Home / Romansa / Terjebak BossZone / CHAPTER 9: Hari Sial

Share

CHAPTER 9: Hari Sial

Author: Anaa
last update Last Updated: 2022-10-05 11:25:30

Nesa mengangguk-anggukkan kepalanya sambil terkekeh pelan, lambat laun suara kekehan itu menjadi tawa cukup kencang, dan beberapa detik setelahnya bibirnya cemberut dan meraung frustasi. Perempuan itu mengacak-acak rambutnya dengan kesal, beberapa orang yang melihat keadaan Nesa meringis ngeri, mungkin saja mereka mengira Nesa adalah orang gila.

Nesa sedang berada di jalanan trotoar hendak menuju ke unit apartemennya. 

Baiklah, kita ceritakan bagaimana awal mulanya Nesa pulang dengan keadaan jalan kaki seperti ini. Tadi, setelah semua pekerjaannya selesai Nesa bersiap akan pulang. Edgar awalnya mengajak Nesa untuk pulang bersama, namun tentu saja Nesa menolaknya, bahkan karena saking buru-burunya ingin pulang dan menghindari bosnya, Nesa sampai lupa membawa dompet. Nesa diturunkan oleh supir taxi karena Nesa mengaku jika dompetnya tertinggal di meja kerjanya, yang lebih parah adalah, baterai handphone Nesa habis, handphonenya mati total.

Pikirannya sedang kacau karena bosnya, ditambah dengan keadaanya sekarang benar-benar membuat Nesa terlihat sangat frustasi.

"Copet!"

"Tangkap dia, lelaki itu pencopet!"

Baru saja Nesa akan menengokkan wajahnya ke belakang karena mendengar suara keributan, ia dikejutkan dengan seorang lelaki yang berjalan cepat melewatinya, bahkan menarik tas milik Nesa. Kedua matanya sempat bertemu dengan manik mata lelaki itu.

Melihat Nesa yang hanya diam, bahkan tidak berteriak, padahal baru saja beberapa detik yang lalu si pencopet mengambil tasnya, membuat beberapa orang di sana keheranan. "Mbak! Tasnya di copet itu!" teriak salah seorang lelaki tua yang sedari tadi mengejar si pencopet.

Nesa hanya mengangkat bahunya pasrah. Kembali melangkah berjalan melewati trotoar, dengan wajah datar. Beberapa orang masih terlihat berlarian untuk mengejar si pencopet itu. Namun, Nesa—selaku salah satu korban berjalan santai melanjutkan langkahnya, masuk ke dalam gang sepi—menggunakan jalan tikus yang juga menjadi jalan alternatif agar cepat sampai apartemennya.

"Shh!" Nesa meringis, mencoba mengeluarkan hak heelsnya yang masuk ke dalam jalanan berlubang. Memejamkan matanya, menelan ludah, lalu menghela napasnya pelan. Yang paling menyebalkan adalah; jalanan berlubang itu terdapat genangan air kotor, bisa dibayangkan heelsnya bagaimana sekarang, 'kan? Perempuan itu kembali melangkah dengan menghentak-hentakkan kakinya karena sudah mulai kesal. Namun, lagi-lagi kesialan menimpa dirinya, sepatu heelsnya terkantuk batu—membuat Nesa kehilangan keseimbangan dan langsung terduduk di jalanan. "Arghh! Sepatu sialan!" teriak Nesa frustasi, ia menyelonjorkan kakinya sambil meraung kesal. "Tidakkah bisa hari ini berjalan dengan lancar!" jerit Nesa lagi, yang sudah menangis. Dengan cepat tangannya langsung melepas sepasang sepatu heels yang dipakainya, lalu melemparkannya ke sembarang arah.

"Bangsat!" Tidak! umpatan itu bukan berasal dari mulut Nesa, tapi dari seorang lelaki yang mendapat timpukkan sepatu heels dari Nesa. 

Nesa menghentikan acara menangisnya, mengedipkan matanya beberapa kali, dengan tujuan untuk menormalkan penglihatannya karena menangis sehingga matanya berkabut. Seorang lelaki dengan perawakan tinggi berjalan menghampirinya, memegang salah sepatu heels Nesa yang beberapa detik lalu baru saja mengenai wajahnya. Nesa menatap lelaki itu dengan tatapan sendu, bibirnya bergetar, dan beberapa detik setelahnya suara tangisan kembali terdengar, kali ini bahkan suaranya lebih keras dari sebelumnya.

