Share

TCM 5

Sore itu Ana terlihat bingung ketika ibunya meminta Arga untuk datang ke rumah dan ingin bicara dengan mereka. Namun, ia juga bahagia, berpikir mungkin saja jika ibunya kini berubah pikiran dan sudah bisa menerima hubungan keduanya juga berniat merestui mereka.

Ana berdandan secantik dan semanis mungkin, jika memang benar kalau mereka akan mendapat restu, tentu saja Ana harus dalam keadaan yang sempurna untuk menyambutnya.

Ana menyambut bahagia ketika Arga datang dan baru saja turun dari motor kesayangannya, pemuda itu tampak melepas helm yang ia kenakan kemudian mengulas senyum pada Ana yang sudah berdiri di sampingnya.

"Apa penampilanku sudah rapi?" tanya Arga pada kekasihnya itu.

Ana mengangguk, ia sedikit menepuk dan mengangsurkan tangannya di bagian depan kemeja Arga untuk sekedar merapikan pakaian yang dikenakan kekasihnya. "Sudah rapi."

Arga kembali mengulas senyum mendengar perkataan Ana, kemudian mereka masuk bersama. Orangtua Ana ternyata sudah menunggu kedatangan Arga.

Namun, kenyataan tak sesuai ekspektasi. Ana bisa melihat jelas air muka ibunya yang masih menatap tidak suka dan meremehkan pada Arga. Meski begitu ia tetap bersikap tenang dan biasa, agar sang kekasih juga tidak gugup.

"Kalian tahu maksud kami meminta kalian di sini?" tanya ibu Ana membuka percakapan.

Baik Ana maupun Arga menggelengkan kepala tidak tahu, yang mereka pikirkan sama. Sama-sama berpikir jika hubungan mereka akan direstui.

Ibu Ana melirik tangan putrinya yang tampak menggenggam telapak tangan Arga, wanita itu langsung terlihat emosi karena tidak senang.

"Mulai sekarang, kami minta akhiri hubungan kalian yang tidak jelas itu!!" perintah ayah Ana langsung.

Ana dan Arga terkejut, mereka langsung menatap kedua orangtua yang terlihat menatap tajam ke arah keduanya.

"Kenapa, Yah! Kami saling mencintai!"

Ana terlihat begitu terpukul dengan perintah ayahnya, angan-angan yang sudah ia bayangkan kini hancur berkeping-keping. Berpisah dengan Arga? Tidak mungkin!

"Cinta! Makan itu cinta! Kalian pikir dengan cinta bisa buat hidup kalian enak, hah! Salah!! Yang ada kalian akan menderita, memangnya cinta bisa menghidupi kalian, hah?!" hardik ibu Ana yang kini buka suara.

"Percuma kami kuliahin kamu kalau ternyata milih pasangan saja tidak becus! Memangnya apa yang bisa kamu andalkan dari dia?! Keluarga saja miskin, pendidikan saja sampai mana?! Pekerjaan saja cuman nyanyi, memangnya kamu mau tiap hari dikasih makan lagu, hah?!"

Ibunya menghina Arga terus menerus, membuat pemuda itu hanya menunduk dengan meremas kedua lututnya.

"Memang saya hanya seorang penyanyi biasa, mengais rezeki dari panggung satu ke panggung yang lain. Tapi, saya sangat mencintai Ana, bahkan saya bisa melakukan apapun untuk membahagiakannya," ujar pemuda itu membela diri.

"Cih ... cinta lagi! Memangnya kamu bisa apa? Kami minta mas kawin tinggi pun kamu pasti nggak bakal bisa kasih!" cibir ibu Ana lagi dengan sedikit mendecih-Meremehkan.

"Bu, kami sudah merencakan semua. Bahkan kami sudah menabung untuk pernikahan kami juga masa depan yang akan kami jalani nantinya. Jadi aku mohon sama Ayah dan Ibu, tolong mengerti tentang cinta kami dan restui hubungan kami," pinta Ana setelah menjelaskan apa yang menjadi rancangan keduanya.

