Share

3. Inilah Saya

Penulis: Hakayi
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-06 04:38:51

Seperti itulah awal saya mengenal Andara. Sebenarnya saya berpikir ribuan kali untuk menulis kisah ini. Rasanya tak mungkin untuk membongkar semua kebodohan ini pada khalayak ramai, walau belum tentu juga ada yang mau membacanya, padahal saya sudah berusaha untuk menutupnya serapat-rapatnya pada orang-orang terdekat. Tapi pada akhirnya saya menemukan sebuah jawaban, kenapa kisah ini mesti saya tuliskan.

Ya, hari itu, di pinggir kali Ciliwung yang bau, saya berdiri merenung di sela aktivitas saya yang dikejar oleh deadline. Saat itu saya bertemu dengan orang gila yang penampilannya compang-camping. Rambutnya panjang acak-acakan, menggumpal dipenuhi kotoran debu - yang mungkin bersemayam di sana semenjak dia didiagnosis gila. Dia tersenyum pada saya. Senyum yang menakutkan. Saya langsung membuka tas dan mengambil sebuah roti dan sekotak susu sejuta umat dan memberikan padanya. Mungkin dia lapar dan menginginkan makanan dari saya. Dia menerimanya dengan senang lalu melahap rotinya dan meminum susu kotaknya dengan cepat seperti orang kelaparan. Lalu saya pergi meninggalkannya. Toh juga buat apa berlama-lama dengannya, diajak bicarapun pasti tidak akan nyambung.

Saya berjalan menyusuri sungai Ciliwung. Rupanya orang gila itu tadi mengikuti saya. Saya terkejut bercampur takut. Dari raut wajahnya, dia seperti menginginkan makanan tambahan dari saya.

"Nggak ada lagi. Sana pergi," pinta saya padanya.

Dia tidak mau pergi, malah tersenyum lalu berucap pada saya, "Hanya orang bodoh yang tidak tau terima kasih pada dunia. Dan hanya orang pelit yang tidak peduli pada orang lain."

Saya terkejut mendengar ucapannya itu. Seperti disindir. Tapi bagaimana mungkin orang gila bisa menyindir saya? Saya tidak percaya, dan bagaimana mungkin orang gila seperti dirinya bisa berucap sebijak itu? Jangan-jangan dia berpura-pura gila? Namun, setelah saya amati dirinya dengan seksama,  tak ada satupun tanda yang bisa saya baca kalau dia berpura-pura gila. Dia tertawa sendiri, kemudian sedih sendiri lalu bicara sendiri. Siapa pun yang melihatnya begitu pasti langsung menyadari kalau dia benar-benar orang gila. Akhirnya saya berpikir, mungkin dulunya dia orang bijak, dan ketika menjadi gila, kebijakannya masih bersemayam di otaknya, hanya kesadarannya saja yang hilang. Tiba-tiba saya mendekat ke orang gila itu dan mendadak ingin mengajukan sebuah pertanyaan. Mungkin dia bisa menjawab pertanyaan yang sedari tadi saya pikirkan.

"Apa yang harus saya lakukan? Saya mencintai seseorang, dia tidak mencintai saya, tapi saya rela bersamanya dari musim ke musim sampai dia memiliki tujuh mantan pacar?"

Dia tertawa lebih kencang dari yang tadi. Mungkin juga saya sudah menjadi gila telah melontarkan pertanyaan ini pada dirinya. Setelah dia selesai tertawa, dia berucap pada saya, "Bersyukurlah jika memiliki satu kesempatan yang berharga. Jadikan itu pelajaran untuk semesta agar tidak ada orang-orang yang menjadi bodoh seperti dirimu."

Saya tercengang mendengar jawaban orang gila itu. Tanpa saya sadari, ternyata sejak dari tadi ada tiga anak kecil yang memperhatikan kami ; satu perempuan yang rambutnya dikepang dan dua lelaki dekil yang seperti tiga hari tidak mandi. Ketiga anak kecil itu meneriaki orang gila di hadapan saya.

“Orang gila! Orang gila! Orang gila!”

Setelah saya sadar kalau mereka bukan hanya meneriaki orang gila di hadapan saya saja, melainkan meneriaki saya juga, saya jadi kaget dan langsung kabur dari sana. Saya tidak gila. Mungkin mereka menganggap saya gila karena melihat saya tadi yang berdiskusi dengan orang gila itu. Dan perlu diketahui bahwa kelak, orang gila ini tak akan menjadi tokoh penting dalam kisah ini.