Lelaki itu memperhatikan sekitar, lalu berdecak malas. "Gue bahkan belum nyentuh lo, tapi lo udah nangis kejer gitu, sinting! Lo yang salah karena nimpuk gue pake sepatu sialan ini kan, trus kenapa lo yang nangis, hah?!" bentaknya.

"Punya bos nyebelin, aku minta resign hari ini... tapi ... dia malah ngasih syarat gila sebelum aku resign. Trus tadi, mau pulang dompet aku ketinggalan di kantor... trus—" Nesa menjeda ucapannya karena perempuan itu sedang mengelap ingusnya. "Baterai handphone aku habis, mati total. Akhirnya aku di turunin sama supir taksinya di pinggir jalan... yang lebih parahnya lagi, tas aku dicopet, huaa...." Nesa benar-benar kacau sekarang.

Lelaki yang masih berdiri di dekat Nesa kembali mendelik malas. "Kayanya syarat resign lo udah terpenuhi, lo udah kaya orang gila sekarang!" katanya, lalu berjalan melewati Nesa yang masih terduduk di tanah begitu saja setelah melempar sepatu heels Nesa di sampingnya.

Nesa meredakan suara isak tangisnya, walaupun masih sesenggukkan ia kembali mencerna ucapan lelaki itu. "Gila... Gila?!" lirih Nesa dengan sangat pelan. Matanya langsung membelalak, menengokkan wajahnya, menatap lelaki itu yang sudah berjalan menjauh dengan tatapan sengit. "Ya! tarik kata-katamu itu! Siapa yang kamu sebut gila!" teriak Nesa kembali melemparkan sepatu heelsnya. Namun, sepatu itu meleset tidak mengenainya.

Nesa menghela napas, mengusap air matanya dengan cepat, lalu berdiri. Melangkah untuk mengambil heelsnya yang tergeletak di tanah, belum juga menyentuh heels itu, terdengar suara dari seseorang yang membuat Nesa mengurungkan niatnya. "Wah! Ada cewek nih."

Nesa perlahan memutar kepalanya untuk melihat siapa yang memanggil. Wajahnya mendadak pucat pasi, tiga orang lelaki sedang berjalan menghampiri tempatnya berpijak sekarang, dengan masih-masing satu lengan mereka memegang sebuah botol yang sudah pasti isi di dalamnya adalah minuman keras. Dengan perasaan takut, bahkan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, Nesa melangkah mundur dengan perlahan.

"Hei, mau kemana manis. Malem-malem lewat gang sepi, nggak takut ketemu orang jahat emang?" kata salah satu dari mereka yang mempunyai tubuh gempal dengan nada centilnya.

Hari ini benar-benar sial!

"Jangan macem-macem, saya teriak nih!" ancam Nesa dengan tubuh yang sudah bergetar takut. Bukannya menakuti para lelaki itu, justru Nesa yang terlihat ketakutan, membuat ketiga lelaki itu mengeluarkan suara gelak tawanya.

"Silahkan teriak nona manis...." goda lelaki bertubuh kurus.

"Najis!" setelah mengatakan itu, Nesa bisa melihat perubahan raut wajah dari ketiga lelaki di depannya. Celaka, ketiganya mempercepat langkanya, begitu juga Nesa yang bersiap akan berlari, namun seorang lelaki dari belakang merangkul bahunya. "Ipeh, gue bilang ikutin gue, lo malah tetep di sini!" Nesa cengo, lelaki yang beberapa menit lalu menyebut dirinya gila kembali, dan kali ini bahkan dia sudah merangkul bahu Nesa.

Merangkul?!

Nesa sudah akan protes, hendak menyingkirkan lengan lelaki itu. Namun, rangkulan lelaki itu malah semakin kencang. "Siapa nih? Cewek lo?" si lelaki berbadan gempal bertanya, membuat Nesa dengan cepat langsung menggelengkan kepalanya kuat.

"Hm." Lelaki itu hanya berdehem, membuat Nesa kembali merengut tidak suka. "Lagi ribut, dia suka nggak ngaku kalo gue pacarnya," lanjut lelaki itu enteng, lalu mengajak Nesa untuk berjalan meninggalkan tempat itu.

"Lepas!" ketus Nesa mendongak menatap lelaki di sampingnya dengan tatapan galak, dengan masih mencoba melepaskan diri dari rangkulannya.

