Share

Terjebak CEO Panas - Trapped by Hot CEO (Sexy Husband)
Terjebak CEO Panas - Trapped by Hot CEO (Sexy Husband)
Author: Luisana Zaffya

Part 1

Suara ketukan pintu yang keras membangunkan Jenna dari tidurnya yang baru saja terlelap. Jenna memaksa matanya terbuka. Menyalakan lampu nakas dan turun dari tempat tidur. Dalam perjalanannya menuju ruang tamu, ketukan keras itu berubah menjadi gedoran penuh ketidaksabaran.

“Siapa?” tanya Jenna dari dalam sebelum memutar kunci.

“Aku.”

Jenna mengenali suara familiar tersebut dan langsung membuka pintu. Ia terkejut menemukan kakak kembarnya muncul di depan pintu, di tengah malam seperti ini.

“Liora?” Jenna melihat tas bepergian kecil di tangan kanan wanita itu serta wajah kosong Liora. “Ada apa?”

Liora tak menjawab, wanita itu langsung memeluk Jenna. Ada kelegaan dan harapan yang tersirat di wajahnya yang tidak disadari oleh Jenna.

“Masuklah.” Jenna mengambil tas di tangan Liora dan membawa wanita itu masuk. “Kau ingin minum?”

Liora menggeleng. “Aku ingin bicara denganmu,” katanya dengan terburu dalam sekali tarikan napas.

Jenna tertegun sesaat. Mencermati mimik wajah sang kakak, yang memiliki wajah sama persis dengannya seperti bayangan cermin. Kakaknya tak lebih cantik darinya, tapi karena gaya polesan make up yang disukai Liora lebih berani dan gaya berpakaian sang kakak yang glamor. Mereka seperti berada di dunia yang berbeda.

Bagaimana tidak, kakaknya hidup di kota besar, dengan kekasih pemurah yang membiayai seluruh kesenangan Liora. Hidup di apartemen bergengsi di pusat kota yang dihadiahkan kekasih wanita itu. Liora tak perlu bekerja di perusahaan menengah dan harus lembur hingga malam seperti yang ia lakukan. Apalagi sebentar lagi kakak kembarnya itu akan menjadi nyonya Liora Lim. Hanya perlu menjentikkan tangan untuk setiap hal yang diinginkan.

Meskipun begitu, ia tak pernah menginginkan apa pun yang dimiliki oleh Liora. Di kota ini, hidupnya pun tak kalah membahagiakannya dengan Liora.

“Apakah begitu penting? Ini sudah tengah malam dan kau baru saja sampai dari perjalanan panjangmu.”

Liora menggeleng. “Aku tidak bisa menundanya. Kita harus bicara sekarang.”

Jenna diam, kemudian meletakkan tas kakaknya di sofa tunggal dan duduk di sofa panjang. Menatap Liora yang duduk lebih dulu di seberang meja.

“Bicaralah.”

Liora menatap wajah Jenna. Lama. Dalam keterdiaman terlihat jelas wanita itu mempertimbangkan sesuatu yang membuatnya berpikir keras.

Jenna menunggu.

Hening yang lama.

“Aku hamil,” aku Liora memecah keheningan.

Jenna tersentak pelan, matanya yang melebar tak bisa menahan dorongan pandangannya yang segera tertuju ke arah perut kakaknya. Terlihat masih rata, tapi ada nyawa di dalam sana. Well, ia bukanlah wanita yang menganggap hamil di luar pernikahan adalah hal yang tabu meskipun ia dan Liora terlahir dalam sebuah pernikahan yang sah dan bahagia. Pernah bahagia. Karena sekarang kedua orang tua mereka sudah bahagia sendiri di alam yang lain.

“Lalu?” Jenna bertanya tak mengerti. Sebentar lagi bukankah kakaknya itu akan menikah. Dan kehadiran anak dalam pernikahan mereka seharusnya adalah kabar bahagia untuk pasangan baru tersebut. Namun, raut tertekan yang menghiasi wajah Liora mau tak mau mengundang curiga bagi Jenna. Apa yang kakaknya khawatirkan?

