satu sama lain. Ah! Lagi-lagi Nesa perpikir terlalu jauh.

"Nadya, kamu sahabat dekatnya?"

Nesa yang sedang menikmati makanannya seketika langsung menatap tepat ke arah manik mata Erwin, Bahkan Nesa sampai berhenti mengunyah makanan yang ada di mulutnya.

"Bagaimana tipe lelaki yang Nadya sukai?" Erwin kembali bertanya, dengan mata yang berbinar.

Nesa menyimpan sendok yang sedang di pegangnya, lalu dia langsung meneguk minuman yang ada di hadapannya hingga menyisakkan setengah. Ia membuka tas yang ada di samping kursinya, mengambil handphone juga dompet yang berada di dalamnya.

Terdengar notif pesan dari handphone milik Erwin, lelaki itu mengernyit saat melihat layar handponenya, lalu menatap Nesa seperti meminta penjelasan.

"Sudah aku kirimkan dalam bentuk file, lelaki idaman Nadya, makanan favorit, hobi, kegiatan yang Nadya sukai, dan yang lain-lainnya. Sudah lengkap di sana, silahkan tinggal di unduh saja file nya!" jelas Nesa sambil menampilkan senyum lebarnya. Ia mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribuan dan menyimpannya di meja.

"Aku harus pergi, bos aku tiba-tiba ngehubungin." Setelah mengatakan itu ia buru-buru berdiri dari duduknya.

"Vanesa!"

Nesa mengabaikan panggilan Erwin , ia benar-benar pergi dari restoran itu. Senyum palsu yang tadi ia terbitkan di bibirnya kini sudah lenyap. Setelah memasuki mobil, dengan kasar ia mengosok-gosok bibirnya dengan tujuan untuk menghapus lipstick. Namun bukannya terhapus, lipstick itu malah menjadi belepotan di area dekat bibirnya.

"Sialan!"

"Oke! Vanesa tenang, ini bukan yang pertama kalinya, ini sudah biasa," ucapnya sambil mengusap dadanya lembut. Nesa melakukan itu dengan tujuan agar dadanya tidak merasakan sesak. Ia mencoba mengatur napasnya, menghirup beberapa detik lalu membuangnya perlahan.

Tidak! Itu tidak berhasil, dadanya masih terasa sesak. Benar, ini bukan yang pertama kalinya terjadi. Ada lelaki yang mengajak Nesa bertemu, jika kalian berpikir lelaki itu tertarik dengan Nesa kalian salah. Bukan tertarik kepada Nesa, tapi Nadya—sahabatnya. Nesa dan Nadya memang bersahabat sudah lama sekali, bahkan sebelum mereka berdua lahir, kedua orang tuanya sudah lebih dulu berteman.

kedua tangan Nesa digunakan untuk menyeka air mata yang ada di pipinya. Walaupun ini bukan yang pertama kali tapi rasanya tetap sama, kesal. Mungkin kalian berpikir ini hanya masalah sepele, ya ... Nesa juga berpikir yang sama. Entah Erwin ini lelaki ke berapa yang melakukan ini kepada Nesa. Nesa bahkan tidak mampu mengingat berapa jumlah lelaki yang akan menjadikan Nesa sebagai alat untuk mendapatkan hati Nadya.

"Kenapa aku harus nangis sih?" kesal Nesa di sela-sela tangisannya. Ia kesal kepada dirinya sendiri. Saat Nesa sedang bergelung dengan kekesalannya tiba-tiba ada notif pesan dari ponselnya.

"Aishh! Really?" Lagi-lagi Nesa menggerutu setelah membaca pesan dari ponselnya. Nesa melempar handphonenya ke kursi lalu ia mulai melajukan mobilnya. Hujan masih turun, bahkan turun lebih deras dari sebelumnya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status