"Gue lepasin lo!Tapi, jangan nyalahin gue kalau mereka ngapa-ngapain lo!" tekan si lelaki berhasil membuat Nesa yang sudah beberapa langkah menjauh, kini kembali menempel kepada lelaki itu.

Nesa merutuki dirinya sendiri, harusnya ia memang tidak usah mengambil jalan tikus sebagai jalan alternatif untuk menuju ke apartemennya, iya sih akan lebih cepat sampai, tapi ingatkan Nesa kembali jika sudah pasti jalan itu digunakan untuk beberapa orang jahat berkumpul.

Sebentar! Orang jahat?!

Nesa menghentikkan langkahnya, begitu juga dengan lelaki itu. Nesa perlahan mendongak menatap si lelaki, wajahnya terlihat seperti seorang preman, dengan kaos hitam melar, dipadukan dengan celana jeans sobek-sobek berwarna senada, juga gambar tato dengan berbagai bentuk yang Nesa tidak tahu pasti gambar apa itu tertempel di sebagian lengan kanan si lelaki.

Sebuah senyuman menyeringai menghiasi wajah si lelaki, detik itu juga jantung Nesa terasa berhenti berdetak. Lelaki itu bukan menyelematkannya... Nesa rasanya ingin kembali menangis. Bagaimana sekarang?

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nova Ugara
nesa......
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terjebak BossZone   Extra Chapter II (Kehidupan Bian)

    "Gue ngga perlu jelasin serinci mungkin, Nes. Suami lo jelas pasti tahu semuanya." Nesa menatap Edgar dengan kening mengernyit, seolah bertanya tentang kebenaran dari ucapan Bian. "Udah sih, gue ngga papa, ngga usah natap gue kasihan gitu!" katanya. Walaupun begitu tetap saja, ada perasaan aneh yang dirasakan oleh Nesa. Ini jelas berita besar—dan yang paling mengkhawatirkan adalah bagaimana perasaan Bian selama ini? Pasti lelaki itu sudah melalui banyak hari yang berat. "Sudah berapa bulan?" tanya Bian mempersilahkan Nesa untuk duduk. "Jalan enam bulan," jawab Nesa semangat, mencoba bersikap seperti biasanya. "Apa suami lo memperlakukan lo dengan baik?" Nesa mengangguk tanpa ragu. "Mas Edgar mencintai aku... sangat!" "Bagus! Kalau dia ngga memperlakukan lo dengan baik, mending sama gue aja." Nesa terkekeh pelan, menggeleng lalu memeluk perut Edgar yang sedari tadi masih berdiri di dekatnya. "Nanti Mas Edgar sendirian, kasian." Bian menatap Edgar dengan tatapan yang

  • Terjebak BossZone   Extra Chapter I (Ngidam & Bian)

    "Mas...." Edgar terlihat menghela napas, melepaskan perlahan tangan Nesa yang melingkar di lengannya. "Mas masih marah ya?" tanya Nesa memanyunkan bibirnya, kembali mencoba melingkarkan tangannya di lengan Edgar, walaupun suaminya itu kembali melepaskannya. "Iya maaf, ngga jadi Mas. Tadi aku cuman bercanda kok," lanjutnya. "Saya berangkat," katanya terkesan jutek walaupun sebelumnya mencium kening Nesa sebagai rutinitas wajib pagi mereka sebelum Edgar berangkat kerja. "Ah Mas Edgar...." Nesa kembali merengek, menghalang langkah suaminya. "Aku minta maaf, jangan marah." "Saya ada meeting Vanesa." "Tuh kan! Panggilan sayangnya mana?" Edgar kembali menghela napas pelan, menampilkan senyum yang sebenarnya tidak sampi hati itu. "Saya berangkat kerja ya, ada meeting pagi ini sayang," kata Edgar mengulang pernyataannya. Melingkarkan tangannya memeluk pinggang Edgar, Nesa mencium pipi kanan suaminya dengan lembut. "Aku beneran cuman bercanda tadi, jangan ngambek lagi yaa... dan semoga

  • Terjebak BossZone   Chapter 62: Private Beach (Ending)