Sejak hari itu, saya berpikir untuk menulis kisah ini, mungkin kisah ini akan menjadi pelajaran untuk mereka-mereka yang sama-sama bodohnya dengan saya. Atau minimal bisa menjadi penghibur di waktu luang bagi mereka-mereka yang tidak ada kaitannya dengan kebodohan saya. Dan akan menjadi pelajaran berharga bagi mereka yang suka mengumpulkan kata-kata bijak dan mempostingnya di sosial media. Entahlah.

***

Sebelum saya membongkar semua kenangan saya bersama Andara, ijinkan saya untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu. Agar lebih mengenal saya. Nama saya Tarwan. Saya lelaki. Tidak tampan, tapi juga tidak jelek. Saya mahir berbahasa Inggris. Saya penulis. Ya, dulu saya berhasil menerbitkan novel dan dijual di toko buku nasional di seluruh Indonesia, akan tetapi novel itu tidak laku di pasaran. Cerpen-cerpen saya pun hanya bisa diterima oleh koran-koran lokal yang tidak berbayar. Hingga sekarang, tak ada satupun media nasional yang memuatnya. Malang sekali, bukan?

Keluarga saya cukup kaya raya. Ini bukan karena saya sombong, tapi karena saya harus mengenalkan diri, saya harus jujur tentang diri saya. Ya, ayah saya seorang pengusaha. Ibu saya seorang ibu sosialita yang banyak menghabiskan uang ayah semena-mena. Dua kakak lelaki saya juga seorang pengusaha. Adik perempuan saya masih SMA dan akan dipersiapkan ayah menjadi pengusaha juga. Kami semua keturunan sunda, lebih tetapnya dari kota Bogor. Hanya saya yang menderita, hidup di sebuah kost-kostan kecil di dekat sungai Ciliwung yang membelah kota Jakarta. Mungkin kalian heran mengapa saya menderita?

Ya, ini dikarenakan saya tidak memiliki visi misi yang sama dengan keluarga besar saya. Sejak kecil saya sangat menyukai sastra, bahkan saat ayah menguliahkan saya pun, saya malah sering bolos dan diam-diam menggeluti dunia sastra secara otodidak. Kalau saja ayah mau menguliahkan saya di jurusan sastra, mungkin saya akan kuliah dengan baik dan benar. Bahkan saya jamin akan menjadi mahasiwa yang berprestasi dan membanggakan. Jurusan ekonomi di sebuah universitas ternama membuat saya menderita. Saya tidak menyukainya. Bukan berarti saya tidak mau menjadi pengusaha, tapi saya ingin bisa melakukan hal berguna di bidang yang memang saya sukai.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ar_key
semangat berjuang brow
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Terjebak Cinta Artis Tenar   40. Akhir Bahagia

    DUA TAHUN KEMUDIANHampir dua tahun lebih saya kuliah di di Inggris. Saya akhirnya pulang ke Jakarta setelah mendapat undangan pernikahan dari Andara dan Raka.Di sebuah gedung megah. Acara resepsi pernikahan itu sedang berlangsung. Tamu undangan dari kalangan artis banyak yang sudah datang. Andara dan Raka tengah bersanding mengenakan gaun pengantin dari perancang terkenal. Saya tahu itu karena saya selalu mengikuti berita-berita gosipnya di channel televisi Indonesia yang saya bisa saksikan melalui dunia internet.Saya datang ke pernikahan itu membawa keluarga saya ; ayah, ibu, dua kakak saya yang masih belum nikah-nikah juga dan adik bungsu kesayangan saya ; Shasa.Ayah mengajak saya untuk pergi ke pelaminan. Sementara saya masih menunggu seseorang. Seseorang yang diinginkan Andara agar saya membawanya ke acara resepsi pernikahannya itu."Ayok." Desak ayah.Aku masih melihat-lihat ke arah pintu utama gedung itu."Bentar, yah.