“Ini bukan anak Jerome,” jawab Liora penuh keputusasaan.

Tenggorokan Jenna tersekat dan matanya nyaris melompat ke lantai. “Kau menyelingkuhinya?” jeritnya tak percaya bercampur kecewa.

Liora tak perlu mengangguk untuk menjawab pertanyaan Jenna.

“Kau memiliki kehidupan yang lebih segala-galanya dariku. Kemewahan, kekasih yang kaya raya dan mampu memenuhi segala keinginanmu. Apa kurangnya dia hingga kau berselingkuh?”

“Aku melakukan kesalahan,” jawabnya putus asa.

Jenna terdiam.

Kedua tangan Liora terus bergerak di pangkuan wanita itu. bergetar, mengetuk-ngetuk, dan wanita itu juga tak berhenti menggigit bibir bagian dalamnya.

“Apa Jerome tahu?”

Liora mengerjap dan menggeleng cepat.

“Apa kauyakin itu bukan anak Jerome?”

“Jerome tidak pernah menyentuhku. Dia tidak akan percaya kalau ini anaknya.”

“Dan kau memiliki kekasih yang baik. Aku kehilangan kata-kata untuk perbuatanmu, Liora.”

Liora melompat dari sofa dan bersimpuh di depan Jenna. Mengenggam kedua tangan adiknya. “Aku mohon. Tolong aku.”

“Apa yang harus kulakukan untuk menolongmu? Membantumu menjelaskan padanya? Atau bersujud di kakinya agar memaafkan pengkhianatan kakak tercintaku?” sengit Jenna.

“Kau. Dirimu. Gantikan aku untuk menikah dengan Jerome.”

Mulut Jenna terbuka lebar. Seakan kepala Liora tumbuh jadi dua tapi keduanya tak memiliki otak.

“Jerome pria yang baik dan lembut. Tapi dia bisa menjadi sangat mengerikan jika tahu aku telah mengkhianatinya. Dia .... dia ...” Bibir Liora bergetar hebat. “Dia mungkin bisa membunuhku.”

Jenna berdiri dan melepaskan tangan kakak kembarnya. “Dia mungkin akan kecewa, sakit hati, dan mengutukmu, Liora. Tapi tak mungkin membunuhmu. Kecuali dia kehilangan akal sehatnya.”

“Dia bisa. Kau tak mengenalnya, Jenna. Dia bisa berbuat lebih mengerikan, dia punya kekuasaan yang besar. Kau tak bisa membayangkan kekuasaannya di negeri ini sebesar apa.”

“Oke. Aku mengerti. Tapi dia tak mungkin merelakan semua kekuasaannya itu demi menjadi seorang pembunuh, kan.”

Liora seolah kehilang kata-kata untuk menjelaskan. “Dia bisa melakukannya tanpa menjadi pembunuh. Kau tak mengerti.”

Jenna berkerut kening.

“Atau ... atau mungkin dia akan membuangku ke tempat pelacuran.” Air mata Liora seketika memenuhi seluruh wajahnya. Kembali mendekati adiknya dan menggenggam tangannya. Penuh keputus-asaan dalam setiap lelehan air matanya. “Aku tidak ingin menjadu pelacur. Aku tidak ingin mati, Jenna. Tolong aku. Aku mohon tolong aku. Hanya kau satu-satunya yang bisa menyelamatkanku.”

Jenna menghela napasnya. Melepas genggaman tangan kakaknya dan meremas kedua pundak Liora untuk menenangkan kekalutan sang kakak. “Tenanglah.”

“Aku tidak bisa tenang,” tangis Liora mulai terdengar histeris. “Pernikahan ini tidak bisa dibatalkan. Setelah kami menikah dan dia tahu aku sedang hamil. Semuanya akan selesai. Aku benar-benar selesai.”

Jenna tak tahu harus berkata apa.

“Hidupku benar-benar selesai. Aku mohon selamatkan aku, Jenna.”