    Nesa mengerjapkan matanya perlahan, bibirnya berdecak pelan ketika telinganya masih mendengar suara notifikasi alarm dengan volume yang bukan main kencangnya.Mencoba bangun dari tidurannya untuk mengambil ponsel, tetapi tubuhnya dipeluk erat oleh sang suami.Dengan perlahan ia mencoba melepaskan tangan Edgar yang melingkar di perutnya, setelah berhasil, ia bangun lalu berjalan mengitari ranjang untuk duduk di tepi kasur, mengambil ponsel Edgar yang masih mengeluarkan suara notifikasi alarm untuk mematikannya.Disya mengernyit ketika merasakan perbedaan dengan kamar yan ditempatinya, mendongak lalu kembali memperhatikan sekitaran kamar dengan cahaya remang."Sudah bangun, sayang?" tanya Edgar, kedua tangannya kembali memeluk perutnya erat.Nesa tersenyum kecil lalu mengusap lembut lengan Edgar yang melingkar di perutnya."Sudah, tumben banget pasang alarm pagi-pagi buta begini sih?""Biar ngga kesiangan.""Mau ke mana?""Lihat sunrise.""Huh?"Nesa ingat, semalam ia dan Edgar menghadi

  • Terjebak BossZone   Chapter 61: Sunrise Gagal

    Edgar menghentikan kegiatanya yang sedang berkutat dengan laptop, melirik Nesa yang sepertinya sangat fokus menatap handphone dengan kedua telinga yang disumpal earphone, keduanya duduk bersebelahan, tetapi sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Cup! Edgar mencuri satu ciuman di pipi kanan Nesa, yang jelas hal itu dilakukan untuk mendapat perhatian dari si perempuan. "Sedang menonton apa, fokus sekali?" Nesa sedikit terperanjat kaget, langsung mematikan layar handphone, menatap suaminya dengan senyum canggung sambil melepaskan earphone yang masih terpasang di telinganya. "Ngga ada apa-apa kok—aku ngga nonton apa-apa, Mas." Edgar mengernyit, reaksi Nesa terlihat berlebihan padahal dia hanya bertanya. Ditatap sebegitunya oleh Edgar jelas membuat Nesa ciut, seolah ia tidak akan pernah bisa berbohong kepada lelaki itu. "A—aku menonton video Sandi bernyanyi, aku ngga sengaja nyari, Mas, beneran. Tiba-tiba dia muncul di beranda sosial mediaku." "Mana lihat." Nesa kembali menyalakan

  • Terjebak BossZone   Chapter 60: Hubungan Sandi & Nadya

    "Masih main?" Sandi kembali menyesap batang nikotin yang ada di sela jarinya, lalu menggeleng pelan menjawab pertanyaan Edgar. Edgar mencebikkan bibirnya tidak percaya ketika lelaki yang duduk di sampingnya menjawab tidak pada pertanyaan yang sebelumnya diajukan. "Nadya juga tidak buruk mendesah dibawah saya, dan yang paling penting saya tidak perlu repot-repot memakai pengaman ketika bercinta—wah rasanya berkali-kali lipat lebih nikmat ternyata!" "Saya pernah bilang kan, apa enaknya bercinta menggunakan karet?" Sandi menyunggingkan senyum miring, kembali mengepulkan asap rokoknya ke udara, mendongak menatap ke atas lalu menghela napas berat. "Kamu menyesal melakukannya?" Edgar bisa melihat wajah Sandi sebenarnya sedang tidak baik-baik saja. Jelas ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman. "Hanya tidak menyangka akan sampai di titik ini." "Nesa tidak tahu kamu lelaki seperti apa. Jika dia tahu kamu sering bercinta dengan banyak perempuan jelas ia tidak akan setuju kamu bersama

  • Terjebak BossZone   Chapter 59: Kunjungan Ibu

    Jam dua siang mereka benar-benar baru meninggalkan kamar, itupun karena rasa lapar menghantui mereka. Jangan ditanya mereka melakukannya lagi atau tidak setelah membaca lembaran diary milik Nesa—tentu saja iya—maklum keduanya masih dimabuk cinta, kata Edgar ini adalah bentuk balas dendam karena selama hampir dua bulan resmi menikah mereka belum melakukannya. Beruntung Nesa mau melayaninya walaupun sembari merengek menangis. “Ih iya Mas aku lupa hari ini jadwal pemberangkatan Nadya lho,” kata Nesa ketika ia sedang fokus membuka handphonenya. “Jam berapa?” tanya Edgar. “Jam lima. Untung jam lima, jadi masih ada waktu buat ke sana,” kata Nesa mematikan layar handphonenya lalu menatap Edgar. “Aku ijin ketemu sama Nadya dulu ya Mas sebelum berangkat, ada Seruni juga kok, boleh?” Edgar mengangguk. “Sama saya.” “Oke!” Nesa kembali menampilkan senyum manisnya menatap Edgar, kembali melingkarkan kedua lengannya di leher Edgar—keduanya sedang menuruni tangga sekarang, hendak me