  • Terjebak Cinta Artis Tenar   39. Andara Siti Rohmah

    Setelah itu, saya mulai menjauhi Daren dan Jimmy. Saya tak mau dekat dengan mereka, karena bila dekat dengan mereka, itu artinya saya juga akan dekat dengan Andara Siti Rohmah. Saya ingin melupakan nama itu, saya tak mau mengingatnya lagi karena saya ingin melupakan gadis yang bernama sama dengannya di Jakarta yang kini sudah menjadi artis tenar itu.Jimmy dan Daren heran melihat saya menjauhi mereka. Mereka mengejar saya sesuasi jam kuliah.“Hey, Nico. Kamu kenapa menjauhi kita?” tanya Jimmy heran.“Maaf, saya lagi sibuk,” jawab saya berbohong.“Ayolah kawan! Andara menanyakan kamu terus, sepertinya dia suka sama kamu,” ucap Daren.Hah? Dia suka sama saya? Tanya saya dalam hati. Tidak, di hati saya saat itu hanya ada Andara adik angkat saya seorang. Pikir saya. Saya tidak mau mengenal dia, saya harus melupakan Andara.Saya pun pergi dari mereka. Dan saat saya pulang ke apartemen saya, handphone saya berbu

  • Terjebak Cinta Artis Tenar   38. Kuliah di Kampus Baru

    Pagi-pagi sekali saya terbangun. Hari ini adalah hari pertama kalinya saya akan kembali kuliah. Bibi Salsa sudah menyiapkan sarapan untuk saya. Pak Tono sudah bersiap untuk mengantarkan saya ke kampus. Ya, tugas Pak Tono sekarang adalah supir pribadi saya. Dia akan menjadi supir saya sampai saya selesai kuliah di sini. “Den ganteng sudah bangun?” sapa Bibi Salsa pada saya. Dia adalah perempuan asal Makassar berumur 45 tahun. Dia sudah lama tinggal di London, menjadi pembantu di sana, namun karena majikan lamanya meninggal dunia, dia terpaksa diberhentikan di tempat lamanya dan karena ayah sedang mencarikan pembantu untuk saya, pak Tono mengenalkannya pada ayah melalui telepon dan akhirnya sekarang dia bekerja di apartemen saya. Saya tersenyum padanya. &

  • Terjebak Cinta Artis Tenar   37. Bandar Udara Hetrow

    Saya tiba dengan bingung di Bandara tersibuk di Inggris itu. Saya celingak-celinguk di dekat koper-koper saya yang banyak sambil menunggu seseorang yang kata ayah dia akan membantu saya di kota asing itu. Sesaat kemudian, handphone saya berbunyi. Saya langsung mengangkatnya dengan lega. Itu pasti orang suruhan ayah. “Halo,” jawab saya. “Ini mas Niko ya?” tanya seseorang itu berlogat jawa. “Iya. Bapak yang disuruh ayah ngurus saya ya?” tanya saya. “Iya, mas. Ini saya udah di Hetrow. Mas di mana?” tanyanya dengan suara yang sepertinya kebingungan. Saya pun memberitahukan tem

  • Terjebak Cinta Artis Tenar   36. Bandara Soekarno Hatta

    SOEKARNO HATTA Saya berpelukan dengan Ayah, Ibu, Kedua kakak lelaki saya dan Shasa saat saya bersiap untuk boarding. Kami berada di depan pintu masuk untuk chek in. Ibu menatap wajah saya dengan sedih. "Makan yang banyak," pinta ibu padaku. Aku mengangguk. "Belajar yang serius," pinta Ayah. Aku pun mengangguk. "Hati-hati milih temen," pinta Kakak pertama. Aku juga mengangguk. "Awas kalo macem-macem," pinta Kakak kedua. "Kalo adek ulang tahun jangan sampe lupa ngucapin," pinta Shasa. Aku memangguk dengan mata berkaca-kaca. Kupeluk mereka satu persatu. "Jangan sampe lupa, nanti kalo udah di sana hubungin nomor yang Ayah kasih. Dia yang akan ngurus tempat tinggal kamu dan bantu kamu apapun di sana. Dia akan ayah gaji tiap bulan buat ngurus kamu," ucap Ayah mengingatkan. "Iya, Ayah." Saya melihat sekeliling, Andara tak muncul juga. Tak lama kemudian malah Raka y