Ana menggenggam telapak tangan Arga yang berada di atas lutut, membuat pemuda itu menoleh padanya dengan seutas senyum yang ia paksakan.

Melihat keduanya malah memperlihatkan kemesraan, tentu saja membuat ibu Ana semakin geram, ia lantas berdiri dan menarik tangan Ana, membuat gadis itu berdiri kemudian menjauhkannya dari Arga yang terkejut dan secara impulsif ikut bangkit.

"BU!" seru Ana yang tangannya masih digenggam erat oleh ibunya.

"Diam kamu!" bentak ibunya.

Wanita itu benar-benar marah, sorot matanya penuh kilatan yang siap menyambar apapun yang ia tatap. Ana tertunduk menahan buliran kristal bening agar tidak luruh dari kelopak matanya.

"Kamu!" seru ibu Ana seraya menunjuk pada Arga.

"Keluar dari sini! Setelah ini jangan pernah lagi menemui Ana!!" usir wanita itu dengan nada suara yang begitu tinggi seraya menunjuk ke arah pintu utama.

Arga terlihat mengepalkan kedua telapak tangannya di sisi tubuh, ia bertukar tatapan dengan Ana, pemuda itu bisa melihat jelas kelopak mata kekasihnya itu sudah menggenang. Namun, sekali lagi dia berpikir, siapalah dia? Hanya seorang pemuda biasa, meski ingin rasanya membawa Ana pergi, tapi ia masih tidak memiliki hak untuk melakukannya.

Akhirnya Arga sedikit membungkukan badan untuk memberi hormat kepada kedua orangtua Ana, ia kemudian pamit pergi dari rumah itu.

"ARGA!!" teriak Ana memanggil kekasihnya yang sudah melangkahkan kaki keluar dari pintu utama rumahnya, ia berusaha melepas tangannya dari gengaman sang ibu tapi sia-sia.

"Bu! Ibu kok gitu?!"

Ana menangis karena semua harapannya sirna setelah ibunya mengusir Arga dari sana, terlebih ketika mendengar bagaimana ibunya menghina dan mencemooh pemuda itu.

"Pokoknya mulai sekarang kamu harus putus dengannya, An! Apa kamu dengar?!" tandas ibunya seraya melepas kasar tangan Ana.

"Kenapa sih, Bu? Apa salah kalau kami saling mencintai? Harta bisa dicari, kami yakin bisa menghadapi semuanya bersama," rengek Ana yang diselingi suara isakan.

"Cinta! Cinta! Cinta terus! Dengar ya, An! Ini sudah menjadi keputusan ayah dan ibu, jika kamu masih tidak mau berpisah dengannya. Maka, Ibu bisa pastikan jika pemuda itu akan kehilangan pekerjaannya!" ancam ibunya yang membuat Ana membeliak tak percaya.

"Sekarang pilih, pisah atau dia kehilangan pekerjaan!"

Kedua orangtua Ana meninggalkan gadis itu di ruang tamu. Kaki Ana terasa lemas mendengar perkataan wanita yang sudah melahirkannya itu, ia luruh di lantai. Kedua telapak tangan menangkup wajahnya, menutupi kesedihan dan air mata yang terus mengalir tanpa henti.

_

_

_

Malam harinya, Arga termenung menatap langit-langit kamar, tak terasa air mata menetes dari sudut matanya. Setegar-tegarnya seorang lelaki, tetap saja Ia adalah manusia biasa. Penghinaan yang dia dapat dari orangtua Ana benar-benar membuatnya sakit hati. Begitu juga dengan Ana, Ia mengurung dirinya di kamar setelah Arga pulang. Ia memikirkan begaimana perasaan kekasih hatinya itu sekarang.

"Arga!"

"Ana!"

Lirih keduanya di dua tempat yang berbeda.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
ara~>125
cinta g bisa menghidupi, kenapa cinta selalu dipertanyakn dan disalahkn. kasihan cinta berpeloh peloh... betul betul betul 😝
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status