  • Terjebak BossZone   Chapter 58: Kemesraan

    "Hah....."Baik Nesa maupun Edgar sama-sama terengah. Nesa yang berada di atas tubuh Edgar sampai tumbang, jatuh memeluk tubuh suaminya erat, menenggelamkan wajahnya tepat di dada Edgar."Saya masih belum selesai," kata Edgar menampilkan smirknya, mengusap bagian atas rambut Nesa.Masih dalam posisi yang sama, Nesa menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu setelahnya mendongakkan wajahnya menatap manik sang suami. "Pak Edgar tadi janji hanya akan melakukannya satu kali," katanya dengan bibir yang ditekuk.Edgar mencubit pelan ujung hidung Nesa dengan gemas. "Ah! Kamu saja masih memanggil saya dengan sebutan Bapak. Bukankah sudah saya katakan akan menghukum kamu jika kembali mengatakan panggilan itu?"Nesa kembali memanyunkan bibirnya. "Justru kalau aku panggil selain itu, pasti akan terjadi ronde-ronde selanjutnya. Aku lelah—" Nesa menjeda ucapannya, kembali menenggelamkan wajahnya di permukaan dada suaminya. "Setelah melakukannya, aku ngantuk, mau tidur lagi...."Nesa dibawa berbaring di

  • Terjebak BossZone   Chapter 57: (Not) First Night

    Sesuai apa yang dikatakan oleh Nadya kemarin, mereka langsung merencenakan pertemuan dengan Seruni dan Risa, di kediaman Risa. Yang mana memang tujuan utamanya untuk memberi tahu jika Nadya akan pindah ke luar kota.Sekitar jam sepuluh Nesa pamit pada Edgar, lelaki itu tentu mengijinkan, bahkan mengantar Nesa ke kediaman Risa. Urusan mobil Nesa, masih berada di bengkel dan belum selesai diperbaiki, Edgar bahkan meminta untuk mengecek keadaan keseluruhan mobil.Sandi diminta untuk mengantarkan mobil milik Edgar yang berada di kediaman kedua orang tuanya. Hari ini memang masih hari libur, tentu saja Sandi menggerutu, ada banyak hal yang harus dibereskan untuk kepindahannya, nanti. Walaupun begitu Sandi tetap mengikuti perintah Edgar.Kemarin malam, tidak ada cara lain selain kembali ke tempat di mana mobil Nesa berada untuk mengambil kunci, kalau tidak seperti itu, bagaimana cara keduanya masuk ke dalam rumah.Edgar menyuruh Nesa untuk tetap menunggu di teras rumah, sedangkan dia sendir

  • Terjebak BossZone   Chapter 56: Hubungan Bian & Nesa

    Riuh tepuk tangan terdengar ketika lelaki yang menjadi pusat perhatian hampir seluruh pengunjung caffe selesai menyanyikan lau terakhirnya. Manik mata Edgar benar-benar tidak pernah lepas menatap ke arahnya, si lelaki yang ditatap juga jelas menatap ke arah Edgar—dari banyaknya pelanggan caffe, sosok Edgar tentu saja yang paling menarik perhatiannya. Bian turun dari atas panggung, setelah sebelumnya menyerahkan gitar yang tadi digunakan menjadi pengiring nyanyiannya kepada rekan bandnya, lalu melangkah menghampiri meja yang ditempati oleh Edgar. Tanpa meminta ijin, Bian langsung duduk tepat di hadapan Edgar. “Ada yang mau lo omongin sama gue?” tanya Bian to the point menatap tepat di manik matanya. Membenarkan posisi duduknya, lalu menyeruput minumam miliknya, Edgar mengangguk mengiyakan pertanyaan Bian. “Apa yang mau lo tanyain?” “Hubungan kamu dengan Vanesa.” “Apa lagi yang mau dijelasin. Nesa udah cerita sama lo kan, kalau kita udah ngga ada hubungan apa-apa.” “....” Edgar

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status