  • Terjebak Cinta Artis Tenar   35. Selamat Tinggal Jakarta

    Raka masih angguk-angguk dengan sedih di hadapan saya. "Terakhir, jangan pernah berhenti mencintainya meski kamu sudah bosan dengannya. Itupun kalo kamu mau saya anggap sebagai adik angkat saya juga," ucap saya. "Saya janji, Kak. Saya janji akan jaga Andara sebaik-baiknya," ucap Raka dengan semangat. “Bagus,” ucap saya. “Udah sah kan, saya jadi adik angkat kakak?” tanya Raka memastikan. Saya menghela napas. “Iya.” Raka tampak senang. "Nanti kalau kalian sudah siap menikah, jangan lupa kabarin saya." "Siap, Kak!" Saya pun berdiri lalu pamit padanya. Raka menjabat tangan saya dengan sedih. Saya pun pergi dari sana menahan air mata yang sedari tadi mau tumpah.Mobil yang saya kendarai berputar-putar mengitari jalanan kota Jakarta. Saya menangis sendirian sambil menyetir. Saya pun tak sadar sudah melewati jalanan yang sama berkali-kali. Lalu saya memarkirkan mob

  • Terjebak Cinta Artis Tenar   34. Negara Impian

    "Kuliah?" tanya ayah memastikan. "Iya," jawab saya. Ayah berpikir sesaat kemudian bicara pada saya. "Di mana?" "Di luar negeri." Ayah semakin terkejut. “Luar negeri di mana?” "Inggris," jawab saya. "Di universitas apa dan jurusan apa?" "Universitas apa saja asal jurusan sastra," jawab saya. Ayah terdiam tak percaya. Saya pun menunggu jawaban ayah dengan penuh harap. Ini juga sekaligus membuktikan apakah ayah masih seperti dulu yang tidak suka melihat saya menggeluti sastra apa dia benar-benar sudah berubah. "Kenapa mendadak mau kuliah lagi?" tanya ayah tampak masih heran. "Saya ingin menguasai sastra dan pengen jadi pengusaha penerbitan di kemudian harinya," ucap saya dengan mantap. Mudah-mudahan kata pengusaha itu bisa membuat dia senang dan mau menguliahkan saya di Inggris. "Nggak bakal putus kuliah lagi kan?" tanya ayah memastikan. "Saya janji, akan kuliah sebaik-baikny

  • Terjebak Cinta Artis Tenar   33. Rasanya Ingin Pergi Saja

    Andara mengerti. Kami bertiga pun melahap menu yang kami pesan. Kotak cincin yang hendak saya berikan pada Andara masih tersimpan di saku jas yang saya pakai dengan aman. Saya pun mendengarkan kisah cinta Andara dan Raka dari mereka berdua, dimulai bagaimana mereka diminta settingan hingga akhirnya pacaran beneran. Tentu dengan rasa sakit yang saya simpan. Rasa sakit yang membuat saya ingin pergi dari sana secepat mungkin. Pagi hari sekali saya duduk diam di atas kasur. Di kamar saya yang dulu. Di rumah saya. Isi kamarnya masih seperti dulu, tidak ada perubahan sama sekali. Novel-novel sastra dari berbagai penulis dunia masih berjejer rapih di rak buku saya. Kakak pertama masuk ke kamar dan duduk di sebelah saya. "Semua udah siap berangkat ke Bandung. Ayok!" pinta kakak pertama pada saya. Hari itu kami sekeluarga akan berangkat ke Bandung untuk menghadiri acara tunangan Andara dengan Raka. "Iya, bang," ucap saya lemah. Kaka

  • Terjebak Cinta Artis Tenar   32. Raka?

    Tak lama kemudian, handphone saya berbunyi. Andara menelepon saya, dia mengabarkan sudah sampai di parkiran. Saya semakin deg-degan. Tak berapa lama kemudian Andara datang memakai setelan gaun yang indah. Dia tampak cantik sekali memakainya, saya sampai terpana. "Kakak!" panggil Andara tampak girang melihat saya. Andara mendekat ke saya dan tampak takjub melihat saya memakai setelan jas biru itu. "Kakak aku kok ganteng banget, sih?" Puji Andara."Kakak pasti mau ngenalin calon pacar ke aku kan? Mana? Nggak mungkin banget kakak ngajak aku ke tempat ini kalo bukan mau ngenalin calon pacar, kan?" tanya Andara penasaran. Saya terdiam, semakin bingung untuk menjelaskan. Saat saya hendak menjelaskan, tak lama kemudian seorang lelaki yang tak asing bagi saya, datang. Dia tampan, mengenakan setelan jas hitam, lengkap dengan dasi hitamnya. Dia tersenyum pada Andara. Saya bingung, kenapa dia datang ke sini? Apa Andara yang mengajaknya

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status