Jenna mendesah dengan permohonan kakaknya yang tak mungkin ia kabulkan, tapi bukan saat yang tepat untuk menolak dengan kekalutan dan keputus-asaan yang masih menyelimuti Liora. “Aku akan membantumu. Kita cari jalan keluarnya besok pagi. Sekarang sudah malam.”

“Kau berjanji akan menyelamatkan aku?” Liora memastikan.

“Tentu saja. Kau satu-satunya keluarga yang kumiliki di dunia ini.”

Liora terlihat sedikit lebih tenang meski wajahnya masih dipenuhi horor.

“Aku akan menyiapkan kamarmu. Pergilah ke kamar mandi untuk membersihkan diri,” ucap Jenna lembut.

Liora mengangguk patuh. Mengambil tas bepergiannya dan mengeluarkan sehelai pakaian.

***

Jenna baru saja merebahkan badannya dengan desah keras yang lolos dari kedua bibirnya ketika pintu kamarnya terbuka dan melihat Liora memeluk bantal di ambang pintu. “Ada apa?” tanyanya.

Liora berjalan mendekati ranjang. “Aku takut tidur sendirian. Bolehkah aku tidur di sini malam ini?”

Jenna menggeser tubuhnya. Tempat tidurnya tak cukup luas tapi muat untuk mereka berdua. Liora mengambil tangannya dan memeluknya. Ketakutan Liora  benar-benar kentara dan seluruh tubuh sang kakak bergetar dalam pelukannya.

“Apa kau memang begitu takut?”

Liora mengangguk dengan wajah yang masih sepucat kapas. “Dia orang yang mengerikan. Tak pernah mengampuni pengkhianat.”

“Bagaimana kau bisa mencintai orang seperti itu?”

“Aku tak tahu. Dia mendekatinya karena dia memang sangat menarik untuk dilewatkan begitu saja. Dia menyukaiku, memberiku segalanya, dan sangat memanjakanku. Tak ada wanita mana pun yang akan menolak perhatiannya di saat wanita manapun rela mengemis cintanya.”

“Dan kau menyelingkuhinya.”

“Terkadang dia begitu menakutkan. Dia bahkan pernah menghajar seorang pria hingga dirawat di rumah sakit selama sebulan hanya karena pria itu menyentuh tanganku di depannya.”

Jenna termangu. “Kauyakin dia bukan psikopat?”

“Tidak yakin.” Liora menggeleng pelan. “Dia begitu terobsesi denganku. Dia bilang wajahku mirip seseorang. Sepertinya ibunya.”

Kerutan muncul di kening Jenna karena kata sepertinya yang terdengar meragukan. Mereka nyaris menikah dalam beberapa hari, dan Liora tak tahu apa pun tentang ibu Jerome.

“Ibunya sudah meninggal, tapi aku belum pernah melihat fotonya. Di apartemennya ataupun di kantornya. Juga foto ayahnya. Dia sering menutup diri.”

“Dan sekarang kauingin orang semacam itu menjadi suamiku?”

Bibir Liora terkatup rapat. Tampak meragu tapi kemudian ia menguatkan hati, “Dia bisa menjadi sangat baik dan lembut. Dan dia sangat menyukaiku. Aku melakukan kesalah fatal yang tak akan mungkin bisa dia maafkan. Selebihnya, semuanya baik-baik saja.”

“Lalu bagaimana hubunganku dengan Juna?”

Liora kembali terdiam sesaat. “Apa kalian akan menikah?”

Jenna mengaku hubungan mereka belum sejauh itu. Pembicaraan tentang pernikahan pun belum pernah pria itu ungkit. Bahkan cenderung pria itu hindari. “Sebaiknya kita tidur. Kita bicarakan besok lagi.”

Liora tak berkata-kata lagi. Wanita itu mengangguk pelan dan memeluk lengan Jenna lebih erat sebelum memejamkan mata. Jenna yang merasa tak tega pun hanya membiarkannya saja.

***

Comments (8)
goodnovel comment avatar
Joston Parningotan Sihite
lanjut menyimak ...
goodnovel comment avatar
Mustakim Alzhwa
bagus lanjutin
goodnovel comment avatar
Idris
Ceritanya bikin penasaran akan kelanjutanya ......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status